Minggu, 31 Januari 2021

Peranan Khalifah dalam mengenal tuhan di masa pandemi

 Jauh sebelum masa pandemi ini ada. Saya dan mungkin anda semua sudah terbiasa dengan rutinitas kehidupan dari pagi sampai malam sampai pagi hari lagi. Kali ini saya akan menceritakan apa yang saya alamat dalam kehidupan sehari hari di dunia 🌏 pendidikan, bisa saja d sebut sekolah. Sekolah itu pasti ada murid guru dan sebagainya. Di kelas saya melihat fenomena yang janggal di mana hampir 90% siswa yang belajar itu belum sarapan. Saya telusuri apa penyababnya. Mayoritas mereka malas makan pagi dengan berbagai alasan ada yang beralasan bangunnya kesiangan ada yang beralasan nanti di sekolah jadi pingin buang air besar dan sebagainya. Padahal sarapan pagi sudah disiapkan oleh orang tua siswa itu. Ini mungkin awalan saya menulis apa hubungan sarapan dengan dunia pendidikan apa hubungan sarapan dengan mengenal Tuhan. 

Bila kita berfikir sempit jelas sama sekali tidak ada hubungan antara sarapan dan sekolah dan sarapan dengan mengenal Tuhan. Tapi bila kita berfikir holistik atau Bahasa lain berfikir hologram itu semuanya bertalian satu sama lainnya. Bagaimana mungkin siswa-siswi bisa belajar maksimal bila asupan nutrisinya di pagi hari tidak terisi. Bagaimana mungkin pendidikan akan bisa mencerdaskan anak bangsa bila generasi muda tidak siap secara fisik. Fenomena ini bisa saja terjadi pada diri kita atau keluarga kita atau anak kita. Dengan adanya pandemi ini anak dan orang tuanya mulai di ajarkan kembali saling mengenal satu sama lainnya. Anak belajar menjadi anak orang tua belajar menjadi orangtua. Semua kembali di ajarkan pada tahap yang amat sederhana. Dunia 🌏 diajarkan kembali kepada belajar mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan hal paling dasar dalam Thoharoh. Artinya sampai detik ini banyak manusia yang melakukan Thoharoh belum maksimal secara hakikat. Manusia saat ini bersucu itu masih banyak yang sebatas ritual saja. Hanya menggugurkan kewajiban. 

Tidak heran bila saat ini seluruh dunia di paksa untuk mengenal dirinya sendiri dulu. Manusia dipaksa belajar dan memaksimalkan potensi dirinya sendiri karena barang siapa mengenal diri nya berarti akan mengenal Tuhan nya. Saat ini Tuhan melalui mekanisme kerja semestanya mengajak manusia untuk kembali mengenal siapa dirinya dan siapa tuhannya. Bagi yang lolos dalam ujian yang dasar ini akan naik kelas dan diuji lagi ke tahap berikutnya. Bagi yang belum lolos akan ada remedial dalam ujian kehidupan yang dasar ini. 

Dampak yang paling dikhawatirkan saat ini adalah pasca dari pandemi ini. Semoga Allah melindungi setiap umat manusia yang berusaha untuk mencapai ridho nya. Terhindar dari segala konflik global🌎🌍🌏. Aamiin

Minggu, 19 Desember 2010

SAMPAI DUA PULUH TAHUN MENDATANG KEKUATAN ISLAM AKAN SAMA SEKALI DIREMUKAN DAN NEGARA ISLAM AKAN DIPORAK-PORANDAKAN

(Kutipan Khutbah. Pimpinan jemaat Ahmadiyah Hadrat Mirza Tahir Ahmad 17-8-1990 di mesjid Fadzl London)
keadaan  di Timur Tengah dari hari ke hari semakin memburuk dan oleh karena hampir seluruh itu merupakan wilayah negara-negara Islam maka sudah seyogyanya meresahkan dunia Islam; lagipula karena tempat-tempat suci itu amat dicintai oleh kaum muslimin lebih dari segala sesuatu di dunia ini. Yang dimaksud tempat-tempat suci itu adalah Mekkah dan Madinah, tempat baginda Mustafa Nabi Muhammad SAW, pada suatu masa pernah menjejakkan telapak kaki beliau dan nafas beliau telah mengharumi serta memberkati udaranya. Tanah suci itupun dikelilingi bahay dan konspirasi dari segala jurusan.
Walhasil, ditilik dari segi ini, dewasa ini seluruh dunia merasa berada dalam di dalam penderitaan yang amat dalam. Akan tetapi, yang paling menderita adalah jemaat ahmadiyah, sebab dewasa ini perwakilan islam yang sejati lagi mukhlis hanyalah jemaat ahmadiyah.  Kalau saya mengatakan hanya jemaat ahmadiyah  maka boleh jadi ada orang yang tidak tahu menahu memberi tanggapan terhadap perkatan itu bahwa ini adalah bualan palsu belaka, pengakuan kosong belaka, yang menjadikan firqoh-firqoh lain lainnya benci. Mereka akan merasa bahwa hanya merekalah pemikul bendera Islam dan berperan sebagai pialang: seakan-akan kita tidak mempunyaik rasa simpati terhadap islam. Akan tetapi, sebagaimana akan saya kemukakan kepada saudara-saudara analisis saya . akan terbuka dengan jelas bahwa dewasa ini , sesungguhnya kalau ada yang prihatin terhadap nasib islam hanyalah jemaat ahmadiyah
Politik kotor
Politik dewasa ini sudah menjadi kotor. Kosong melompong dari rasa keadilan dan ketaqwaan. Kesetiakawanan pemerintah-pemerintah muslim pun, yang demi kejayannya sendiri mengatasnamakan Islam, dewasa ini tidak sesuai dengan dengan citra akhlak Islam dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan yang teramat tinggi nilainya itu, dan hanya berttindak demi kepentingan-kepentingan mereka sendiri belaka. oleh sebab itulah maka tampak jelas kepada saudara-saudara di dalam corak perilaku dunioa Islam ada kontradiksi-kontradiksi atau bertolak belakang antara satu sama lain.
Kesetiakawanan yang Sejati
selain ahmadioyah, semua firqah yang terdapat di dunia dewasa ini telah berpihak kepada dan mengambil sikap mendukung salah satu negara islam yang berkenan di hati mereka masing-masing. Padahal , ketaqwaan menghendaki suatu kesetiakawanan yang hanay tertuju pada ikrar Islami. senadainya memilki kecintaan kepada Islam maka henbdaklah semata-mta hanya menunjukan kesetiakawanan yang selaras dengan prinsip dan merupakan kehendak islam, serta merupakan kehendak Allah, lagi meruapak Rasulullah saw.
apabila kita memikirkan politik yang berlaku dewasa ini, kita meneropongnya dari segi pandang prinsip-prinsp (Islam, Al-Qur'an dan Rasullah) tersebut maka kepada kita tak tampak landasan akhlak Rasullah saw baik pada politik yang dianut oleh kaum muslimin maupun politik yang dianut oleh bangsa-bangsa bukan-Islam. bangsa-bangsa yang bukan Islam bergembar-gembor mengatasnamkan peri keadilan, seolah-olah merekalah yang ditus guna mengakkan keadilan di permukaan bumi ini dan bahjwa tanpa merak tanta kekuatan mereka, kedlian akan punah di dunia ini; sedangkan negara-negara Islam pun bergembar-gembor mengatasnamakan Islam . Apabila kita meneliti secra seksama maka segala gembar-gembor itu sepi dari dan miskin dari keadilan yang sejati. Keadilan yang dikemukakan oleh kitab suci Qur'an itu.
Kini muncul situasi baru. saya akan bicara secara khusu dengan menunjuk situasi di irak. iraksudah menyerang satu negara mini sebagi ekor dari suatu prinsipnya, yang sebelumya tidak diketahui dunia, dan mencaploknya sekaligus . dan sebagi konsekuensi dari tindakan itu  bergejolaklah. orang-orang yang tadinya tidak pernah merasa terluka hati oleh peristiwa -peristiwa lainnya yang serupa, tidak pula pernah terlibat di dalam hiruk-pikuk  tidak pernah berlari-lari memberi bantuan secara demonstratif . sekonyong-konyong menjadi simpati kepada negara Kuwait menyala oleh sentuhan cahaya itu dan didalam diri mereka timbul gejolak yang amat hebat sehingga di dalam lembaran sejarah masa kini tidak tampak tara bandingannya  Ketika Amerika dan sekutunya mulai mengadakan tindakan-tindakan seoptimal mungkin memboikot untuk memaksa pemerintah bagdhdad bertekuk lutut. dari hari ke hari mulai terasa bahwa pemerintah Islam yang besar ini menghadapi keadaan yang sungguh berbahaya sehingga ia bisa lumpuh kalau hanya mengandalkan keberanian semata. oleh sebab itulah saya tidak boleh harus menjadi semakin luar bisa resahnya dan saya mengadakan pengamatan secara langsung dan pemecahan apa sedang dipikirkan. baru-baru ini tatkala Raja Husein dari Jordan berkunjung ke Amerika, mula-mula saya mengira bahwa kepergian beliau ke sana membawa surat. Baru sesudah itu diketahui bahwa hal semacam itu tidak ada. Beliau ke sana hanya membawa pesan dan saran.
dalam kaitan dengan hal itu, kita membuat asumsi lewat media tayangan tv radio dan surat kabar. bagaimana presiden AS dan irak  beradu argumentasi dan saling mempersalahkan, betapa keadaan sudah gawatnya dan hingga batas tertentu pemimpin negara besar juga meninggalkan nilai kesopanan lalu melontarkan kata kampungan.
yang mengherankan ialah setelah kita menyimak dalih alasan yang dikemukakan mereka, kita mengetahui betapa kotornya  kata-kata mereka lagi sarat dengan kebohongan, tak mengenal sopan santun  dan tipu muslihat. kata-kata itu berlatar belakang masalah pencaplokan sebuah negara mini yang islam oleh sebuah negara islam besar. 
tolok ukur keadilan
di dunia ini di tempat lainnya tak terbilang banyaknya terjadi peristiwa-peristiwa semacam itu dan terus akan terjadi  dan lebih berbahaya sifatnya ketimbang peristiwa ini. kalau kita perhatikan maka peristiwa ini tidak ada artinya sama sekali dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa itu. akan tetapi sudah barang tentu banyak motif yang terdapat di belakang nya  dengan konsekuensi yang luar biasa luas liputannya. biar bagaiman pencaplokan terjadi setelah itu menyusul tindakan penggelpan berita pencaplokan itu dan adanya perbuatan yang sangat tidak bisa ditolerir terjadi di dunia ini. kesudahannya ialah presiden saddam husein menyampaikan pesan kepada amerika bahwa mereka ini benar-benar menghendaki keadilan hendaknya mereka harus bertindak adil di seluruh kawasan itu. maka saddm husein dan angsa irak sia mengembalikan pemerintahan adiknya (kuwait) itu kepada keadaan sedia kala. penguasa yang yang tadinya berkuasa di negara itu akan menemukan kembali kendali pemerintahannya begitu pula keadaan akan dipulihkan juga seperti semula. 
di kawasan ini pencaplokan semacam itu telah disetujui oleh amerika BERSAMBUNG

ANALISA SESAR LEMBANG 1910-2010

lembang penuh dengan daya tarik wisata alam dan wisata kuliner yang unik dan menarik. banyak turis yang datang mengunjungi lembang karena keunikan tempat tersebut. misalnya:Tngkuban Parahu, wisata outbound. dan wisata kuliner yang banyak tersedia di punclut. namun, dibalik itu juga lembang menyimpa tenaga eksogen berupa pergerakan lempengan tanah. yang sering disebut patahan lembang. kejadian ini sudah berulang kali terjadi dengan siklus yang pasti yakni setiap seratus tahun sekali. dan terjadinya patahan lembang ini terakhir tercatat di tahun 1910 kalau kita hitung secara matematis berarti tahun 2010 inilah tepat seratus tahun yang lalu patahan lembang telah terjadi.
para ahli telah menyelidiki berapa centimerter pertahun pergerakan tersebut, dan berhasil diketahui pergerakan tanah tersebut 2-3 cm pertahun. ini merupakan pergerakan yang relatif kecil atau ringan. tapi perlu diketahui juga bagaimana struktur tanah yang ada di lembang itu. kita bisa lihat betapa rapuhnya tanah yang ada di lembang. sehingga dikhawatirkan bila terjadi pergerakan siklus 100 tahunan ini akan berdampak pada lembang dan kota bandung. dampak kerusakan ini belum dapat diprediksi secara jelas.
namun saya merenung ternyata tiap bencana besar yang terjadi di bumi ini yang saya ingat mulai dari tahun 2004 kasus aceh, jogja dan sekitarnya sellau terjadi pada tanggal 26 di bulan masehi misalnya bencana tsunami juga itu adalah siklus 100 tahunan jadi bisa dibayangkan bila hal ini terjadi di bulan desember 26  2010. semoga bisa diredam.
yang perlu kita lakukan adalah menguragi intensitas pergerakan patahan tersebut. 
aktivitas tangkuban perahu pun sangat dipengaruhi oleh sesar lembang ini. sungguh suatu pergerakan yang sangat unik dan menarik sekaligus berbahaya juga.
banyak manfaat yang ditimbulkan dari sesar lembang ini adalah kita bisa melihat lapisan tnah di bandung berdasarkan dari lapisan yang sudah dibentuk oleh sesar lembang


lampu malam masih tetep nyala

Sabtu, 06 November 2010

ANALISA KHOOTAMUN NABIYYIN

ANALISA TENTANG AYAT KHATAMANNABIYYIN
I.          Rujukan Surat Al-Ahzab ayat 40:





“Bukanlah Muhammad itu bapak salah seorang diantara laki-lakimu, akan tetapi ia adalah rasul dan nabi paling mulia, dan allah maha mengetahui segala sesuatu.”

II.          Asbabunnuzul – Latarbelakang Turunnya Ayat.
Nabi Muhammad saw oleh karena tidak memiliki anak laki-laki maka beliau mengangkat seseorang menjadi anak angkatnya yang bernama Zaid seorang mantan budak. Tradisi orang Arab ketika itu adalah kedudukan anak angkat seperti anak sendiri,maka dari itu Zaid suka dipanggil “Zaid bin Muhammad”. Setelah dewasa Zaid di nikahkan oleh Rasulullah saw dengan saudara sepupu beliau bernama Zainab,namun karena ada perbedaan status sosial diantara keduanya (Zaid mantan keturunan budak,sedangkan Zainab masih keturunan ningrat ) pernikahan keduanya tidak berlangsung lama.
Atas perintah Allah SWT setelah zaenab diceraikan oleh Zaid maka Rasulullah saw menikahi Zainab. Setelah itu tersiarlah di tengah-tengah kaum Musyrikin cemoohan kepada Rasulullah saw bahwa Rasulullah saw telah menikahi mantan istri anaknya. Maka ketika itu turunlah ayat Khootamunnabiyyin yang berisikan penolakan kepada keyakinan salah orang-orang Musyrik Quraisy, bahwa Muhammad itu bukan bapak dari Zaid, melainkan bapaknya orang-orang yang beriman, bahkan penghulu dari para nabi atau bapak rohani para nabi.

III.          Arti dan makna Khootamunnabiyyin.               
Kalimat “khootaman Nabiyyin”,terdiri dari dua kata yaitu:
1. Khootam
2. Nabiyyin
Kata Khootam memiliki beberapa arti yakni:
a.       Cincin
b.      Materai/stempel
c.       Penutup
Sedangkan kata Nabiyyin merupakan bentuk jamak, yang mengandung arti Para Nabi, sedangkan bentuk tunggalnya adalah Nabi.
Apabila kata Khootam diidhofkan/digandengkan dengan kata jamak, maka mengandung arti paling mulia.Contoh:
1.       Nabi Muhammad saw disebut “Khootaman Nabiyyin”, artinya beliau adalah nabi yang paling mulia dari sekalian banyak nabi-nabi.
2.       Sayyidina Ali diberi gelar oleh Rasulullah saw “Khatamul Auliya”, artinya beliau adalah wali yang paling mulia dari sekian banyak para wali.
3.       Manusia disebut “Khootamul Makhlukaat”, artinya makhluk paling mulia diantara semua makhluk.
     Selanjutnya sebagaimana diawal sudah dijelaskan bahwa kata Khootam juga berarti cicin, Yang   maksudnya  adalah nabi Muhammad SAW perhiasan para nabi.
Khootam juga berarti materai/stempel, jadi Khootamun Nabiyyin itu berarti bahwa nabi Muhammad saw itu materai/stempel para nabi, yakni tidak ada nabi dianggap benar kalau kenabiannya tidak dimateraikan/disahkan oleh Rasulullah saw. Kenabian  semua nabi yang telah lampau harus dikuatkan dan disahkan oleh rasulullah saw. Dan juga tidak seorang pun yang dapat mencapai tingkat kenabian sesudah beliau, kecuali dengan menjadi pengikut beliau (Nabi Ummati).

Rasulullah saw juga dikatakan nabi terakhir/penutup diantara para nabi yang membawa syari’at. Penafsiran ini telah diterima oleh para ulama terkemuka, orang-orang yang suci, dan para waliyullah yang diantaranya adalah Ibnu Arrobi.
Siti Aisyah ra, istri Rasulullah pernah berkata demikian: ”Katakanlah bahwa Dia Rasulullah saw adalah Khootaman Nabiyyin, tetapi janganlah mengatakan tidak akan ada lagi nabi sesudah beliau (hadist riwayat mansyur)
Begitu juga didalam hadist yang diriwayatkan oleh muslim, Rasulullah saw bersabda sampai empat kali tentang nabi Isa yang akan datang: ”Nabiyullah Isa, Nabiyullah Isa, Nabiyullah Isa, Nabiyullah Isa”.









Jumat, 08 Oktober 2010

Sejarah Ahmadiyah Astana Anyar Kota Bandung 1948-1980

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Ahmadiyah  selalu menjadi fenomena yang ramai dan hangat dalam perkembangan sosial masyarakat Indonesia.  Organisasi ini masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Saat itu wilayah di Nusantara sedang hangatnya juga dengan terbentuknya beberapa organisasi kemasyarakatan seperti; Muhammadiyah, NU,  Persis dan sebagainya. Begitupun Ahmadiyah yang pada mulanya dari India ini masuk ke Indonesia.
Organisasi  Ahmadiyah mulai dari awal berdiri memiliki beragam pro dan kontra dari mayarakat di Kota Bandung. Sekalipun dalam kondisi pro dan kontra dalam perkembangan jemaat Ahmadiyah sampai sekarang masih tetap ada dan terus beridiri. Tantangan bagi jemaat Ahmadiyah di Kota Bandung bukan hanya dari Ormas seperti Persis, bahkan dari MUI. 1980 MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada jemaat Ahmadiyah dan dianggap keluar dari Islam. Kondisi seperti ini tidak menyurutkan untuk mengembangkan dan memberikan klarifikasi dengan apa yang dikemukakan oleh MUI. Sarana untuk mengimbangi dari fatwa tersebut yakni dengan membuat brosur dan dibagikan secara gratis. Sikap ini lantas membuat MUI makin geram, justru dengan adanya klarifikasi yang disebarkan oleh jemaat Ahmadiyah terjadi perbedaan mana yang benar apakah yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah atau fatwa yang dikemukakan oleh MUI. Dari kondisi ini penulis berusaha untuk mengklarifikasi dasar yang diberikan MUI dan pernyataan dari jemaat Ahmadiyah. 
Terjadinya hal tersebut diatas jemaat Ahmadiyah terus berkembang sedikit demi sedikit. Pergerakan jemaat Ahmadiyah lebih melihat dari aspek kultur masyarkat yang ada dilingkungan jemaat Ahmadiyah. Kota Bandung masyarakat lebih moderat sehingga dalam melaksanakan Tabligh  lebih bersifat dialog secara terbuka yang menjadi partner  dialog itu adalah Pembela Islam (Persis). Kondisi dialog tersebut sempat menyedot perhatian publik waktu itu sekitar tahun 1933. Dengan adanya dialog terbuka menyebabkan banyak orang yang luar Ahmadi merasa tertarik dan masuk dalam jemaat Ahmadiyah. Salah satu murid dari A. Hassan di kemudian hari masuk dalam jemaat Ahmadiyah. Karena sukses dalam setiap acara dialog tersebut dan sehabis dialog kebanyakan peserta yang hadir menjadi tertarik dan  simpati membuat simpati telah membuat jemaat Ahmdiyah masih tetap berkembang. Bahkan orang yang anti terhadap jemaat Ahmadiyah sering mengatakan hati-hati berbicara dengan orang Ahmadiyah nanti terhipnotis. Wacana demikian sangat jitu dalam rangka mempersempit ruang gerak jemaat Ahmdiyah di Kota Bandung dan sekitarnya. Banyak isu yang tidak benar terhadap jemaat Ahmadiyah dan salah satunya dikemukakan diatas. Ajaran Ahmadiyah sungguh suatu ajaran Islam yang unik mereka menginginkan umat Islam sekarang ini harus lebih cerdas dan rasional dalam kehidupan beragama dan kehidupan dunia. Kebanyakan orang yang masuk dalam jemaat itu tertarik karena ajaran yang disampaikan dalam jemaat Ahmadiyah sanagt menarik dan penuh dengan Makrifat. Sehingga tidaklah heran bila banyak orang Islam pada umumnya sangat takut terhadap jemaat Ahmadiyah bila sudah berdialog, mereka mengatakan saya takut terpengaruh. Hujjah-hujjah yang dikemukakan oleh Ahmadiyah tidak bisa dibantah oleh orang yang berdialog dengan Ahmadiyah. Keyakinan dan fakta dari jemaat Ahmadiyah telah membuat penganutnya puas secara jasmani dan rohani.
Adapun  idiologi yang dipegang Ahmadiyah adalah pertama: Nabi Isa sudah meninggal, kedua; pintu kenabian masih tetap terbuka ketiga; Khilafat telah berdiri. Dari tiga ajaran yang dipegang oleh organisasi Ahmadiyah menuai banyak kontra baik dari pihak Muslim maupun dari pihak Nasrani. Kalangan umat Islam sangat terkejut dengan tiga keyakinan yang dipegang oleh organisasi Ahmadiyah. Puncak dari permasalahan tersebut akhirnya dibentuklah suatu diskusi pada tahun 1933 M / 14 H. Acara diskusi tersebut diwakili oleh Pembela Islam (kemudian menjadi Persatuan Isalam) dan Ahmadiyah Qadian (kemudian menjadi jemaat Ahmadiyah Indonesia)
Pendebat dari pihak Pembela Islam ialah Ustadz A.Hassan (1887-1958) sedangkan dari pihak Ahmadiyah ialah Maulvi Rahmat Ali H.a O.T. (1893-1958) dan Maulvi Abu Bakar Ayyub (1908-1972)  (Officieel Verslag Debat: dalam kata pengantar)

Diskusi tersebut sekitar pembahasan mengenai keyakinan yang diyakini oleh Organisasi Ahmadiyah. Diskusi pertama Tuan Rahmat Ali memaparkan perihal bahwa Nabi Isa sudah meninggal.
Tuan Voorzitter dan Pembela Islam!

Ini malam karena berdebat tentang hidup atau matinya Nabi Isa a.s maka saya akan kasih keterangan ini perkara, karena banyak sekali orang  yang  telah berselisih paham dalamnya.
Orang Yahudi, mengatakan Nabi Isa itu bukan nabi, hanya seorang pendusta dan anak zina,, sedang orang Kristen berkata bahwa nabi Isa a.s itu anak Allah, ia telah mengambil dosa manusia. Islam berkata bahwa Nabi Isa itu Nabi yang benar, suci dan bersih bukan anak Allah, dan tidak mati diatas kayu salib, dan tidak terbunuh untuk mangambil dosa manusia.
Karena partij Ahmadiyah ada satu partij yang memuliakan akan Nabi Muhammad s.a.w dan mau memajukan Islam di atas dunia, supaya orang menjadi tunduk kepada Rasulullah s.a.w. karena Junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. berkata bahwa nabi Isa itu seorang yang bersih dan suci, dan ia telah mati sebagai nabi-nabi yang lain, dan jikalau satu orang sudah mati, tidak akan bisa datang kedua kali ke dunia ini. Ahmadiyah berkata yang Nabi Isa sudah mati dan cukuplah kita menurut nabi Muhammad s.a.w. saja disini saya akan memberi keterangan dari Al-Qur’an dan Hadits bahwa nabi Isa sudah mati.
Pertama saya akan memberi keterangan bahwa Nabi Isa sudah mati, karena dia seorang manusia. Allah Ta’la berkata dalam Al-qur’an:


Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Al Maidah 117


Disini tersebut undang-undang untuk umum manusia yakni manusia akan hidup dan akan mati, dan dari bumi dia akan keluar;dan ini bumi tempat tetap.
Di dalam ayat yang ketiga, ternyata pula Tuhan berkata: “apakah tidak Kami jadikan bumi ini untuk mengumpulkan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati?” dengan ini juga dapat tahu  bahwa bumi itu ada mempunyai sifat menarik (Officieel Verslag Debat, 1986:8)

Dari kutipan tersebut ternyata pada tahun 1933 Organisasi Ahmadiyah sudah berkecimpung secara besar dalam cara berfikir. Karena hasil dari diskusi tersebut dibukukan dan disaksikan oleh berbagai pihak secara luas. Tahun 1933 bukan akhir dari dialog masalah Ahmadiyah justru dari dialog tersebut awal dari Ahmadiyah banyak dikenal baik yang bersifat positif maupun negatif. Media yang mengekspos Ahmadiyah hanya surat kabar berbeda di pasca tahun 1980 media televisi sudah banyak yang punya.  Sekalipun organisasi ini masih tergolong minoritas di Indonesia maupun di Bandung, organisasi ini tidak pernah berhenti dalam aktivitasnya baik ukhrawi maupun duniawi, tidaklah heran dari tahun ke tahun jumlah anggota semakin bertambah, dengan latar belakang yang beraneka ragam. Hal ini terbukti dengan banyaknya mesjid yang didirikan oleh anggotanya.

Majalah Tempo(21 Semtempber 1974)  menulis bahwa perdebatan itu terjadi pada “......Zaman ketika kebebasan mimbar terbuka penuh ....... bahkan boleh dipastikan ia lebih aktuil di masa-masa tersebut dibanding sekarang, ketika sudah begitu banyak soal-soal yang lebih merebut minat umat agama’’(Officieel Verslag Debat, 1986:9)


Karena organisasi ini bersifat internasional dimanapun organisasi ini berada akan sangat erat dalam fenomena masalah Internasional maupun lokal.  Hal ini terbukti ketika Indonesia awal merdeka pemimpin Internasional Jemaat Ahmadiyah memberikan Instruksi kepada seluruh mubaligh di seluruh dunia untuk mengekspos kemerdekaan Indonesia seperti ke Mesir, Eropa dan Negara lainnya sehingga dunia Internasional mengetahui bahwa Indonesia sudah merdeka. Pada  waktu terjadi agresi militer  Belanda kedua di bulan Desember 1948, peristiwa DI/TII, G30S,  banyak tokoh Ahmadiyah yang memberikan kontribusi dalam menegakkan NKRI. Yang paling menarik adalah ketika kepala penyiaran RRI Bandung pada tahun 1945 ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaan kepala RRI waktu itu adalah seorang Ahmadi, dalam hal ini penulis menilai banyak sekali dari masyarakat Indonesia yang tidak mengenal secara langsung Jemaat Ahmadiyah baik dalam tataran Ibadah maupun sosial kemasyarakatannya.
Pada awal kemerdekaan  kondisi bangsa Indonesia amat sulit baik dari segi ekonomi atau hankam. Banyaknya rongrongan dari berbagai pihak seperti Belanda pada tahun 1948 dengan adanya Agresi militer Belanda kedua. Kondisi ini membuat stabilias sedikit goyah termasuk Jemaat Ahmadiyah di Bandung, Bandung yang dikenal sebagai kota penting. Untuk menjaga eksistensinya Jemaat Ahmadiyah di kota Bandung ditandai dengan membuat suatu bangunan masjid yang terletak di Jln Haji Sapari, menurut ketua DKM Masjid An Nashir, Ayo Abdul Khudus menceritakan meski samar-samar Ia masih mengingat bahwa masjid itu dibuat atas swadaya oleh masyarakat terutama kaum wanita dari jemaah masjid itu (Pikiran Rakyat, 24 Agustus 2009). Bukti dari eksistensi dari masjid itu dari dulu sampai sekarang adalah bahwa tertera masjid An Nashir 1948. Tahun 1948 itu seakan-akan menjadi saksi bagi Jemaat Ahmadiyah Astana Anyar sebagai cikal bakal dari Jemaat Ahmadiyah kota Bandung. Kegiatan.
Perkembangan Jemaat Ahmadiyah tidak terlepas dari peran Khalifah  dalam jemaat. Setiap perkembangannya akan selalu terus dipantau dan diparhatikan sesuai dengan prosedur yang ada. Jemaat Ahmadiyah masuk dan berkembang di Kota Bandung tidak lepas dari instruksi langsung dari Khalifah.  Pa Wahid dijadikan pion pertama dalam rangka penyebaran  jemaat Ahmadiyah. Pa Wahid selaku Mubaligh jemaat Ahmadiyah yang belajar langsung ilmu Ahmadiyah di Pakistan  mendapatkan tugas yang besar untuk mengembangkan Ahmadiyah di kota Bandung.  Bandung merupakan tempat yang sangat strategis pada masa awal kemerdekaan bahkan sampai sekarang Bandung  menjadi tempat yang paling padat. Dari kondisi masyarakat yang majemuk dari berbagai bangsa datang ke Bandung menjadi daya tarik untuk perkembangan Jemaat Ahmadiyah di Kota Bandung.  Pa Wahid kemudian membeli tanah di daerah Astana Anyar untuk diwaqafkan sebagai mesjid.
Kecamatan Astana Anyar Kota Bandung sudah ada sejak zaman Belanda, sudah menjadi daerah yang ramai. Kondisi yang strategis inilah yang mendorong Khalifah  jemaat Ahmadiyah pada waktu itu memilih Bandung, untuk mendirikan cabang jemaat Ahmadiyah. Pemikiran Khalifah  jemaat Ahmadiyah kemudian terealisasi dengan semua potensi yang ada di jemaat dan lingkungan masyarakat di Bandung pada tahun 1948. Tahun  1948 di sekitar Astana Anyar belum ada satu mesjid pun yang dapat menampung umat Islam untuk sholat.  
Tidaklah heran bila melihat kondisi yang demikian  Khalifah  jemaat Ahmadiyah menginstruksikan pembuatan cabang di Bandung. Tahun demi tahun cabang di Bandung semakin banyak dan berkembang tidak hanya di Kota tetapi di kabupaten Bandung pun sudah berdiri cabang-cabang Jemaat Ahmadiyah. Lembang, Batujajar, Soreang Banjaran, Majalaya, Cicalengka.
Skripsi ini semoga bisa menjadi jembatan antara masyarakat Ilmiah dengan masyarakat pada umumnya dan Jemaat Ahmadiyah sebagai objek penelitian.


I.2  Rumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang  masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Adapun permasalahan pokok yang akan dikemukakan ialah:
“ Bagaimana latar belakang perkembangan Jemaat Ahmadiyah Astana Anyar  kota Bandung (1948-1980)”
Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian ini, maka diajukan beberapa pertanyaan sekaligus sebagai batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1.      Bagaimana latar belakang lahirnya jemaat Ahmadiyah Astana Anyar  ke Kota Bandung ?
2.      Bagaimana kegiatan jemaat Ahmadiyah Astana Anyar  di Kota Bandung dalam kurun waktu 1948-1980?
3.      Bagaimana dampak  gerakan Ahmadiyah Astana Anyar terhadap dinamika kehidupan keberagamaan masyarakat Kota Bandung?
4.      Faktor-faktor apa  yang mendukung dan menghambat perkembangan  gerakan Ahmadiyah Astana Anyar Kota Bandung?
I.3  Tujuan Penelitian
  1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penulisan yang relatif komprehensif dan akurat tengtang jemaat Ahmadiyah Kota Bandung
  2. Penelitian ini diharapkan akan dapat mengungkapkan fakta-fakta sejarah baru mengenai dinamika gerakan keagamaan dan pemikiran Islam di Indonesia pada abad ke-20, dengan melihat kasus Ahmadiyah.
  3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai penyempurnaan terhadap penelitian yang sejenis yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan modal dalam penelitian sejenis, baik dalam masalah yang sama maupun berbeda.
I.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diperoleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penulisan yang relative konprehensif dan akurat tentang jemaat Ahmadiyah Astana Anyar .
  2. Penelitian ini diharapkan akan dapat mengungkapkan fakta-fakta sejarah yang baru mengenai gerakan keagamaan dan pemikiran Islam dengan melihat kasus Ahmadiyah di Kota Bandung
  3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai penyempurnaan terhadap penelitian yang sejenis yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan modal dalam penelitian sejenis, baik dalam masalah yang sama maupun yang beda.

I.5 Metode Penelitian dan Teknik Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Metode ini lazim digunakan dalam penelitian sejarah. Melalui metode ini dilakukan suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1965:32). Adapun langkah-langkah penelitian ini mengacu pada proses metodologi penelitian dalam penelitian sejarah, yang mengandung empat langkah penting.
  • Heuristik, merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam proses mencari sumber-sumber ini, penulis mendatangi berbagai perpustakaan, seperti perpustakaan UPI, dan Perpustakaan masjid An Nashir dan Masjid Mubarak. Selain itu penulis pun mencari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, seperti membeli buku-buku di Gramedia, Palasasri, dan mencari sumber-sumber melalui internet. Majalah Sinar Islam Dari Tahun 1965-1984.
  • Kritik, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, baik isi maupun bentuknya (internal dan eksternal). Kritik internal dilakukan oleh penulis untuk melihat layak tidaknya isi dari sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian dan penulisan. Kritik eksternal dilakukan oleh penulis untuk melihat bentuk dari sumber tersebut. Dalam tahap ini, penulis berusaha melakukan penelitian terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
  • Interpretasi, dalam hal ini penulis memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Kegiatan penafisran ini dilakukan dengan jalan menafsirkan fakta dan data dengan konsep-konsep dan teori-teori yang telah diteliti oleh penulis sebelumnya. Penulis juga melakukan pemberian makna terhadap fakta dan data yang kemudian disusun, ditafsirkan, dan dihubungkan satu sama lain. Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan selanjutnya dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar penyusunan proposal ini. Misalnya, dalam kegiatan ini, penulis memberi penekanan penafsiran terhadap data dan fakta yang diperoleh dari sumber-sumber primer dan sekunder yang berkaitan dengan perkembangan jemaat Ahmadiyah, pemikiran-pemikiranya serta dampak yang ditimbulkan dalam perkembangan organisasi Islam, terutama pasca MUI mengeluarkan fatwa sesat terhadap Jemaat Ahmadiyah.
  • Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penulisan ini. Dalam hal ini penulis menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara menyusunnya dalam suatu tulisan yang jelas dalam bahasa yang sederhana dan menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.
(Sumber     : Helius Sjamsuddin, (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Tinggi Proyek Tenaga Akademik.)
2. teknik Penelitian dan Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
            Sebagai langkah awal penulis mengumpulkan sumber-sumber yang sesuai dengan fokus kajian penelitian, yang diperoleh dari berbagai sumber. Setelah itu, penulis menganalisis setiap sumber yang penulis peroleh dengan membanding sumber yang satu dengan yang lain sehingga diperoleh data-data yang penulis anggap otentik. Kemudian data-data tersebut penulis paparkan dalam bentuk tulisan.
b. Wawancara
            Adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirai, harapan, persepsi, keinginan dan lain-lain. Dari individu atau responden yang terkait dengan masalah yang diteliti, melalui pertanyaan yang diajukan kepada responden oleh peneliti.
c. Studi Dokumentasi
            Penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman baik gambar, suara, tulisan dan lain-lain. Bentuk rekaman biasanya dikenal dengan analisis dokumen/analisis isi.
I.6 Sistematika Penulisan
Secara garis besar penelitian ini dibagi dalam lima bab, masing-masing bab terkait satu sama lain dan merupakan keutuhan tentang Perkembangan jemaat Ahmadiyah Astana Anyar.
BAB I PENDAHULUAN
 Dalam bab ini diungkapkan latar belakang dan alasan pemilihan judul, masalah pokok yang akan dibahas, maksud dan tujuan, metode yang digunakan termasuk teknik pengumpulan dan sumber data. Dalam bab ini diakhiri dengan  pembahasan sistematika penulisan.
BAB II  TINJAUAN PUSTAKA
Yaitu berisi pemaparan beberapa rujukan, literatur tertulis yang relevan dengan penelitian yang dikaji titik beratnya antara lain mengenai perkembangan jemaat Ahmadiyah. Literatur yang penulis dapatkan selain dari intern Ahmadiyah. Penulis juga mengambil literatur dari ekstern Ahmadiyah. Penulis kemudian memberi klasifikasi literatur ada yang bersifat Ilmiah dan yang kontra. Hal tersebut dilakukan guna mendapatkan suatu tulisan yang Ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan.
BAB III  METODOLOGI PENELITIAN
Membahas mengenai langkah-langkah metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mencari sumber, cara pengolahan sumber serta analisis dan cara penulisannya.
Dalam penulisan yang lazim dalam penelitian sejarah ada empat tahapan; Heuristik, Kritik, Interpretasi, Historiografi. Langkah terakhir dalam penelitian adalah laporan hasil penelitian, proses ini merupakan tahap akhir dari penelitian. Pada tahap ini, seluruh hasil penelitian yang telah diperoleh penulis, kemudian disusun menjadi suatu karya tulis ilmiah yang sistematis dalam bentuk skripsi.
BAB IV JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR  KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
            Pada bab ini terlebih dahulu dibahas biografi pendiri jemaat Ahmadiyah, sebagai awal dari titik tolak pembahasan Jemaat Ahmadiyah Astana Anyar kota Bandung 1948-1980. selain itu, dibahas juga konsep-konsep yang diajarkan oleh pendiri jemaat Ahmadiyah. Konsep-konsep tersebut antara lain: masalah Imam Mahdi, Wahyu, Khalifah dan Jihad.
            Pembahasan selanjutnya yakni mengenai sekilas awal masuknya Ahmadiyah ke Indonesia. Setelah dibahas mengenai biografi pendiri kemudian awal masuk Ahmadiyah ke Indonesia, barulah penulis memaparkan fokus kajian utama dari penulisan. Kajian utama dalam penulisan adalah Sejarah dan perkembangan jemaat Ahmadiyah Astana Anyar Kota Bandung 1948-1980. dalam pembahasan ini penulis memaparkan awal masuk Ahmadiyah ke Kota Bandung, peranan jemaat Ahmadiyah dan faktor pendukung dan faktor penghambat perkembangan jemaat Ahmadiyah. 
BAB V KESIMPULAN
            Akan mengemukakan kesimpulan yang merupakan jawaban dan analisis penulis terhadap masalah-masalah secara keseluruhan. Hasil temuan akhir ini merupakan pandangan  peneliti tentang inti dari pembahasan penulisan skripsi.
JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR  KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA


















Oleh :
Fajri Hamjah
043369




JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Kajian pustaka sangat penting dalam suatu karya Imiah, karena melalui kajian pustaka ditunjukan “the state of the art” dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Fungsi lain dari kajian pustaka adalah sebagai landasan teoritik dalam analisis temuan. Seperti yang termuat dalam pedoman penulisan karya ilmiah (2004). Kajian pustaka harus memuat hal-hal berikut :
a). Apakah teori-teori utama dan teori turunannya dalam bidang yang dikaji,
b). Apa yang telah dilakukan oleh orang lain atau peneliti lain dalam bidang yang diteliti, bagaimana mereka melakukannya (prosedur, subyek), dan temuannya.
            Dari prosedur penulisan karya ilmiah di atas penulis mencoba mengkaji beberapa teori yang berkaitan dengan bidang yang penulis kaji yakni Gerakan Islam, Gerakan Sempalan, Ahmadiyah serta penelitian  terkait yang dilakukan oleh orang lain.

2.1  Gerakan Islam.
            Buku pertama yang penulis gunakan adalah karangan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi. Dengan judul Kebangkitan Gerakan Islam: Dari Masa Transisi Menuju Kematangan. Buku ini berisi analisa dari Syaikh Yusuf al-Qaradhawi tentang kriteria kebangkitan Islam. Beliau memberikan sepuluh analisa dari corak beberapa ORMAS Islam. Bagi penulis buku ini sangat berguna sekali dalam rangka memberikan gambaran atau dasar-dasar bagi organisasi yang mengatasnamakan kebangkitan Islam. Kelebihan dari Syaikh Yusuf al-Qaradhawi adalah beliau sama sekali tidak menyinggung satu ORMAS-pun dalam tulisan beliau. Tetapi beliau memberikan rambu-rambu bagi setiap ORMAS Islam dalam berkiprah dalam bidang pergerakan Islam. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi tidak pernah menyudutkan satu ORMAS Islam pun dalam bukunya.
            Kontribusi buku karangan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi adalah memberikan cakrawala berfikir bagi penulis dalam rangka menyikapi beberapa fenomena gerakan Islam baik lokal maupun internasional. Seperti gerakan Islam lokal yang banyak seperti sekarang ini. Seperti NU, Muhammadiyah, Masyumi, Persis. Juga gerakan Islam pasca reformasi seperti masuknya HTI, Ikhwanul Muslimin dan sebagainya semunya memberikan warna dalam pekembangan pergerakan yang mengusung nama Islam.
            Sumber kedua yang penulis gunakan adalah tulisan dari makalah M Hilaly Basya. Judul dari makalahnya adalah NU & Gerakan Islam Transformatif Oleh M Hilaly Basya. M Hilaly Basya dalam makalahnya memaparkan hasil temuan dari Muktamar NU ke-31 yang dilaksanakan pada 28 November – 2 Desember 2004. dalam Muktamar tersebut dijelaskan seharusnya NU lebih menitik beratkan pemberdayaan masyarakat NU. NU tidak boleh berpolitik praktis, perjuangan NU harus menegaskan bahwa  bahwa Islam yang berorientasi ritual, telah mengebiri ideologi emansipatorisnya.
            Kontribusi untuk skripsi bagi penulis adalah bahwa dalam makalah M Hilaly Basya NU sebaiknya lebih membina mental umat daripada NU terjun ke dunia politik. Hal ini sesuai sekali dengan pola dan arah kebijakan dari gerakan jemaat Ahmadiyah bahwa kebangkitan Islam akan terjadi bukan dengan cara-cara yang ditempuh oleh ORMAS Islam saat ini. Kebangkitan Islam akan terjadi dengan melakukan emansipasi harkat manusia. Islam di awal pertumbuhannya, mendekonstruksi perbudakan yang saat itu dianggap sebagai sesuatu yang lumrah. Lantaran itulah, kelompok yang memusuhi Muhammad saw dan umat Islam saat itu adalah bangsawan Quraisy, sebab mereka terusik. Gerakan Islam saat itu mengancam tatanan sosial-politik yang menguntungkan mereka. Begitupun gerakan Islam Ahmadiyah dari awal berdiri sampai sekarang lebih menitik beratkan pada pemberdayaan umat baik kalangan jemaat maupun luar jemaat.
            NU atau ORMAS Islam lainnya harus menegaskan peran agama dalam merespon problem sosial yang eksploitatif dan tidak adil itu. dinamika sosial yang berubah sangat cepat akibat modernisasi telah menciptakan kesenjangan sosial yang sangat tajam. Kesenjangan itu tercipta, tidak semata-mata secara kultural. Kemiskinan yang menimpa sebagian besar rakyat Indonesia misalnya, bukan semata-mata disebabkan oleh kemalasan rakyat, ada sebuah sistem yang mengkonstruksinya, sehingga kemiskinan menjadi harga yang harus dibayar oleh sebagian besar rakyat.  Dengan kata lain, kesenjangan dan kemiskinan terjadi secara struktural. Dalam kaitannya dengan hal ini, sesungguhnya Al-Qur’an banyak berbicara dan menggugat tentang kemiskinan struktural. Dan raison d’etre Islam sendiri, salah satunya atau bahkan utamanya adalah menggugat kemiskinan struktural ini.
            Sumber ketiga yang penulis gunakan adalah tulisan Donny Sofyan SS, dengan judul Fundamentalisme Keagamaan dalam Perspektif Kebudayaan. Dalam makalahnya Donny Sofyan SS memberikan gambaran tiga kategori dalam menjelaskan bagaimana umat, memaknai agama dan peran umat beragama di dalam kehidupan sosio-politik. Pertama, kategori yang mengikuti pola paradigma substantif. Kedua, kategori yang dalam hal-hal tertentu memiliki paradigma sekuleristik, dan ketiga, kategori kelompok yang secara formalistik bersesuaian dengan faham fundamentalis, terutama ketika dihadapkan kepadanya tentang relasi antara agama dan negara .
                kontribusi dalam penulisan skripsi adalah bahwa tiga ketegori yang dikemukakan oleh Donny Sofyan SS, telah memberikan gambaran bagaimana kedudukan gerakan jemaat Ahmadiyah bila ditinjau dari sudut pandang apakah gerakan jemaat termasuk gerakan fundamentalis atau bukan gerakan fundamentalis. Karena kebanyakan para ahli menafsirkan bahwa gerakan fundamentalis merupakan gerakan Islam yang tidak pro pemerintah dan berusaha untuk mengganti pemerintahan yang sekuler dengan pemerintahan Islam. Donny Sofyan SS, memberikan skema gerakan Fundamentalis adalah sebagai berikut: Gerakan Politik kekuasaan Ikhwanul Muslimin (Mesir), Jama’ah Islamiyah (Pakistan), Gerakan Pemikiran Keagamaan Model Syiah (Iran) dan Puritanisme Wahabiah (Timur Tengah dan Arab Saudi).
            Penulis melihat bahwa tidak semua gerakan tersebut berbahaya atau tidak pro pemerintah. Donny Sofyan SS, lebih memberikan gambaran negatif dari gerakan Islam seperti disebutkan diatas. Donny Sofyan SS, lebih menitik beratkan dari sisi negatifnya dan tidak menunjukan sisi baiknya.
           Sumber keempat yang penulis gunakan adalah makalah dari Nawal Sa’dawi. Penulis adalah Mahasiswa Ph.D di bidang political and religious anthropology di Boston University. Judul maklahnya adalah there are no secular states. All states are religious.”  Dalam makalahnya Nawal Sa’dawi memberikan kritikan kepada para elit politik di era abad ke-20. para elit politik menjelang pemilihan wakil rakyat yang duduk di parlemen telah banyak menggunakan simbol keagamaan. Hal ini berlaku juga buntuk semua negara. Nawal Sa’dawi mencontohkan bagimana elit politik menjelang pemilu mendekati masyarakat dan seolah-olah mereka peduli terhadap keberlangsungan agama. Tentu saja kondisi sosial demikian telah merubah teori klasik dari para Ahli Ilmu Sosial yang mengatakan agama merupakan sarana penghambat modernisasi. Justru di abad sekarang pertumbuhan dan perkembangan pemerintah sangat disokong oleh simbol-simbol keagamaan. Pada pra 1980 rezim Soeharto sangat anti terhadap segala hal berbau agama. Tetapi pasca tahun 1980-1990 rezim Soeharto mulai lunak selama ORMAS Islam tidak membahayakan pemerintahan ORBA.
           Kontribusi dari tulisan Nawal Sa’dawi dalam penulisan ini adalah peran serta pemerintah dalam keberlangsunagn ORMAS Islam sangat menentukan. Pemerintah dapat memberikan lampu hijau bagi setiap ORMAS apabila ORMAS tersebut bisa diajak kompromi dengan pemerintah. Banyak kebijakan pemerintah yang mendukung terhadap perkembangan jemaat Ahmadiyah. Hal ini karena ORMAS ini tidak pernah berniat untuk merubah Konstitusi negara. Dari hal inilah pada zaman ORBA Ahmadiyah sedikit berkembang sekalipun dalam bayang-banyang pemerintah.
            Kekurangan dari tulisan ini adalah Nawal Sa’dawi tidak memperhatiakn bahwa realitas dari suatu ORMAS Islam yang sudah terjun dalam dunia politik lambat laun akan kehilangan identitas ke-Islaman yang mereka pegang dari awal. Agama bila sudah dalam bursa politik akan kehilangan wibawanya sekalipun ajaran agamanya bagus tetapi subjeknya menjadi tidak terkontrol karena yang dilihat bukan ajaran agama justru jabatan dan sebagainya.
           Sumber kelima yang penulis gunakan adalah makalah dari Alfan Alfian M. Peneliti Katalis dan ACG Consulting Group, Jakarta. Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia. Dengan judul Momentum Kebangkitan Islam Mederat. Tulisan ini dilatar belakangi oleh kondisi Objektif saat ini kalangan umat Islam dalam merealisasikan ajaran agamanya cenderung menggunakan kekerasan. ORMAS Islam seperti ini sering berdalih bahwa kegiatan yang dilakukannya semata-mata untuk melindungi umat Islam dari pengaruh kamaksiatan. Kasus yang paling mencuat di sekitar tahun 2001 tidak sedikit kasus yang menimbulkan keresahan dari oknum ORMAS Islam yang melakukan perbuatan kekerasan terhadap beberapa kelompok keagamaan yang diluar mereka. Baik Islam maupun non Islam, sehingga Islam dimata dunia internasional dicap sebagai agama teror.
           Kontribusi untuk skripsi ini adalah penulis dapat membandingkan beberapa ORMAS Islam yang ada di Indonesia umumnya dan di Bandung Khususnya sekitar tahun 1948-1980. ORMAS Islam di Bandung Khususnya telah mengalami pasang surut baik segi pergerakan maupun segi amalan lainnya. Penulis melihat kebanyakan ORMAS Islam sekarang yang ada di Indonesia sudah mulai senang dengan masuk dalam tataran politik praktis. Salah satu dengan mendirikan parpol, elit keagamaan sudah sibuk dengan mencari kedudukan untuk bisa menjadi anggota dewan dan sebagainya. Hal ini ironis sekali terkadang untuk meraih sejumlah pendukung mereka tidak segan-segan melakukan intrik terhadap ORMAS Islam yang minoritas.
           Kekurangan dari tulisan di atas adalah Alfan Alfian M, tidak terlalu mengekspos Islam yang moderat dan seolah kurang mampu menjawab banyak pertanyaan seputar realitas dinamika ke-Islaman dan ke-Indonesiaan belakangan, kecuali lewat wacana-wacana semata. Inilah yang membuat kelompok fundamentalis-radikal mengerucut, seolah mengambil-alih hal-hal yang di lapangan tidak dilakukan kalangan moderat. Maka, dalam konteks ini perlu ada agenda nyata dari kalangan moderat, tak sekadar bergelut di dataran wacana, tetapi juga aksi nyata di lapangan. Mereka lebih dulu harus merapatkan barisan, antara sesama elemen Islam moderat, mengingat tugas berat, meneguhkan peran positif Islam dalam merajut keharmonisan dalam konteks multikulturalisme Indonesia.
           Sumber keenam yang penulis gunakan adalah buku terjemahan dari pemikiran hasan Al- Banna. Penulis Prof. Dr. Abdul Hamid Al-Ghazali, Penerjemah: Wahid Ahmadi dan Jasiman Lc Judul Asli : Haula Asasiyat Al-Masyru’ Al-Islam Linahdhah Al-Ummah ( Qiraah fi Fikr AlImam Asy-Syahid Hasan Al-Banna ) / MERETAS JALAN KEBANGKITAN ISLAM;PETA PEMIKIRAN  HASAN AL-BANA.
           Pada bab I buku ni mengungkapkan Metodologi Proyek Kebangkitan, yang isinya antara lain dasar-dasar Metodologi Proyek Kebangkitan, Studi Sejarah, sebagai teropong empirik untuk mengenal berbagai  gerakan; Studi Realitas dan melihat Prospek Kebangkitan baru. Pada bab II berupa seruan menuju proyek kebangkitan yang didalamnya menjelaskan tentang: landasan karakteristik da’wah; referensi proyek kebangkitan; tujuan dan unsur da’wah; dan bangunan Tarbiyah dalam da’wah. Pada bab III memuat tentang mendirikan negara teladan, yang didalamnya mengupas tentang: Fondasi bangunan negara dan slogan-slogan operasionalnya; pemikiran politik memuat konsepsi-konsepsi ‘Urubah, Wathaniyah, Qoumiyah, dan Alamiyah; aktivitas politik; program politik; politik negara; dan aspek peradaban negara.
           Kontribusi buku ini adalah penulis dapat membandingkan konsep-konsep yang dipegang oleh Hasan Al Banna terhadap kemajuan dan perkembangan Islam.
Proses yang dilakukan oleh Imam Hasan Al Banna dalam mengupayakan kebangkitan Islam, melalui : Pertama, mengadakan identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh ummat Islam. Kedua, hasil identifikasi itu, kemudian dirumuskan peta pemikiran, dengan sekaligus perencanaan gerakan ( yang menyangkut strategi & taktik perjuangannya ). Ketiga, secara pribadi menyiapkan diri untuk memimpin gerakan kebangkitan Islam. Keempat, terjun langsung memimpin gerakan kebangkitan Islam dengan pendekatan “menghidupkan kembali ruhul Islam yang telah mengalir di tubuh ummat “, Ruhul Islam itu akan dapat terus dihayati oleh ummat apabila Al Qur’an tidak sekedar dibaca, akan tetapi difahami maknanya, dan diterjemahkan dalam realitas kehidupannmanusia.
           Kekurangan dari buku ini adalah bahwa Hasan Al Banna lebih menitik beratkan pembaharuan dalam bidang politik saja. Bagaimana cara menumbangkan sistem pemerintahan dan diganti dengan sistem Islam. Padahal kalau kita mencontoh Rasulullah bagaimana Islam bisa jaya tidak membangun fondasi kenegaraan tetapi membangun mental masyarakat supaya sesuai dengan Islam. Kondisi ini hampir di semua kalangan para pemikir Islam di abad ini.
                Sumber ketujuh tulisan Hamid Fahmy Zarkasyi (Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) ) hasil dari seminar dengan judul Meninjau Kembali Gerakan Religio-Politik Islam.  Dihadiri   oleh  30 pakar Islam dari berbagai Negara menyoroti fenomena geliat politik umat Islam di Asia pasca 11 september 2001. Dimasa depan politik Islam akan berada di tangan kelompok non-liberal. Bukan kelompok radikal liberal.
           Seminar diarahkan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok dalam gerakan politik Islam baru kemudian mengkaji kelompok mana yang akan memimpin dimasa depan. Namun, dalam mengidentifikasi kelompok para peserta mempersoalkan klasifikasi umat Islam yang selama ini didominasi oleh stigma Barat.

            Masalah yang mendasar sebelum mengkaji gerakan politik Islam adalah meninjau hubungan konseptual demokrasi, sekularisme dan Islam. Yang menjadi pertanyaan penting adalah apakah Islam dan demokrasi itu sesuai (compatible). Bagi Dr. Syed Ali Tawfik al-Attas, istilah demokrasi dan juga sekularisme yang kini mulai dipertanyakan sebagai standar kehidupan politik modern, sebenarnya membingungkan ketika harus didefinisikan. Sebab definisi pun tergantung kepada cara pandang masing-masing ilmuwan. Namun, kajian serius tentang kedua prinsip itu ujung-ujungnya adalah kebebasan dan keadilan, kesimpulan yang sama ketika orang mengkaji politik Islam, meskipun dalam pengertian yang berbeda. Namun ini tidak berarti bahwa sistem demokrasi Barat sepenuhnya sesuai dengan Islam.
           Kontribusi hasil dari seminar tersebut dalam rangka penulisan skripsi ini adalah cara pandang Islam yang dikemukakan oleh sebagian dari ORMAS Islam yang bergerak radikal dan dalam tataran politik tidak akan langgeng lambat laun akan tidak diminati dan akan tergerus dengan kemajuan zaman. Sebagai contoh Masyumi, SI dan lainnya lambat laun akan kehilanagn pamornya sesuai dengan kemajuan zaman. Begitupun ORMAS Islam yang hadir pada zaman ORBA, seperti PPP, Muhammadiyah dan lainnya sekarang sudah mulai tersisihkan dengan pendatang baru. Penulis melihat bahwa hampir semua Ormas Islam yang sudah bergerak dalam bidang politik tidak akan bertahan lama. Tetapi penulis melihat jemaat Ahmadiyah yang tidak masuk dalam arena politik dapat bertahan sampai sekarang tanpa menghilangkan identitas aslinya. Sekalipun berjalan perlahan tetapi perkembangannya terus berlanjut.
           Sumber kedelapan yang penulis gunakan adalah dari kitab yang dipegang oleh kalangan HTI MEMBENTUK PARTAI POLITIK ISLAM SEJATI (TELAAH KITAB AL-TAKATTUL AL-HIZBIY). Gambaran isi kitab itu adalah debagai berikut: al-Takattul (2001) Kitab ini pada dasarnya ingin menyampaikan 3 (tiga) penjelasan mendasar menyangkut gerakan Islam yang bertujuan membangkitkan umat Islam. Tiga penjelasan itu adalah mengenai :
Pertama, faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya berbagai gerakan, dari sisi pembentukan keorganisasiannya (hal. 1-21).
Kedua, tatacara pembentukan partai politik yang sahih (hal. 22-30)
Ketiga, tahapan kerja partai, hambatan-hambatan, serta bahaya-bahaya yang akan dihadapinya (hal. 30-53). Berikut ini uraiannya.
           Kontribusi dalam skripsi adalah kitab ini sebagai pembanding dalam rangka gagasan-gagasan untuk membentuk masyarakat Islam yang sejati. Serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi  untuk menuju masyarkat Islam yang sejati. Konsep HTI lebih menitik beratkan pada pembentukan Partai Politik.
              Kekurangan dari kitab HTI itu adalah untuk mencapai masyarakat muslim sejati yakni dengan partai politik. Dalam pandangan penulis HTI tidak sejalan dengan tatanan yang digariskan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW dalam rangkang membangun masyarakat Muslim yakni dengan membina masyarakat dari segi mental dan spiritual. Sedangkan HTI lebih suka dengan membangun struktur politik sedangkan Islam yang dibangun oleh Nabi Muhammad bertolak belakang dengan keinginan dari HTI.
           
2.2  Gerakan sempalan
            Sumber kesembilan adalah makalah dari Martin van Bruinessen dengan judul Gerakan Sempalan.  Dalam makalah ini Martin van Bruinessen memberikan batasan-batasan untuk arti dari gerakan sempalan, kalsifikasi gerakan sempalan dan dampak dari gerkan sempalan. Martin van Bruinessen dalam memberikan klasifikasi tersebut dengan menggunakan aspek sosiologis.
            Kontribusi dari makalah Martin van Bruinessen adalah menjadi patokan bagi setiap ahli dalam meneliti setiap gerakan sempalan baik yang ada di Indonesia maupun dari luar. Maka dari itulah tulisan dari  Martin van Bruinessen menjadi tulisan yang sangat berharga untuk memberikan patokan dalam menilai apakah jemaat Ahmadiyah termasuk dalam salah satu dari sepuluh kategori gerakan sempalan yang dikemukakan oleh Martin van Bruinessen. Karena Martin van Bruinessen memberikan sepuluh criteria gerakan sempalan yang ada di Indonesia bila dilihat dari aspek sosiologisnya. Hal ini menjadi sangat menarik karena dalam penilaian Martin van Bruinessen tidak memberikan justifikasi sesat atau yang lainnya. Karena dalam pandangan Martin van Bruinessen di Indonesia adalah mayoritas NU sehingga pandangan masyarakat yang di luar NU adalah semplan dan sesat. Inilah fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia.
            Sumber ke sepuluh adalah merupakan kutipan dari wawancara dengan Jaludin rahmat dengan judul wawancara Serahkan Soal Sempalan ke Mekanisme Free Market of Ideas.  Kutipan dari inti wawancara itu adalah Orang yang mencari kebenaran dan tidak menemukannya, kata Imam Ali, lebih baik daripada yang mencari kebatilan dan menemukannya. Artinya, usaha serius mereka itu harus kita hargai. Jadi bukan harus kita kriminalisasikan. Nanti sejarahlah yang akan menentukan. Marilah itu semua kita serahkan kepada mekanisme free market of ideas atau pasar bebas ide. Kelompok-kelompok sempalan tidak harus dikriminalisasi. Biarkan sejarah yang membuktikan apakah mereka benar dan akan tetap eksis atau menjadi buih lalu pergi. Mekanisme pasar bebas ide juga perlu diberlakukan dalam menyikapi kelompok ini. Demikian pendapat Jalaluddin Rakhmat dalam perbincangannya dengan Kajian Islam Utan Kayu (KIUK), Kamis (8/11) lalu, di Kantor Berita Radio 68H Jakarta.
            Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah pandangan Jalaludin Rahma sangat moderat penuh kebijaksanaan dalam memandang fenomena keagamaan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Salah satu kasus Amadiyah Jalaludin lebih bersikap netral dengan pandanagn yang ringan bila suatu ORMAS itu sesat maka lambat laun akan hilang dengan sendirinya seperti buih di lautan. Ini menjadi pelajaran bagi semua ORMAS untuk menjaga diri dan tidak saling memfitnah atau membuat suatu perbuatan yang akan merusak kehidupan bermasyarakat.
            Sumber kesebelas yang penulis gunakan adalah artikel yang ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi dengan judul artikelnya Mu’tazilah Sekte Sesat Pemuja Akal. Dalam Artikel ini Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi memberikan gambaran mengenai akidah yang dinaut oleh sekte Mu’tazilah, sejarah dari sekte ini dan asas serta landasan dari Mu’tazilah.
            Kontribusi untuk penulisan skripsi ini adalah sekalipin tulisan ini hanya berbentuk artikel tetapi dalam artikel ini memuat beberapaa poin penting yang menggambarkan sekte Mu’tazilah, awal perkembangan serta landasan dari sekte ini. Sehingga penulis mendapat gambaran mengapa awal perkembangan Mu’tazilah banyak ditentang, karena Mu’tazilah dianggap berbeda dengan mayoritas masyarakat. Hal ini berlaku juga dalam jemaat Ahmadiyah ketika berkembang banyak ditentang karena keyakinan yang dibawa oleh jemaat Ahmadiyah dianggap bertentangan dengan golongan Islam yang mayoritas. Sehingga bila dilihat ada kesamaan corak kehidupan masyarakat antara awal perkembangan sekte Mu’tazilah dan perkembangan Ahmadiyah banyak ditentang. Tetapi lambat laun sekte Mu’tazilah tidak diperbincangkan lagi dan tidak dianggap sesat. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh jalaludin Rahmat bahwa untuk masalah aliran atau sekte tidak usah diperbincangkan biarlah mereka berlalu kalu mereka sesat atau tidak benar akan hilang seperti buih dilautan. Dalam hal aliran keagmaan manusia tidak mempunya otoritas untuk memvonis.
            Adapun kelemahan dari tulisn Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi. Tulisan ini bersifat subjektif dalam memberikan vonis. Hanya dilihat dari sudut pandang Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi sehingga beliau memberikan kesan negative terhadap terhadap sekte Mu’tazilah. Padahal bila dilihat secara aspek sosiologis sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Martin van Bruinessen, tidaklah perlu untuk memvonis.
            Sumber yang ketiga belas yang penulis gunakan adalah petikan khutbah dari Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi Beliau menyoroti gekan Jamaah Tabligh, sorotan yang dikemukakan Oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi  adalah dari kitab Kitab Fadha`il Al-A’mal dalam Timbangan As-Sunnah.  Menurut sorotan ustadz tersebut kitab ini menjadi rujukan yang sangat penting bagi Jamaah Tabligh untuk mengkader anggotanya. Adapun ini dari kitab ini dalam mengungkapkan hadits lebih banyak tanpa memasuknya perawinya. Tetapi langsung kepada isi dari hadits itu. Sehingga akan sangat sulit untuk menelah dari sanad dan matannya.
            Kontribusi untuk penulisan skripsi ini adalah gerakan jamaah Tabligh di Kota Bandung tergolong giat. Sekalipun mereka cenderung untuk menutup diri. Hal ini memiliki kesamaan dengan pola yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah di bandung. Seperti pola pengkaderan dari mesjid-ke mesjid. Namun ada yng berdeda kalu jemaah tabligh belum memilki mesjid yang dibangun sendiri sedangkan jemaat Ahmadiyah telah emilki bangunan mesjid yang dibangun oleh angota jemaatnya.
            Sumber keempat belas adalah buku terjemahan dengan judul aslinya urkah Hasan Al Banna wa Ahammul Waritsin. Penerjemah Ustadz Ahmad Hamdani Ibnul Muslim. Dalam buku ini dijelaskan peranan Hasan Al Banna dan sayyid Quthub di Mesir dalam era pmerintahan gamal Abdul Nasser. Hasan Al Banna dan sayyid Quthub, berusaha untuk merubah tatanan pemerintahan di Mesir dengan pola pemerintahan Islam. Dalam upayanya dengan membuat gerakan Ikhwanul Muslimin. Upaya penggulingan pemerintahan tidak berhasil dan Hassan Al Banna meninggal. Namun dampak dari pergerakan Ikhwanul Muslimin ini terus berkembang.
            Kontribusi dari buku tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah pergerakan islam yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah sanagt berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Hasan Al Banna dan sayyid Quthub. Jemaat Ahmadiyah lebih memilih jalan untuk tidak merubah konstruksi Negara tetapi yang dirubah adalah akhlak dari warga Negara supaya sesuai dengan ajaran Islam. Jemaat Ahmadiyah dalam membangun masyarakat lebih menitik beratkan dari bawah atau dari warga masyarakat. Tetapi Ikhwanul Muslimin lebih memilih jalur dari atas terlebih dahulu atau menggunakan system structural.
            Kelemahan dari apa yang di kemukakan oleh Ikhwanul Muslimin tidak akan berhasil karena yang dirubah bukan masyarakat tetapi hanya sarana saja. Sedangkam SDM masyarakat di kesampingkan. Padahal yang paling penting adalah membina SDM dari warga Negara. Tidak perlu membuat Negara islam selama masyarakat dari warga tersebut belum Islami atau belum melaksanakan ajaran Islam. Penulis ingin memberikan gambaran bagaimana Aceh sekarang dengan menggunakan system pemerintahan Islam dalam mengurus daerahnya. Sampai saat ini belum ada hasil yang begitu maksimal, karena masyarkatnya belum terbina dengan baik.
            Sumber yang kelimabelas buku dengan judul Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin kabupaten Blora Jawa Tengah. Penulis Dra. Titi Mumfangati, dkk. Dalam buku tersebut Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan Saminisme; pertama, gerakan yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang sistem feodalisme dan kolonial dengan kekuatan agraris terselubung; kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan fisik yang mencolok; dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Kartodirjo, gerakan Samin adalah sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.
           Selain dari itu, dari segi ajaran, Ajaran Samin bersumber dari agama Hidhu-Dharma. Beberapa sempalan ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran). Secara historis ajaran Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh ajaran ke-Islaman yang berasal dari ajaran Syeh Siti Jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga patut di catat bahwa orang Samin merupakan bagian masyarakat yang berbudaya dan religius.
           Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa ajaran yang dikemukakan oleh Samin tersebut sekalipun terdapat sinkretisme antara ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha. Tetapi ada sesuatu yang menarik yakni dengan kepercayaan akan datangnya Ratu adil. Konsep tersebut dalam jemaat Ahmadiyah adalah suatu konsep yang sudah terealisasi dengan datangnya Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi. Konsep inilah yang menjadi salah satu persamaan sekalipun jalan yang ditempuh oleh ajaran Samin sangat berbeda.

2.3    Ahmadiyah
Buku yang  keenambelas yang   penulis gunakan adalah karya Muhammad Zafrullah Khan (1978) berbahasa Inggeris, buku ini berjudul “Ahmadiyyat The Renaissance of Islam, dalam buku ini dijelaskan  awal berdirinya Jemaat Ahmadiyah, yang didirikan pada bulan Maret 1889 oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) sampai pada penerus yang ke tiga yakni Hazrat Mirza Nasir Ahmad (1944-1965). Zafrullah Khan adalah seorang Ahmadi yang memiliki kedudukan yang tinggi baik di parlemen Pakistan maupun di PBB. Beliau menjadi hakim untuk masalah HAM, Beliau juga banyak memberikan kontribusi dalam pembelaan terhadap orang Palestina. Buku ini lebih menitik beratkan kondisi jemaat ahmadiyah di Pakistan serta peranan jemaat Ahmadiyah dalam dunia internasional.
Kontribusi dalam penulisan skripsi adalah buku karangan Zafrullah Khan bahwa tulisan dari Zafrullah adalah memberikan pernyataan bahwa jemat Ahmadiyah merupakan Renaissance of Islam. Dalam buku tersebut menjelaskan secara terinci keorganisasin yang adadalam jemaat Ahamdiyah. Serta dalam buku tersebut dimuat juga upaya penyelesaian konflik yang bersifat agama. Zafrullah Khan memberikan contoh kasus mengenai golongan minoritas harus dihargai dan diayomi.
Adapun kelemahan dari buku ini adalah dalam memberikan penjelasan terhadap kepemimpinan setiap Khalifah tidak terperinci, hanya berupa garis besar saja. Sehingga tidak begitu mudah untuk mengetahui gambaran kepemimpinan yang dipegang oleh setiap Khalifah dalam jemaat Ahmadiyah.
Buku yang ketujuh belas  penulis gunakan adalah karya Nur-ud-Din Muneer (1988), dialih bahasakan oleh Ram saleh, buku ini berjudul “Ahmadi Muslim”, dalam buku ini dijelaskan gambaran riwayat perjalanan Ahmadiyah, kebangkitannya hingga dapat dikenal, tujuan dan cita-citanya serta bagaimana dia dapat melaksanakan pekerjaan, mewujudkan hasratnya untuk kepentingan Islam dan apa pula hasilnya.
Kontribusi  buku ini memberikan gambaran perjalanan  jemaat Ahmadiyah mewujudkan segala program kerja. Hal ini sangat penting sebab setiap program kerja dalam semua wilayah atau semua cabang jemaat adalah sama. Tinggal mengukur seberapa sukses pertablighan dari semua anggota. Sehingga penulis dapat melihat sejauhmana perkembangan jemaat Ahmadiyah di bandung yang merupakan bagian dari beberapa cabang yang ada di seluruh dunia. Apakah telah memenuhi semua program dengan abaik atau sebaliknya.
Buku  yang kedelapanbelas yang  penulis gunakan adalah karya Syafi R Batuah (2007), buku ini berjudul”Nabi Isa Dari Palestina Ke Kashmir”,  dalam buku ini dijelaskan bahwa Mirza Ghulam Ahmad pendiri Jemaat Ahmadiyah Adalah Nabi Isa yang turun lagi untuk yang kedua kalinya, serta didalammnya menjelaskan bahwa Nabi Isa yang dahulu sudah wafat.
Buku ”Nabi Isa Dari Palestina Ke Kashmir”, sangat menarik karena buku ini merupakan salah satu dari ajaran atau isme pokok jemaat ahmadiyah bahwa nabi isa sudah meninggal dengan wajar dan kuburan Nabi Isa bisa dilihat di Kashmir. Buku ini membuktikan bahwa dalam penyelidikan ilmiah mayat yang ditemukan di Kashmir adalah nabi isa dengan beberapa bukti yang menguatkan. Dalam perkembangannya di Bandung Ahmadiyah telah bediskusi dengan ORMAS Islam yang terkenal di Bandung yakni Pembela Islam (Persis). Dalam dialog tersebut pihak Ahmadiyah menyatakan bahwa nabi Isa sudah meninggal. Sedangkan dari pihak Pembela Islam mengatakan nabi Isa belum meninggal.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah salah satu dari pokok keyakinan yang dipegang oleh jemaat Ahmadiyah adalah keyakinan bahwa nabi Isa sudah meninggal. Hal ini telah banyak menuai reaksi yang amat besar bagi dunia Islam dan Kristen. Karena jemaat Ahmadiyah telah dianggap nyeleneh dari keyakinan yang dianut oleh dua agama besar itu. Namun keyakinan dari jemaat Ahmadyah bahwa Nabi Isa sudah meninggal merupakan hal yang tidak bisa dirubah karena jemaat Ahmadiyah memiliki dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur’an dan juag dari Bible. Sehingga dalam penulisan skripsi ini konsep yang dipegang oleh jemaat Ahmadiyah akan terus dan tetap dibahas dan merupakan bagian dari karakterstik dari organisasi ini.
Buku yang kesembilanbelas  yang  penulis gunakan adalah karya Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, buku ini berjudul, “The Ahmadiyya Movement As The West sees It”, dalam buku ini dijelaskan pola penyebaran ajaran Ahmadiyah ke seluruh dunia dalam rangka menegakan kemurnian Islam. Masuk ke Indonesia tahun 1924 oleh Rahmat Ali. Sebenarnya buku ini merupakan buku yang dibuat oleh jemaat Ahmadiyah Lahore. Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, adalah sahabat Mirza Ghulam Ahmad. Namun, setelah wafatnya Mirza Ghulam Ahmad dan ketika terpilih Khalifah pertama Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, sudah nampak ketidak setian terhadap Khalifah. Puncak dari ketidak taatannya adalah ketika terpilih Khalifah kedua Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, tidak mau berbait.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah dalam buku yang ditulis oleh Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, memberikan inspirasi yang menarik. Karena beliau adalah orang yang memisahkan diri dari jemaat dan tidak mau mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan seorang Imam Mahdi. Dan dikemudian hari lebih dikenal dengan jemaat Ahmadiyah Lahore dengan pusat pekembangan di Indonesia adalah di Yogyakarta. Sedangkan yang penulis teliti adalah jemaat Ahmadiyah yang mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah sebagi sosok Imam Mahdi dan dikemudian hari lebih dikenal dengan Ahmadiyah Qadian.
Adapun kelemahan dari buku ini adalah bahwa  Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, dalam menyebarkan semua dakwahnya bersumber dari ajaran Mirza Ghulam Ahmad tetapi bila ada tulisan yang menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagi Imam Mahdi beliau tidak disampaikan kepada umat. Seharusnya Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B,  menjelaskan referensi dari buku yang didakwahkannya di Indonesia. Tetapi dalam hal ini penulis melihat bahwa sebetulnya dahulu Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, amat dekat dengan Mirza Ghulam Ahmad. Tetapi karena iri hati tidak terpilih menjadi khalifah kemudian beliau menjadi orang yang membelot. Untuk perkembangan di Indonesia ajaran Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B hanya lingkup Yogyakarta saja tidak pernah bertambah luas sekalipun dalam penyebaran masuk ke Indonesia ajaran yang dikembangkan lebih dahulu selisih dua tahun dengan yang disebarakan oleh jemaat Ahmadiyah yang memprcayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi.
Buku keduapuluh yang  penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad cetakan ke 6 (2003) buku ini berjudul, “Penampakan Kebesaran Tuhan”, dalam buku ini dijelaskan argumentasi kebenaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Nabi Isa yang dijanjikan.
Dalam buku tersebut dikemukakan syarat-sayarat sebagai seorang Imam Zaman. Menjadi seorang Imam Zaman harus meiliki kriteria berdasarkan apa yang sudah digariskan oleh Rasulullah. Selain membahas mengenai syarat-sayarat sebagai Imam Zaman Mirza Ghulam Ahmad juga memberikan gambaran perkembangan umat manusia khususnya agama Islam di kemudian hari bila mereka terus-menerus tidak mau percaya kalau Imam Mahdi sudah datang.
Dalam tulisan yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad penulis melihat bahwa yang dikemukakan oleh beliau adalah merupakan Ilham yang diterima beliau. Dalam hal ini kita tidak dapat memvonis apakah yang dikemukakan oleh beliau itu benar atau bukan. Sehingga dalam hal ini penulis lebih setuju apa yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat. Kita serahkan pada pasar. Dalam hal ini apa yang dikemukakan oleh Mirza Ghula Ahmad biarlah waktu yang akan menjawabnya. Sehingga didalam penulisan skripsi ini penulis hanya memberikan tanggapan kalau memang Mirza Ghulam Ahmad itu benar pasti akan langeng ajarannya. Kalau ajarannya salah pasti akan seperti buih di lautan. Hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh jalaludin Rahmat ketika diwawancara seputar Ahmadoyah dan ORMAS lainnya.
Buku yang keduapuluhsatu yang penulis gunakan adalah karya H,M Ahmad Cheema , HA, Sy, (1995), buku ini berjudul Khilafat telah berdiri, dalam buku ini dijelaskan sistem Khilafat dalam dunia Islam serta Khilafat telah berdiri, sistem khilafat ini sesuai dengan nubuwwatan Rasulullah SAW.
Dalam buku ini dijelasakan terbentuknya seuatu Khilafat bukanlah manusia yang menjadikan atau yang mendirikan suatu lembaga Khilafat. Tetapi dalam hal ini hanya Allah SWT yang akan membuat Khilafat. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an. Allah akan menurunkan seorang Kholifah bagi kaum yang beraqwa.
Kontribusi dalam penulisan Skripsi ini adalah apa yang dipaparkan oleh jemaat Ahmadiyah tentang Khilafat telah berdiri merupakan bagian dari dakwah yang tidak terpisakan dalam jemaat Ahmadiyah. Seperti yang sudah dikemukakan di atas tentang keyakinan nabi Isa sudah wafat begitupun masalah Khilafat setiap anggota jemaat sudah mengenal dan merupakan bagian dari dakwahnya. Hal ini terbukti dari fakta yang terjadi ketika perkembangan jemaat Ahmadiyah di Bandung periode 1948-1980. masalah Khilafat merupakan bagian dari dakwah yang tidak terpisahkan. Hal ini apt dilihat dalam setiap pertemuan tahunan.
Adapun tanggapan yang penulis ajukan adalah penulis melihat fenomena saat ini yang mengajukan tentang Khilafat Bukan dari jemaat Ahmadiyah saja bahkan dari HTI di awal tahun 1990, mulai mengemuka. Penulis bagaimana jemaat ahmadiyah menyikapi fenomena tersebut. Sekalipun dalam hal ini HTI mengenai Khilafat baru sebatas konsep saja. Sedangkan jemaat Ahmadiyah sudah dalam tataran praktek dan sudah terbentuk Khilafat. Dalam hal ini penulis hanya bisa melihat ternyata masyarakat Muslim saat ini memang sudah memerlukan atau sudah menyadari arti penting dengan adanya seorang pemimpin sentral dalam agama Islam untuk seluruh dunia. Meskipun dalam pandangan yang berbeda-beda. Baik HTI dan jemaat Ahmadiyah keduanya memiliki simpatasan-simpatisannya.
Buku yang keduapuluhdua penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, cetakan ke sembilanbelas (2006), buku ini berjudul “ Apakah Ahmadiyah Itu’’, dalam buku ini merupakan jawaban dari prasangka orang-orang Islam kepada Ahmadiyah.
Dalam buku ini dijelaskan mengenai konsep yang dipegang oleh Ahmadiyah. Serta apa yang diyakini dan diamalkan oleh Ahmadiyah sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah dan Allah SWT. Jemaat Ahmdiyah memiliki dasar dalam keyakinan yang dianutnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Dalam buku ini juga dipaparkan beberapa tuduhan yang menyudutkan jemaat Ahmadiyah. serta alasan kaum lain yang non Ahmadiyah menyatakan pernyataan tersebut.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah buku yang ditulis oleh Hazrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, sangat membantu bagi penulis untuk melihat dari sudut pandang jemaat Ahmadiyah dalam rangka menykapi dari semua pernyataan yang dialamatkan kepada jemaat Ahmadiyah. pihak non Ahmadiyah dalam memberikan pernyataan terhadap jemaat Ahmadiyah berdasarkan pemahaman yang dianutnya, dalam hal ini pihak jemaat untuk memberikan klarifikasi berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga penulis dalam membandingkan setiap pernyataan dari kedua belah pihak menggunakan dasar Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam hal ini penulis lebih tertarik bukan kepada kelemahan dari buku ini tetapi bagaimana masyarakat nonAhmadiyah kebanyakan belum mengenal buku yang berjudul Apakah Ahmadiyah Itu. Sehingga penulis lebih tertarik kepada pihak non Ahmadiyah dalam menyikapai buku tersebut pasti ada yang pro dan kontra. Hal ini sesuai dari sudut pandang yang dianutnya.
Buku yang kedupuluhtiga penulis gunakan adalah Karya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, cetakan kelima (2004), buku ini berjudul, “Perlunya Seorang Imam Zaman’’,  dalam buku ini dijelaskan pentingnya seorang Imam zaman yang akan membimbing umat manusia untuk memperoleh derajat mulia di sisi Allah.
Isi dari buku tersebut mengemukakan dalam setiap seratus tahun Allah akan membangkitkan seorang Mujadid bagi umat manusia. Maka dalam hal ini Mujadid abad ke XXIV dalam kalender Hijriyah seharusnya sudah datang seorang Mujadid tersebut. Bahkan dikalangan ulama Salaf hal ini sudah mereka ketahui berdasarkan Ilham dan hadits dari Nabi Muhammad SAW. Dalam buku ini dijelaskan mengenai sosok seorang Mirza Ghula Ahmad sebagai seorang yang menerima Ilaham untuk menjadi seorang Imam Zaman di abad XXIV dalam kalender Hijriyah.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini, konsep Imam Zaman atau Imam Mahdi dikalangan masyarkat Jawa Barat sudah mengenal konsep tersebut, mulai dari masyarakat terpelajar sampai masyarkat awam. Bahkan ketika dalam masa penjajahan Belanda konsep ini dimanfaat oleh Westerling dengan membuat gerakan politik dengan nama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Begitu melekatanya konsep terhadap ratu adil ini bahkan bukan saja di Jabar bahkan hampir seluruh pelosok Nusantara mengetahui konsep tersebut.namun dalam hal ini konsep yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah memiliki perbedaan dari tataran prakteknya. Karena konsep yang ada di lokal Nusantara khususnya Bandung adalah konsep yang dipegang masih berupa pencampuran dengan budaya lokal sperti pengaruh ajaran Sunda Buhun dan juga Hindu. Sedangkan konsep yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah adalah berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Tanggapan dari penulis mengenai buku perlunya seorang Imam Zaman adalah bagaimana konsep yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah dengan keyakinan atau kearifan lokal masyarakat. Hal ini perlu ditinjau lebih dalam lagi karena sekalipun sama-sama mengusung Konsep Imam Mahdi tetapi sosok yang dikemukakan antara budaya lokal dengan jemaat Ahmadiyah belum bisa klop sehingga sampai saat ini konsep tersebut belum banyak yang merespon secara luas.
Buku yang keduapuluhempat penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, edisi kelima (1997), judul asli Kisti Nuh. (bahasa Urdu), judul terjemahan “Bahtera Nuh” .dalam buku ini beliau berbicara, kepada kaum agamawan, baik dari Kristen maupun Islam, dan menunjukan beberapa kekeliruan faham yang dianut mereka. Namun, bobot kandungan dalam risalah ini bertumpu pada imbauan kepada pencari kebenaran, supaya mereka boleh melepaskan dahaga mereka sepuas-puasnya dari sumber mata air yang dipancarkan oleh tangan Tuhan Sendiri. Risalah ini sarat dengan wejangan kepada warga jemaat bagaimana cara menempuh hidup suci. Tahun 1947 jemaat Tasik pernah menerbitkan dengan judul yang sama.
Dalam buku ini dijelaskan bahwa konsep bahtera Nuh zaman sekarang bukanlah suatu perahu atau wujud nyata dari suatu benda. Tetapi bahtera di sini adlah suatu ikatan bai’at atau ketaan kepada seorang Imam Zaman, dalam hal ini adalah Mirza Ghulam Ahmad. Buku ini mengajak umat manusia masuk dalam bahtera atau perahu ruhani supaya terlepas dari Adzab yang akan menimpa bagi semua kaum. Dalam buku ini dijelaskan juga pentinganya suatu ikatan bai’at dalam ajaran Islam.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah seluruh dari konsep atau ajaran dari Mirza ghulam Ahmad mejadi acuan bagi seluruh anggotanya termasuk di Bandung. Hal ini bisa terlihat dengan sudah diterjemahkannya buku bahtera Nuh ini telah banyak respon dari dalam perkembangan jemaat Ahmadiyah di Bandung. Salah satu bentuk dari respon tersebut adalah proses tabligh dan tarbiyat menjadi prioritas untuk setiap individu dalam jemaat. Sekalipun hal tersebut tidak berjalan secara sempurna. Tetapi penulis melihat ada keinginan yang kuat dalam setiap anggota untuk terus berjuang untuk menyebarkan dari ajaran buku tersebut dalam konteks amal perbuatan dalam keseharian anggota.
Buku yang keduapuluhlima penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, (1996),  judul asli, “Islami Ushul Ki Filasafi” (bahasa Urdu), judul terjemahan, “Filsafat ajaran Islam” ,  buku ini merupakan jawaban pembelaan Islam dari Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dalam Konferensi  agama-agama besar di  Lahore (1896),  konferensi tersebut mengetengahkan 5 tema: tema pertama keadaan  Thabi’i, Akhlaqi dan Ruhani manusia, tema kedua bagaimanakah keadaan manusia sesudah mati, tema ketiga apa tujuan manusia hidup di dunia dan bagaimana dapat mencapainya, tema kempat, karma yakni apa dampak amal perbuatan di dunia dan di akhirat, tema kelima sarana-sarana dan jalan apa saja untuk mendapatkan ilmu yakni ma’rifat.
Kontribusi buku ini adalah konsep mengenai perkembangan akhlak manusia. Sehingga penulis dapat melihat dan membandingkan konsep-konsep akhlak yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad dalam mengimplementasikan dari ajarannya itu. Penulis melihat dari hal ini ternyata jemaat Ahmadiyah secara global konsep akhlakul karimah telah ditegakkan. Bukti dari itu adalah ketika terjadi hujatan terhadap jemaat Ahmadiyah, seluruh anggota menyikapi dengan sabar dan penuh ketawakalan kepada Allah SWT. Hal inilah yang menyebabkan jemaat ini terlihat kuat karena dalam setiap hujatan tidak dibalas dengan hujatan lagi. Tetapi ditampilkan rasa hormat dan menghormati.
Adapun segi kekurangan itu adalah terkadang setiap anggota dalam menyikapi buku tersebut lebih terkesan fatalistis. Semua diserahkan kepada Allah SWT, terkadang seperti terlihat tidak mau berusaha untuk membela diri. Mereka lebih condong kita berdo’a saja. Dalamhal ini penulis percaya terhadap setiap do’a. Tetapi kalau dilihat secra global fenomena tersebut oleh orang non Ahmdiyah justru menjadi suatu hal yang dipandang negatif.

Buku keduapuluhenam adalah karya Ian Adamson (1989), dengan judul Mirza Ghulam Ahmad of Qadian, buku ini menjelaskan biografi Mirza Ghulam Ahmad dan pendakwaannya sebagai Imam Mahdi. Selain itu, pokok utama yang diterangkan dalam buku ini bahwa Mirza Ghulam Ahmad memberikan gambaran bahwa nabi Isa itu tidak mati di tiang salib. Mirza Ghulam Ahmad juga memaparkan tentang kuburan nabi Isa yang ada di Srinagar, Pakistan.
Buku ini berisi biografi dari sosok Mirza Ghulam Ahmad. Dalam buku ini dijelaskan kehidupan leluhur dari Mirza Ghulam Ahmad, kelahiran Mirza Ghulam Ahmad, kehidupan remaja beliau, kehidupan setelah beliau menerima Ilham sebagai Imam Mahdi. Reaksi dari tokoh Muslim dan non Muslim dari pendakwaan beliau.
Adapun kekurangan dari buku ini yang penulis lihat untuk segi terjemahan atau dalam hal ini penerjemah kurang memahami konsep antara tahun hijrah dengan tahun masehi unuk menilai kedatangan Imam Mahdi. Penerjemah menyatakan bahwa ada keraguan terhadap konsep yang dikemukakan Mirza Ghulam Ahmad tentang Imam Mahdi. Penerjemah melihat berdasarkan analisa dari tahun masehi sedangkan Mirza Ghulam Ahmad memaparkan dari tahun Hijriyah. Inilah hal sangat disayangkan dalam buku terjemahan ini. Sedangkan dalam teks aslinya yang berbahasa Inggeris tidak terdapat analisa tersebut.
                       
Buku keduapuluhtujuh  buku karangan Ghulam Bari Saif, dengan judul menjawab Tuduhan Inilah Qadhiani . isi buku ini merupakan klarifikasi serta bantahan dari semua tuduhan terhadap jemaat Ahmadiyah. Buku ini sangat bagus sebab kalangan umat Islam di Indonesia dalam kasus terhadap jemaat Ahmadiyah mengacu kepada buku ini. Buku ini sebenarnya dibuat oleh kedutaan Arab Saudi dengan judul asli hadzihi Hiyal Qadianiah  dan edisi bahasa Inggeris berjudul  This is Qadiyaniyat  . penyebarluasan di Indonesia dicetak olah P.T. Alma’arif, Bandung. Dengan semua tuduhan tersebut akhirnya jemaat Ahmadiyah memberikan klarifikasi dalam buku ini.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa semua isu yang berkembang dalam masyarakat baik di Bandung maupun di luar Bandung adalah semuanya sama yakni bersumber dari kedutaan Arab Saudi. Sedangkan umat Islam di Indonesia sangat Arab sentris dalam hal keagamaan Islam. Sehingga segala hal yang dikemukakan dari Arab akan ditelan langsung tanpa dilihat dari segi lainnya. Inilah yang menjadi daya tarik tersebut bagi perkembangan jemaat Ahmadiyah. Jemaat ini harus bisa bertahan dari tekanan dari dalam dan luar. Tidaklah mengherankan dengan adanya fatwa dari Arab tersebut telah membuat jemaat Ahmadiyah di Bandung sedikit mengalami guncangan puncak dari itu adalah dengan keluarnya fatwa MUI tahun  1980 mengenai sesatnya Ahmadiyah. Fatwa tersebut MUI ambil secara bulat-bulat dari instruksi kedutaan Arab Saudi.
Kelemahan sungguh sangat disayangkan dari efek tersebut ternyata telah membawa efek yang sangat besar dari jemaat Ahmadiyah secara fisik jemaat ini mengalami kerugian yang besar bahkan sampai nyawa melayang karena dampak fawa tersebut. Namun penulis melihat dari sisi positif justru masyarakat lebih banyak mengetahui secara langsung ketika pasca fatwa tersebut. Namun penulis melihat banyak factor negative. Fenomena ini penulis lebih setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat bahwa untuk menilainya serahkan saja pada pasar. Dalam hal ini biarlah sejarah yang akan menentukan.
Buku kedupuluhdelapan  karangan Muhammad Zafrullah Khan, dengan judul Islam And Human Right.  Buku ini mengetengahkan keindahan Islam, juga buku ini merupakan isi pidato beliau untuk membela masalah Palestina dan dunia Arab dari interfensi Uni Soviet AS dan Inggeris. Beliau sendiri adalah seorang Ahmadi.
Kontribusi dalam skripsi ini adalah ajaran jemaat Ahmadiyah ternyata tidak hanya bidang hubungan dengan Allah SWT saja tetapi hubungan sesama manusia juga sangat diperhatikan. Salah satu buktinya adalah dengan adanya Donor Mata. Penulis melihat bahwa baru jemaat Ahmadiyah saja yang telah peduli dengan keadaan saudaranya yang tidak bisa melihat, khususnya perkembangan ini dapat dilihat dan dirasakan di Bandung. Bukti dari itu adalah jemaat Ahmadiyah telah menjalin hubungan dengan Rumah Sakit Cicendo. Kerjasama ini sudah berjalan lebih dari 25 tahun dan samapi sekarang masih terus berjalan.
Buku keduapuluhsembilan yang penulis gunakan adalah  karangan Mirza Ghulam Ahmad, dengan judul asli, Eek Ghalti Ka Izalah (bahasa: Urdu), judul terjemahan “Memperbaiki Suatu Kesalahan”,  dalam buku ini Mirza Ghulam Ahmad mendapat Kasyaf  akan terjadinya perpecahan dalam jemaat Ahmadiyah. Oleh karena itu beliau berpesan supaya tetap teguh dalam kehilafatan dalam jemaat Ahmadiyah. Terbentuknya Ahmadiyah Lahore dan Qadian sudah dinubuwwatkan dalam pandangan Kasyaf  beliau.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah jemaat Ahmadiyah yang penulis teliti adalah jemaat Ahmadiyah Qadian. Dan mengapa terjadi perpecahan tersebut adalah karena kasus dari sahabat Mirza Ghula Ahmad yang tidak mau berbai’at kepada Mirza Bashiruddin  Mahmud Ahmad. Karena soal ego. Hal ini menjadi bukti dalam perkembangan jemaat Ahmadiyah di Bandung. Jemaat Ahmadiyah Qadian lebih bisa bertahan ketimbang jemaat Ahmadiyah Lahore yang tidak memiliki Khalifah. Jemaat ahmadiyah Lahore hanya berkembang di Yogyakarta saja.
Buku yang ketigapuluh yang penulis gunakan adalah biografi  anggota jemaat Ahmadiyah, dengan judul, “Riwayat hidup Tiga Serangkai, 1. Mln. M. Abubakar Ayyub HA, ; 2. Mln Zaini Dahlan ;3 Mln Ahmad Nuruddin”.  Dalam buku ini menjelaskan kehidupan dan perjuangan tiga tokoh tersebut dalam memperjuangkan Ahmadiyah.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah buku ini sangatlah penting sekali karena perkembangan jemaat Ahmadiyah di Bandung sangat dipengaruhi oleh ketiga tokoh tersebut. Kendati tokoh tersebut tidak hanya mengembangkan jemaat di Bandung saja. Tetapi sumbangan tenaga dari tokoh ini tidak ternilai harganya baik tenaga maupun harta. Kalau bukan karena inisiatif dari PaWahid untuk membuat mesjid di jalan Safari, mungkin sampai sekarang jemaat Ahmadiyah di Bandung tidak akan ada bekasnya. Karena bukti dari kegigihan mereka bertiga lah dapat terwujud jemaat yang bisa berkembang sampai sekarang.
Buku yang ketigapuluhsatu yang penuls gunakan adalah karangan Rafik Ahmad dan Dr. ir. Sudaryanto, dengan judul “Mengapa Orang Muslim Ahmadi Tidak Boleh Bersholat di Belakang Imam yang bukan Ahmadi”. Buku ini sangat menarik untuk ditampilkan karena dalam buku ini Ahmadiyah memberikan alasan-alasan bagi anggota jemaat untuk tidak berma’mum kepada imam yang bukan Ahmadi. Kondisi ini tentu membuat kontroversial dikalangan umat  Islam. Banyak kalangan umat Islam mengatakan eksklusif.
Kontribusi ini dalam penulisan skripsi ini adalah fenomena bahwa jemaat Ahmadiyah tidak mau bermakmum kedapa orang yang diluar jemaatnya menjadi sangat ramai. Padahal penulis melihat bukan hanya jemaat Ahmadiyah saja yang tidak mau bermakmum kepada orang yang diluar jemaatnya. ORMAS lainpun sama ketika Imam Sholat yang didepannya bukan dari golongannya mereka tidak mau bermakmum. Fenomena ini menjadi sangat marak dan hal ini wajar tidak perlu dibesar-besarkan mengapa jemaat Ahmadiyah tidak mau bermakmum kepada orang yang diluar jemaatnya. Yang perlu diperhatikan adalah akar permasalahan dari setiap ORMAS tersebut. Dalam hal ini penulis menilai adalah adanya unsure yang kuat bahwa ORMAS yang diluar mereka tidak sebaik yang mereka anut.
Buku yang ketigapuluhdua yang penulis gunakan adalah karangan M. A Suryaman, dengan judul “Bukan Sekedar Hitam Putih: Kontroversi Pemahaman Ahmadiyah”. Buku ini merupakan salah satu buku Ilmiah yang ditulis oleh orang non Ahmadi. Dawam Rahardjo memberikan sambutan dalam buku ini. Ini sangat menarik dalam kondisi zaman yang semakin maju saat ini.
Kontribusi dalam penulisan skrisi ini adalah jemaat Ahmdiyah jangan sampai dijadikan bahan eksploitasi bagi oknum  yang tidak bertanggung jawab. Karena dalam hal ini penulis melihat bagaimana konsep yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dan golongan lainnya. Biarlah jemaat ini berkembang dan kalau ada yang tidak setuju pilih jalan dialog untuk mengatasi perdebatan, atau dengan hal lainnya. Buku ini sangat berharga karena memuat bagaimana konsep kebebasan untuk berpendapat, kebebasan berekspresi.
Adapun kelemahan dari buku ini adalah buku ini hanya memuat fenomena pasca tahun 2000 saja. Sehingga untuk mengkomparasikan dengan kehidupan jemaat Ahmadiyah sebelum tahun 2000 akan sangat sulit. Penulis melihat mungkin karena sumber yang dimiliki oleh MA Suryaman belum terlalu banyak untuk tahun sebelum 2000.
Buku yang tigapuluhtiga yang penulis gunakan kumpulan beberapa artikel yang dibukukan: A Syafi’I Ma’arif; M Dawam Rahardjo; KH Mustofa Bisri; MasdarF.Mas’udi; Hendardi; Ulil Absar Abdala; Abdul Moqsith Ghazali dan Rumadi. Semua artikel itu terkumpul menjadi buku dengan judul “Kala Fatwa Jadi Penjara”.
Dalam kumpulan artikel ii banyak dibahas mengenai isu kontemporer yang menyangkut masalah dampak dari adnya fatwa yang telah dikemukakan oleh MUI. Buku ini banyak memuat peristiwa-peristiwa pengrusakan yang dilakukan oleh oknum yang menamakan diri untuk menegakan syariah dan menghapus kesesatan.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah artikel ini memuat kondisi jemaat Ahmadiyah dalam kancah pergolakan dari aksi yang dilakaukan oleh ORMAS yang tidak senang. Artikel ini juga memuat faktor-faktor yang menyebabakan golongan di luar jemaat Ahmadiyah melakukan tindakan tersebut. Bahkan penulis melihat bukan hanya Ahmadiyah saja yang terkena dampak dari fatwa tersebut bahkan ORMAS lain pun yang dinggap menyimpang dari kepercayaan diluar MUI dianggap sesat.
Adapun kekurangan dari kutipan artikel ini adalah lebih banyak mengetengahkan kondisi aksi dari kekerasan saja serta hanya melihat dari sudut pandang golongan yang terdindas. Sehingga terkesan membela dari dolongan tersebut.
Buku yang ketigapuluhempat yang penulis gunakan adalah pidato pembelaan dai Khalifah III Jemaat Ahmadiyahn di hadapan Parlemen Pakistan, dengan Judul Mahzarnamah (Petisi). Pidato tersebut kemudian dibukukan. Isi pidato tersebut sangat menarik mengenai tuduhan-tuduhan yang menyudutkan jemaat Ahmadiyah. Sekalipun pidato tersebut secara khusus untuk parlemen Pakistan, tetapi isi dan kondisi Pakistan dan Indonesia hampir mirip. Sehingga, sangat menarik untuk dikaji.

Isi dari pidato yang dibukukan tersebut memuat kondisi jemaat Ahmadiyah di Pakistan pada masa pemerintahan Ali Bhotu. Pada masa pemerintahan Ali bhotu jemaat Ahmadiyah di Pakistan mendapat perlakuan yang sangat diskriminatif yakni dengan dikeluarkannya fatwa bahwa orang Ahmadiyah bukanlah golongan Muslim hal ini ditindaklanjuti dengan dikleuarkannya dalam bentuk kartu penduduk.
Kontribusi dari tulisan tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa apa yang dikemukakan dalam pidato pemimpin ketiga jemaat Ahmdiyah itu telah membawa dampak yang sangat besar pasca pmerintah Pakistan mengeluarkan fatwa orang Ahmadi bukan Muslim. Sekalipun dampak di Indonesia tidak sekeras dengan di Pakistan namun memilkiki faktor yang sangat kuat untuk menuju ke sana. Dalam hal ini penulis melihat bagaimana golongan yang tidak senang terhadap jemaat Ahmadiyah mengadakan semacam aksi untuk menuju kearah sana dan menjadikan pemerintah Pakistan sebagai contoh dari model yang akan diterapkan untuk perkembangan jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Namun sampai saat ini kondisi Ahmadiyah masih tetap sebagai kaum Muslim dalam kacamata pemerintah Indonesia.
Tanggapan penulis terhadap pidato dari pemimpin ketiga jemaat Ahmadiyah itu adalah penulis melihat bahwa yang dikemukakan oleh pemimpin ketiga jemaat Ahmadiyah itu adalah sebagai pembelaan dari kondisi yang dialami oleh warga Ahmadiyah yang ada di Pakistan. Kendati dalam pidato tersebut dibahas juga golongan minoritas namun dalam ekspos dari pidato tersebut lebih banyak membela kaum Ahmadiyah saja. Padahal dalam pandanagn penulis kaum minoritas di Pakistan tidak hanya Ahmadiyah saja.
Sumber yang ketigahpuluhlima adalah Disertasi, dengan judul GERAKAN AHMADIYAH DI INDONESIA 1920-1942. disertasi ini memberikan gambaran perkembangan awal jemaat Ahmadiyah masuk ke Indonesia hingga awal tahun menjelang kemerdekaan. Disertasi ini sangat penting sekali untuk dijadikan acuan untuk pembahasan jemaat Ahmadiyah pada awal kemerdekaan hingga pada masa revolusi fisik di Indonesia. Jemaat Ahmadiyah banyak memberikan kontribusi dalam upaya kemerdekaan Indonesia dan dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah untuk membahas jemaat Ahmdiyah di awal pembahasan Disertasi ini sangat berharga karena memuat seluruh dari perkembangan awal masuknya ke Indonesia. faktor pendukung dan penghambat dari perkembangan tersebut.
Adapun kelemahan dari Disertasi ini adalah disertasi ini memuat seluruh aspek jemaat Ahmadiyah baik yang Qadian maupun Lahore. Sehingga dalam pembahasan terlihat campur aduk kadang membahas Lahore kadang membahas Qadian. Sehingga persegmennnya sulit untuk membedakan antara pembahasan tokoh Lahore atau Qadian. Kalau orang yang awam akan sanagt sulit untuk menelaah dari Disertasi ini.
Sumber ketigapuluhenam yang penulis gunakan adalah berupa majalah dari kalanagn jemaat Ahmadiyah. Ada empat jenis majalah yang ada dalam jemaat Ahmadiyah. Pertama majalah Bulanan yang bersifat umum untuk semua kalangan artinya yang menjadi motor penggeraknya adalah tidak terbatas pria maupun wanita, nama majalahnya Sinar Islam. Kedua adalah majalah yang motor penggeraknya kaum tua yakni kaum bapak yang usianya 40 tahun ke atas nam majalahnya adalah Anshorullah. Ketiga adalah majalah yang motor pengeraknya kaum muda dengan nama majalahnya adalah GEMA. Keempat adalah majalah untuk kalangn ibu-ibu sering disebut dengan majalah Lajnah Imailah (LI).
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah keempat majalah tersebut semuanya memuat pemberitaaan semua aktivitas jemaat baik di Bandung maupun luar Bandung. Sehinnga penulis merasa lebih mudah untuk menggali semua informasi yang menyangkut Ahmadiyah dalam empat media cetak yang dikeluarkan oleh jemaat tersebut.  Yang tentu saja hal yang menjadi sorotan adalah kegiatan besar saja seperti pertemuan tahunan, Ijtima, dan acara pemilihan Amir nasional.








 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode dan Teknik Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Metode ini lazim digunakan dalam penelitian sejarah. Melalui metode ini dilakukan suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986:32). Selanjutnya Ismaun (1992:125-131) mendeskripsikan tentang langkah-langkah dalam metode historis, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Heuristik, merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam proses mencari sumber-sumber ini, penulis mendatangi berbagai perpustakaan, seperti perpustakaan UPI, Perpustakaan daerah Jawa Barat (PUSDA), perpustakaan Jemaat Ahmadiyah di Jalan Safari 47, perpustakaan UIN Sunan Gunung Jati. Selain itu penulis pun mencari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, seperti membeli buku-buku di toko buku Gramedia, Palasari, pusat penjualan buku Kautamaan Istri, Gunung Agung, pameran buku dan mencari sumber-sumber melalui internet.
  2. Kritik, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, baik isi maupun bentuknya (internal dan eksternal). Kritik internal dilakukan oleh penulis untuk melihat layak tidaknya isi dari sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian dan penulisan. Kritik eksternal dilakukan oleh penulis untuk melihat bentuk dari sumber tersebut. Dalam tahap ini, penulis berusaha melakukan penelitian terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
  3. Interpretasi, dalam hal ini penulis memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Kegiatan penafsiran ini dilakukan dengan jalan menafsirkan fakta dan data dengan konsep-konsep dan teori-teori yang telah diteliti oleh penulis sebelumnya. Penulis juga melakukan pemberian makna terhadap fakta dan data yang kemudian disusun, ditafsirkan, dan dihubungkan satu sama lain. Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan selanjutnya dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar penyusunan skripsi ini. Misalnya, dalam kegiatan ini, penulis memberi penekanan penafsiran terhadap data dan fakta yang diperoleh dari sumber-sumber yang berkaitan dengan gerakan jemaat Ahmadiyah Kota Bandung
  4. Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penulisan ini. Dalam hal ini penulis menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara menyusunnya dalam suatu tulisan yang jelas dalam bahasa yang sederhana dan menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.



3.1.2. Teknik Penelitian
            Dalam pengkajian  JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR  KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA . Penulis menggunakan studi literatur. Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini adalah menggunakan sistem Harvard. Alasannya adalah sistem penulisan ini lazim dan biasa digunakan dalam penulisan Skripsi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

3.2 Tahap-Tahap Penelitian
3.2.1. Persiapan Penelitian
            Tahap ini merupakan langkah awal yang penulis lakukan, dalam tahap ini ada beberapa langkah yang penulis lakukan, diantaranya:
1.        Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian.
Tahap ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian. Penulis dalam tahap ini mengajukan rencana tema penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Hal ini dilakukan karena merupakan prosedur baku yang harus penulis jalani sebelum melakukan penelitian lebih lanjut lagi. Pengajuan tema penelitian ini penulis lakukan pada bulan September 2009.
Tema yang penulis angkat adalah perkembangan gerakan jemaat Ahmadiyah Astana Anyar Kota Bandung yang kemudian penulis tuangkan ke dalam judul JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR  KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA.  Dalam tahap pengajuan tema ini penulis mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) dalam hal ini penulis mengajukan rencana tema ini kepada sekretaris TPPS.
2.      Penyusunan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini berbentuk proposal, berisi tentang kerangka dasar yang menjadi acuan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian dan melakukan penyusunan laporan penelitian. Proposal penelitian ini memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan, tinjauan pustaka, sitematika penulisan dan daftar pustaka.
Proposal ini kemudian diserahkan kepada TPPS pada tanggal 9 September 2009. Sebelum proposal di seminarkan terlebih dahulu penulis melakukan revisi terhadap proposal yang penulis ajukan karena dalam latar belakang pengambilan judul kurang adanya penekanan tentang ketertarikan pengambilan judul. Setelah diadakannya revisi kemudian proposal diserahkan kembali kepada TPPS dan dijadwalkan untuk di seminarkan. Seminar dilaksanakan pada tanggal 11 September 2009 dan dihadiri oleh beberapa dosen. Selama seminar penulis mendapatkan beberapa masukan dari para dosen terutama calon Pembimbing  yang mengharuskan penulis mengubah judul. Setelah dilakukan konsultasi dengan calon Pembimbing I maka judul yang penulis angkat adalah JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR  KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA .
3. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai dengan tahapan dalam metode yang penulis gunakan yaitu metode historis.  Menurut Ismaun (1992:125) ada empat langkah dalam tahapan penelitian diantaranya adalah Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Penulisan Sejarah (Historiografi).
a. Heuristik
            Penulis sebelum melakukan pencarian sumber terlebih dahulu menentukan tema penelitian atau topik penelitian. Topik yang penulis angkat adalah ajaran atau dakwah dari Jemaat Ahmadiyah yang kemudian penulis lebih menyoroti sejarah dam perkembangan jemaat ahmadiyah di Kota Bandung. Selanjutnya penulis mencari sumber yang berkaitan dengan topik di atas. Menurut Sjamsudin (2007:95), sumber sejarah merupakan segala sesuatu yang langsung maupun tidak langsung menceritakan kepada kita mengenai suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lampau (past actually). Sedangkan Kuntowidjoyo (2005:95) menyatakan bahwa sumber sejarah disebut juga data sejarah. Sementara Ismaun (1992: 125) menyatakan bahwa heuristik adalah mencari sumber-sumber sejarah, sumber sejarah bisa berupa peristiwa maupun kisah. Para pakar metodologi mengklasifikasikan sumber ke dalam tiga bentuk yakni: a) sumber benda, b) sumber tertulis, c) sumber lisan misalnya wawancara.
            Pada tahap ini penulis melakukan pencarian sumber, baik itu dari  media buku, artikel, jurnal maupun sumber online dari internet. Untuk melakukan hal ini penulis mengunjungi berbagai perpustakaan yang ada diantaranya perpustakaan Jemaat Ahmadiyah di Jalan safari 47, Universitas Pendidikan Indonesia, perpustakaan Daerah Jawa Barat, Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung, toko buku Gramedia, toko buku Palasari dan juga penelusuran Internet, serta koleksi pribadi penulis. Tahap pencarian sumber ini penulis lakukan pada bulan Oktober-November 2008.
            Sumber yang penulis dapat dari koleksi pribadi penulis Officiel Verslag Debat antara Pembela Islam dan ahmadiyah Qadian.  Terbitan dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Mengapa Orang Ahmadi Tidak Boleh Bershalat di Belakang Imam yang Bukan Ahmadi  penerbit Jemaat Ahmadiyah Bandung. (1999). Kemudian buku karya Saiful Abdullah SH. MH (2009)  Hukum Aliran Sesat.
            Sumber yang penulis dapatkan dari perpustakaan jemaat Ahmadiyah di Jalan safari 47 berisi beberpa majalah Sinar Islam, Buku fiqih Ahmadiyah,  buku karya Muhammad Zafrullah Khan (1988) Islam and Human Rigths. Yang diterbitkan Islam International Publications Limited U.K.
            Sumber yang penulis dapatkan dari perpustakaan Asia Afika adalah Kami orang Islam  yang diterbitkan oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1990).
            b. Kritik
            Tahap ini penulis lakukan setelah melakukan pencarian sumber. Kritik sumber umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber utama, kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal dengan kritik ekstern dan juga kritik intern (Sjamsuddin, 1996: 104). Setiap sumber pasti memiliki aspek ekstern maupun aspek intern. Aspek ekstern berkaitan dengan persoalan apakah sumber itu memang merupakan sumber, artinya sumber yang kita butuhkan. Aspek intern berkaitan dengan persoalan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang kita butuhkan.
            Ismaun (1992: 128) menyebutkan bahwa kritik ekstern bertugas menjawab tiga pertanyaan mengenai sumber yakni:
1)      Apakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki ?
2)      Apakah sumber itu asli atau turunan ?
3)      Apakah sumber itu utuh atau telah di ubah-ubah ?
Sjamsuddin (1996: 104) menyatakan bahwa, “kritik ekstern adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Kritik ekstern dimaksudkan untuk meneliti asal usul dari sumber. Pengujian di dasarkan pada otentisitas sumber sejarah. Pada tahapan kritik ekstern ini sumber sejarah dapat dilihat seberapa besar keaslian dari sumber yang di dapat, misalkan sumber itu benar-benar berasal dari orang yang dianggap peneliti sebagai pembuatnya. Sumber asli artinya sumber yang tidak palsu, sedangkan sumber otentik ialah sumber yang melaporkan dengan benar mengenai suatu subjek yang tampaknya benar (Barzun dan Graff, 1972: 102; Sjamsuddin, 1996: 105). Dalam tahapan ini penulis melihat sumber yang didapatkan tentang buku-buku yang berkaitan dengan fiqih Islam, terutama fiqih Imam Abu Hanifah.
Aspek yang dilihat adalah keaslian dari buku yang dilihat adalah bagian luar buku yakni judul buku, pengarang serta tahun terbit. Apakah buku ini diterbitkan oleh jemat Ahmadiyah. Misalkan dalam hal ini penulis melakukan kritik ekstern terhadap sumber-sumber utama. Sumber yang penulis pakai sebagai rujukan utama ini adalah buku hasil diskusi antara Pembela Islam dengan Ahmadiyah Qadian. Hasil diskusi tersebut dibukukan dan disebarkan kepada seluruh cabang di Indonesia. Bahkan ke kalangan non-ahmadi pun dibagikan sperti pers  Sipatahunan, Tempo, Sumangat, Sikap, Adil, Siang Po, Jawa Barat, Bintang Timur, Pemandangan,  serta dibagikan juga ke beberapa ormas Islam lainnya seperti Pemuda Muslim Indonesia, Persatuan Indonesia, Persatuan Islam Garut, persatuan Islam Leles, Nahdatul Islam Menes Al-Islamiyah, Persatuan Islam Bandung, Ahmadiyah Cabang Padang. Dengan kondisi demikian penulis percaya bahwa apa yang tertulis dalam buku verslag Debat itu merupakan hasil dari diskusi antara Pembela Islam dan Ahmadiyah Qadian yang dapat dipercaya karena hasil diskusi tersebut dibagikan ke semua peerta yang hadir dalam diskusi tersebut.
Kritik Intern, mulai bekerja setelah kritik ekstern dilaksanakan yakni dokumen yang kita hadapi merupakan dokumen yang kita butuhkan. Kritik intern harus membuktikan, bahwa kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber itu memang dapat dipercaya, buktinya dapat diperoleh dengan cara, a) Penilaian intrinsik terhadap sumber-sumber, b) Membandingkan kesaksian dari berbagai sumber (Ismaun, 1992: 129). Sedangkan menurut Sjamsuddin (1996: 111) bahwa, “kritik intern merupakan kebalikan dari kritik ekstern yaitu menekankan aspek dalam yaitu isi dari sumber.”
Kritik intern penulis lakukan dengan melihat isi dari buku tersebut dengan membandingkannya dengan buku lain yang memiliki kesamaan. Misalkan yang penulis pakai dari buku jemaat Ahmadiyah yakni tentang keyakinan bahwa nabi isa telah wafat:
Tuan Voorzitter dan Pembela Islam!

Ini malam karena berdebat tentang hidup atau matinya Nabi Isa a.s maka saya akan kasih keterangan ini perkara, karena banyak sekali orang  yang  telah berselisih paham dalamnya.
Orang Yahudi, mengatakan Nabi Isa itu bukan nabi, hanya seorang pendusta dan anak zina,, sedang orang Kristen berkata bahwa nabi Isa a.s itu anak Allah, ia telah mengambil dosa manusia. Islam berkata bahwa Nabi Isa itu Nabi yang benar, suci dan bersih bukan anak Allah, dan tidak mati diatas kayu salib, dan tidak terbunuh untuk mangambil dosa manusia.
Karena partij Ahmadiyah ada satu partij yang memuliakan akan Nabi Muhammad s.a.w dan mau memajukan Islam di atas dunia, supaya orang menjadi tunduk kepada Rasulullah s.a.w. karena Junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. berkata bahwa nabi Isa itu seorang yang bersih dan suci, dan ia telah mati sebagai nabi-nabi yang lain, dan jikalau satu orang sudah mati, tidak akan bisa datang kedua kali ke dunia ini. Ahmadiyah berkata yang Nabi Isa sudah mati dan cukuplah kita menurut nabi Muhammad s.a.w. saja disini saya akan memberi keterangan dari Al-Qur’an dan Hadits bahwa nabi Isa sudah mati.
Pertama saya akan memberi keterangan bahwa Nabi Isa sudah mati, karena dia seorang manusia. Allah Ta’la berkata dalam Al-qur’an:


Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Al Maidah 117


Disini tersebut undang-undang untuk umum manusia yakni manusia akan hidup dan akan mati, dan dari bumi dia akan keluar;dan ini bumi tempat tetap.
Di dalam ayat yang ketiga, ternyata pula Tuhan berkata: “apakah tidak Kami jadikan bumi ini untuk mengumpulkan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati?” dengan ini juga dapat tahu  bahwa bumi itu ada mempunyai sifat menarik (Officieel Verslag Debat, 1986:8)


            Tulisan ini diambil dari buku Officieel Verslag Debat, untuk melihat keabsahan tulisan ini penulis bandingkan langsung dengan tulisan aslinya dari buku Officieel Verslag Debat yang telah di terbitkan dan dicetak yaitu buku Officieel Verslag Debat. Setelah penulis lihat bahwa apa yang di tulis di dalam buku tersebut benar adanya dan dapat di jadikan sumber dalam penulisan ini.
c. Interpretasi dan Historiografi
            Ismaun (1992: 130) menyebutkan bahwa, “interpetasi adalah menafsirkan keterangan sumber-sumber”. Setelah melakukan kritik ekstern dan juga kritik intern tentunya kita telah banyak menghimpun informasi. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut kita sudah bisa menghimpun fakta-fakta sejarah yang dapat kita buktikan kebenarannya.
            Dalam tahap ini penulis mencoba menafsirkan berbagai informasi yang telah penulis dapat dari sumber yang penulis peroleh untuk di jadikan fakta sejarah. Dari Informasi yang penulis dapat dari semua sumber bahwa pergerakan jemaat Ahmadiyah tidak lepas dari tabligh yang mengatakan bahwa Nabi isa telah wafat, serta Mirza ghulam Ahmada Adalah sebagai Imam Mahdi.
            Awal perkembangan di Kota Bandung dipelopori dengan adanya diskusi dengan Pembela Islam tahun 1933. Diskusi ini diselenggarakan dua kali dibandung dan di Jakarta. Dalam perjuangan dakwah jemaat Ahmadiyah mengalami pasang surut hal ini tidak lepas dari situasi politik dalam negeri yang pada tahun 1948-1980 terdapat beberapa peristiwa yang besar sperti agree militer Belenda II tahun 1948, peristiwa DI/TII 1962, G30 S dan pergantian dari ORLA ke ORBA. Situasi ini telah mewarnai pergerakan jemaat yang sangat siginikan di Kota Bandung.
            Tahap interpretasi atau penafsiran sejarah tidak akan terlepas dengan hal penulisan sejarah atau historiografi, karena tentunya setelah informasi terkumpul dan fakta sejarah tersusun maka langkah selanjutnya adalah menuliskannya secara sistematis sesuai kaidah penulisan. Dalam tahap inilah, penulis secara teliti menuliskan segala fakta yang telah penulis temukan. Seperti kita tahu bahwa, walaupun sumber sejarah telah kita susun dan temukan namun hal ini akan berkaitan dengan teknik yang kita pakai dan juga keindahan tulisan yang kita pakai, maka penulis dalam tahap terakhir ini adalah mencoba menyusun tulisan ini dengan sebaik mungkin.

3.2.2 Laporan Penelitian
Tahap ini merupakan langkah terakhir yang penulis lakukan yakni melakukan pelaporan terhadap penelitian. Peneliti dalam tahapan ini melakukan berbagai analisis dan juga sintesis terhadap fakta-fakta yang penulis dapatkan dari berbagai sumber setelah terlebih dahulu dilakukan kritik, baik itu kritik ekstern dan juga Intern. Tujuan dilakukannya analisis dan juga sintesis ini adalah untuk memperjelas bahasan yang dikaji, serta terpecahkannya berbagai rumusan yang diajukan. Analisis ini penulis paparkan dengan mendeskripsikan semua temuan yang di peroleh dari sumber dan menuliskannya dengan teknik dan metode yang benar.
Penulis dalam tahap ini menggunakan teknik penulisan berdasarkan sistem Harvard. Sistem ini sudah sangat lazim digunakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dalam menulis sebuah karya ilmiah. Alasan lain, karena sistem Harvard, sangat mudah untuk diterapkan dalam penulisan karena skemanya yang sederhana dan mudah di mengerti.







Bab IV
Pembahasan

4.1  Sekilas Biografi Pendiri Jemaat Ahmadiyah
            Pembasahan organisasi Ahmadiyah ini sangat erat hubungannya dengan pendiri dari organisasi ini, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Banyak penulis  yang membuat biografi ini baik dari Negara Barat maupun dari Negara kita, dengan berbagai macam perspektif. Dari  berbagai perspektif yang timbul penulis melihat nampaknya perlu ditampilkan berbagai perspektif yang positif maupun yang negative, mulai dari leluhurnya dan kondisi kehidupan beliau. Seorang penulis dari Barat Ian Adamson memberikan gambaran tentang kelahiran Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:

Mirza Ghulam Ahmad was born on Februari 13th, 1835, the second son of Mirza Ghulam Murtaza.  He was a twin, but his sister died a few days after deir birth. His birth was period of rejoicing for the family for at that time financial adversity also ended for the family. Five villages, part of the family estate confiscated when the Sikhs took power in the Punjab, were restored to them.
It was also the time forecast by tradition for the coming of the Promsed Mesiah. There was general agreement among Muslim that The Mahdi, which translates in English as “The Guide One” , would appear at the beginning of the 14th century of the Hegira, which corresponds roughly to the last decade of the 19th century of the Christian calendar. Yesus had also indicated that the time of second coming would be signaled by wars, epidemics and general tribulation. The Firsr World War, the Spainish flue epidemic which killed millions fulfilled these conditions. And among many  Christian denominations it was believed that the late 19th or early 20th century was the period when Jesus would come again to the world.(Iain Adamsom Mirza Ghulam Ahmad Of Qadian ;7).
           
Penulis dari Indonesia seperti Alhadar  pernah menulis dalam bukunya Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah. Dalam tulisan Alhadar tersebut berusaha mengungkapkan fakta-fakta atau kelemahan-kelamahan dari pendiri jemaat Ahmadiyah. Dan hal ini kemudian meresap dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Pada umumnya masyarakat di Indonesia mengetahui isu-isu Ahmadiyah itu sebagai berikut:
  1. Orang Ahmadiyah Syahadatnya berbeda
  2. Orang Ahmadiyah Qur’annya beda
  3. Orang Ahmadiyah mesjidnya tidak menghadap kiblat
  4. Orang Ahmadiyah puasanya berbeda
Banyak lagi isu yang masuk ke telinga bangsa Indonesia termasuk penulis sendiri. Ketika penulis membaca literatur dari Pakistan ternyata isu yang timbul terhadap Ahmadiyah itu sedikit berbeda. Orang Pakistan tidak menyebutkan Tadzkirah  itu sebagai kitab sucinya jemaat Ahmadiyah. Mereka mengetahui betul sejarah ditulisnya Tadzkirah itu. Tadzkirah hanyalah sebuah tulisan yang di dalamnya memuat kumpulan catatan rohani Mirza Ghulam Ahmad dan ditulisnya pun 30 tahun sesudah Mirza Ghulam Ahmad wafat.
Bahkan masyarakat di Negara ini dan di zaman sekarang yang serba modern masih sangat sedikit kemauan untuk membaca dan menelaah sendiri. Kebanyakan dari kita lebih suka mendengar dari para ulama. Ulama dijadikan patokan dalam menentukan hukum sekalipun hukum yang diberikan atau difatwakan bertentangan dengan Al-Qur’an:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Maidah:8).

            Basyirudin (Saif, 1982:48-50) menyatakan bahwa suatu kutipan lain dalam buku Inilah Qadiani hal 52  “kita bertentangan dengan kaum muslim lain dalam segala hal; tentang Allah, Rasul, Al-Qur’an, Shalat, haji dan Zakat. Antara kami dan mereka terdapat pertentangan yang esensial dalam semua itu”. Kutipan itu tidak memuat secara lengkap dan detail, sebenarnya Hadhrat Basyirudin Mahmud Ahmad r.a. beliau menyatakan bahwa Zat Allah swt, wujud Rasulullah saw, Al-Qur’an, Shalat, Puasa, Naik Haji dan Zakat. Ringkasnya tiap-tiap hal terdapat perbedaan. Mengenai hal tersebut dijelaskan secara panjang lebar tulisan ini ditulis dalan (Al-Fazal 30 Juli 1931).
            Dari kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana kebanyakan dari kalangan umat Islam baik semasa Mirza Ghulam Ahmad pertentangan kepada beliau sangat banyak. Pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi yang dijanjikan telah banyak menuai kontroversi dari umat Islam. Bahkan Mirza Ghulam Ahmad pernah menulis dalam buknya yang berjudul Perlunya Seorang Imam Zaman  semasa beliau masih hidup, sedikitnya seseorang untuk menjadi seorang Imam Zaman harus memiliki tiga kriteria (Ahmad: 2004:12-14).
            Pertama ialah daya akhlak. Sebab Imam harus berhubungan dengan orang-orang  berandalan yang berbudi rendah dan yang bermulut kotor. Oleh Karena itu, di dalam diri mereka harus bermukim daya akhlak yang tinggi tarafnya supaya di dalam diri mereka jangan timbul tabiat pemberang dan gelora emosi kegila-gilaan sehingga orang-orang tidak terluput dari kebajikan-kebajikannya.
            Memalukan sekali orang yang disebut sahabat Tuhan tetapi terperangkap dalam akhlak rendah dan tidak dapat menahan perkataan kasar sedikit pun. Barang siapa yang disebut Imam Zaman tetapi demikian mentah tabiatnya menyala, ia sekali-kali tidak dapat disebut Imam Zaman.
            kedua adalah daya keimaman (Imamat) yang karenanya ia dijuluki Imam, yakni kegairahan melangkah maju dalam hal-hal terpuji, amal-amal saleh, segala kearifan Ilahi dan kecintaan Ilahi: yaitu jiwanya tidak menyukai kerugian suatu apa pun dan tidak menyenangi suatu keadaan cacat apa pun. Ia merasa prihatin lagi sedih kalau ia terhalang dari kamajuan. Hal ini merupakan suatu daya fitrat yang bermukim dalam diri sang Imam. Seandainya ia mengikuti cahayanya, maka dari segi daya fitratnya ia tetap seorang Imam juga adanya.
            Walhasil, makrifat halus ini patut dicamkan bahwasanya keimaman merupakan suatu daya tertanam di dalam wujud fitratnya guna melaksanakan tugasnya itu dan tersirat dalam kehendak Ilahi. Apabila kata Imamat harus diterjemahakan, maka kata itu dapat dikatakan kemampuan kepemimpinan (wujud yang harus diikuti).
            Tegasnya, fungsi keimaman ini bukan suatu kedudukan yang bersifat sementara dan datang turun temurun. Melainkan, seperti halnya daya penglihatan, daya simak dan daya pengertian demikian pula halnya daya ini merupakan daya untuk maju ke depan serta meraih martabat paling awal dalam urusan-urusan Ketuhanan. Sedangkan kata Imamat  itu mengisyaratkan kepada kandungan makna itu pula.
            Ketiga adalah keleluasaan di dalam Ilmu yang penting bagi seorang Imam. Ciri khas ini penting sekali karena wawasan keimanan menghendaki tindak langkah ke depan dalam kebenaran, kearifan, kebutuhan cinta kasih, kelurusan dan kesetian. Oleh karena itu, ia menggunakan seluruh potensi lainnya dalam pengabdian ini serta ia setiap saat sunguh-sungguh memanjatkan do’a.
Selain itu, kedatangan Imam Zaman tidak akan pernah terputus. (Abu Daud & Misykat hal 36).
“Sesungguhnya Allah swt. Akan mengirimkan untuk umat ini pada permulaan setiap seratus tahun seorang Mujadid (Pembaharu) yang akan memperbaiki agamanya”.
           
            Sumber lain yang berbicara tentang kedatangan seorang Mujadid di tiap permulaan seratus tahun itu tertulis dalam kitab (Hijajul Kiramah: 135-139). Dalam kitab tersebut dijelaskan beberapa Mujadid setelah Khulafaurrasyidin,  daftar Mujadid tersebut sebagai berikut:
  1. Umar bin Abdul Aziz
  2. Imam Syafi’i
  3. Abu Syarah/ Abu Hasan Asysyar
  4. Abu Ubaidullah Nisyapuri/  Abu Bakar Baqlani
  5. Imam Gazali
  6. Sayyid Abdul Qadir Jaelani
  7. Imam Ibnu  Taimiya/  Khwaja Mu’inuddin Chsiti
  8. Hafidz Ibnu Hajar Asqalani/ Saleh bin Umar
  9. Imam Suyuti
  10. Imam Uhammad Tahir Gujrati
  11. Mujadid Alif Tsani Sarhindi
  12. Syah Waliullah Muhaddas Dhelwi
  13. Syid Ahmad Brelwi
  14. Imam Mahdi & Masih Mau’ud

Dari semua Mujadid tersebut dalam catatan sejarah semasa hidup Mujadid tersebut mendapatkan cercaan dan makian yang tidak sedikit. Mereka dituduh banyak hal mulai dari mereka dituduh makar kepada pemerintah dan dituduh membuat ajaran yang sudah menyimpang dengan keyakinan kebanyakan para ulama setempat. Namun, setelah ratusan tahun baru mereka mengenang jasa dari para Mujadid tersebut. Tetapi,  di awal kehidupannya kalangan masyarakat banyak menentang dan mencaci.
Penulis melihat seperti doktrin yang diterapkan dan diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad seperti masalah Al Mahdi dan Al Masih, Mujadid, Kenabian, Wahyu, Khalifah Jihad.  Ajaran tersebut kemudian menjadi sesuatu yang khas dalam jemaat Ahmadiyah dimanapun mereka berada. Mereka meyakini apa yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad itu merupakan suatu ajaran kebenaran dan tanpa paksaan mereka meyakini dan mengimani ajaran tersebut walau harus dibayar dengan nyawa sekalipun untuk lebih melihat lebih jauh arah ajaran yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad perlu diuraikan secara rinci dalam (Zulkarnain: 112)
a.      Masalah al-Mahdi dan al-Masih
Masalah  al-Mahdi dan al-Masih adalah merupakan ajaran pokok dalam Ahmadiyah. Menurut Ahmadiyah paham tentang al-Mahdi tidak dapat dipisahkan dengan masalah kedatangan kembali Isa al-Masih di akhir zaman, karena al-Mahdi dan al-Masih adalah satu tokoh, satu pribadi, yang kedatangannya telah dijanjikan oleh Tuhan. Ia ditugaskan oleh Tuhan untuk membunuh Dajjal, mematahkan tiang salib, yaitu mematahkan argumen-argumen agama Nasrani dengan dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan serta menunjukkan kepada para pemeluknya tentang kebenaran Islam. Disamping itu, ia pun ditugaskan untuk menegakkan kembali syari’at Nabi Muhammad, sesudah umatnya mengalami kemerosotan dalam kehidupan beragama.
Dasar yang mereka gunakan mengenai kedatangan al-Mahdi dan al-Masih yang dijanjikan, adalah sabda Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Bukair, dari al-Laits dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari nafi’ Maulana Abi Qatadah al-Anshari, dari Abu Hurairah:



Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: “Bagaimanakah (Sikap) kamu sekalian apabila Ibnu Maryam datang (bersamamu), sedangkan imamu berasal dari kalanganmu”.
Dalam hadits tersebut, Ahmadiyah memahami bahwa kata-kata Imamukum minkum   (                      )  menunjukan bahwa yang dimaksud ialah seorang diantara umat Islam sendiri. Artinya, bukan imam yang datang diluar umat Islam, misalnya dari Bani Israil. Dengan demikian al-Masih yang datang di akhir zaman itu bukanlah Nabi Isa a.s yang telah wafat, melainkan seorang Islam yang mempunyai perangai atau sifat-sifat seperti nabi Isa as, al-Masih yang dijanjikan, yaitu Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian dan pengakuan sebagai al-Masih itu ia umumkan pada tahun 1891
Mengenai nuzul  al-Masih, kaum Muslimin pada umumnya berpendapat bahwa al-Masih yang akan datang pada akhir zaman itu adalah Ibnu Maryam as, yang diutus kepada Bani Israil. Beliau sekarang masih hidup di langit. Nanti pada hari akhir akan turun dari langit ke dunia dengan dibantu Imam Mahdi. Beliau akan berperang melawan orang-orang non Muslim dan tidak akan berhenti berperang selama musuh-musuh Islam belum mati atau memeluk Islam. Sesudah itu akan didirikan kerajaan Islam di dunia ini.
Sejalan dengan ini ibu Khaldun Sosiolog Muslim mengemukakan sebagai berikut (Zulkarnain, 2000: 115)  telah dikenal di kalangan umat Islam sepanjang masa bahwa pada akhir zaman pasti akan lahir seorang laki-laki dari ahli bait yang akan menguatkan agama, melahirkan keadilan dan menjadi ikutan kaum Muslimin. Ia akan mengusai kerajaan-kerajaan Islam dan ia dinamai Mahdi. Keluarnya Dajjal dan tanda-tanda hari Qiamat yang tersebut dalam hadits-hadits shahih sesudah datang Dajjal, adalah terjadinya mengikuti Mahdi. Dan Nabi Isa akan turun kemudian ia membunuh Dajjal dan ia shalat beriman kepada Mahdi.
Sedang golongan lain, yakni Ahmadiyah memahami hadits-hadits tentang nuzul al-Masih secara kiasan. Mereka berpendapat bahwa al-Masih (Nabi Isa) ibnu Maryam yang diutus kepada Bani Israil telah wafat secara wajar dalam usia lanjut. Orang yang sudah wafat tidak akan dibangkitkan lagi sebelum hari Qiamat datang. Dasar yang dipakai adalah surat al-Mukmin (23): 16 dan 100
Artinya:
Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (al-Mukmin: 16)
Artinya:
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan . (al-Mukmin: 100)

     Sehingga  menurut Ahmadiyah, Isa dan al-Mahdi adalah satu pribadi, bukan sebagaimana yang dipahami orang pada umumnya. Selain ayat tersebut diatas.
     Terdapat juga hadits yang menjadi dasar kayakinan Ahmadiyah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Yunus ibn Abdul A’la, dari Muhammad Idris al-Syafi’i, dari Muhammad ibn Khalid al-Janadi, dari Abban ibn Shaleh, dari al-Hasan, dari anas ibn Malik:





Artinya: dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah saw, bersabda, tidaklah urusan bertambah kecuali kesulitan; dunia dunia tidak bertambah kecuali kemunduran; tidaklah bertambah manusia keculi cucuran air mata; tidaklah tiba hari Qiamat kecuali atas orang-orang yang jahat; dan tiada seorangpun (sebagai) al-Masih selain Isa ibn Maryam.
Dengan demikian hadits tentang nuzulul Masih menurut Ahmadiyah tidak dapat dipahami secara harfiah, melainkan harus dipahami secara kiasan alasan yang digunakan adalah:
  1. Sabda nabi itu secara lahiriah ditujukan kepada sahabat beliau, akan tetapi pada hakekatnya yang dimaksud adalah umat Islam pada akhir zaman.
  2. Nabi Isa tidak dapat digolongkan ke dalam kata “antun” (kamu umat Muhammad), karena:
a.       Nabi Isa memang bukan umat Muhammad
b.      Nabi Isa adalah Imam bani Israil
c.       Nabi Isa sudah wafat
d.      Orang yang sudah wafat sebelum hari Qiamat tidak akan dibangkitkan lagi kedunia.
Selain hadits yang digunakan  beberapa ayat al-Qur’an dijadikan pijakan dalam memberikan penafsiran bahwa yang didakwakan oleh Mirza Ghulam Ahmad itu semasa hidupnya adalah suatu kebenaran ayat al-Qur’an itu adalah sebagai berikut:
Artinya:
Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (Annisa: 157)

Artinya:
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Annisa: 158)
Dalam ayat tersebut jemaat Ahmadiyah memahami ma shalabuhu (                      ) itu sama sekali tidak menyangkal Nabi Isa dinaikkan ke atas tiang salib tetapi menyangkal kematian Nabi Isa di tiang salib.. jadi arti kata ma shalabuhu (                     ) artinya mereka tidak menyebabkan dia mati pada kayu palang atau mereka tak menyalibkan dia (Isa). Disalib artinya dihukum mati dengan jalan memakukan atau mengikatkan pada kayu salib dan dibiarkannya sampai mati, yang biasanya memakan waktu lama sekali. Nabi Isa dinaikkan ke atas tiang salib hanya kira-kira tiga jam saja. Bukti lain bahwa nabi Isa tidak mati di tiang salib adalah dalam kitab Injil bahwa nabi Isa disalib hanya beberapa jam saja. (Markus, 15:12 dan Yahya 19:14). Dan kematian karena di salib memakan waktu agak lama (Yahya, 19:32-33). Nabi Isa pidah ke Kashmir (India) dan meninggal secara wajar dalam usia 120 tahun
Demikianlah Nabi Isa telah menyempurnakan tugasnya, ia meninggal dunia, sebagaimana biasanya manusia dan dikuburkan di Srinagar, Kashmir. Atas penyelidikan Mirza Ghulam Ahmad, pendiri jemaat Ahmadiyah, telah menunjukan kuburan Nabi Isa yaitu di Mohala Khan Yar di kota Srinagar, dan kuburan itu masih dapat dikunjungi di sana (Batuah, 2007: 30-31).
Mengenai kata syubbiha lahum (                                 ) menurut Ahmadiyah dapat ditafsirkan ditampakkan bagi mereka demikian, yakni seperti nabi Isa itu telah Mati di tiang salib.  Jadi Nabi Isa di atas tiang salib belum meninggal. Dengan demikian kata tersebut menurut Ahmadiyah tidak dapat diterjemahkan “orang yang diserupakan dengan Isa Bagi mereka”. Kata syubbiha (                 ) dalam pandangan jemaat Ahmadiyah kata tersebut dapat ditafsikran dua macam, pertama, ia dibuat seperti itu atau dibuat menyerupai itu,  dan kedua,  perkara itu dibuat samar-samar atau kabur. Jadi nabi Isa diserupakan itu.
Sedang kata rafa’a (          ) mempunyai dua arti, yakni mengangkat atau menaikkan  dan meninggikan atau memuliakan. Tetapi kata rafa’ailallah  dalam al-Qur’an selalu mengandung arti meninggikan atau memuliakan. Jadi rafa’ahullahu ilaihi artinya “Allah mengangkat dia ke hadapan-Nya”. Mengangkat artinya memuliakan, dalam hal ini derajat atau pujian bukan tempat dan arah adapun uraian mengakat dan meninggikan Nabi Isa itu merupakan jawaban dari usaha yang dilakukan oleh kaum Yahudi untuk membunuh Nabi Isa di tiang salib. Hal serupa juga diungkapkan oleh mubaligh Ahmadiyah yang di Inggeris tentang Nabi Isa tidak mati di tiang salib dan nabi Isa tidak naik ke langit. Keyakinan tersebut tidak pernah ada pada masa Kristen awal. Sham menjelaskan dalam buknya Where Did Jesus Die.
    “ascention is not mentioned in the earliest Christian writings, namely, the Epistles, nor apparently, was it referred to in the earliest Gospel, that of St. mark, for the words, “He was received up into heaven”, are quite vague and are included in those last twelve verses of the book which are now recognized by practically all Biblical scholars as a much later addition’. Further, he say:-
     “such an ascension into the sky was the usual end to the mythical legends of the live of the pagan gods, just as it was to the very legendary life of Elijah. The god Adonis, whose worship flourished in the lands in wich Christinity grew up, was thought to have ascended into the sky the presence of his followers after his resurrection, and similarly Dionysos, Herakles, Hyacinth, Krisna, Mitra and other deities went un into heaven”.
    The conclusion at wich we arrive is that it is wrong to base the theory of the Ascention on cuch insecure grounds. (Sham, 1978: 61-62).
Jelas sekali apa yang disebutkan oleh Sham tadi yang juga ia menjabat sebagai mubaligh untuk Inggeris mengatakan bahwa Nabi Isa naik ke langit itu tidak ada dasarnya sama sekali bahkan pada masa Kristen awal hal itu tidak diketahui. Keyakinan tentang Nabi Isa naik ke langit itu merupakan adopsi dari keyakinan Paganisme legenda mitologi saja.
Dalam hal ini Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai al-Masih (Isa Muhammad),  selain wahyu yang ia terima dan bukti-bukti dalam al-Qur’an dan hadits karena ia mempunyai kesamaan dengan Nabi Isa as. (Isa Israili). Adapun kesamaan Isa Israili dengan Isa Muhammadi antara lain dalam (Zulkarnain, 2000: 122-123).
  1. Keduanya terjadi setelah memasuki abad ke-14. Isa Israili yang dijanjikan muncul pada abad ke-14 sesudah Nabi Musa. Dan Isa Muhammadi muncul pada abad ke-14 sesudah Nabi Muhammad saw.
  2. Keduanya menegakkan syari’at Nabi yang diikutinya. Isa Israili mengikuti syari’at Musa, sedang Isa Muhammadi (al-Masih) mengikuti syari’at Muhammad saw.
  3. Isa al-Masih adalah Masih Mau’ud dalam syari’at Musa Israili. Sedang Mirza Ghulam Ahmad adalah Masih Mau’ud dalam syari’at Muhammad saw. Sedang tugas al-Masih dan al-Mahdi yang dijanjikan antara lain:
1.                  Memperbaharui agama
2.                  Memecahkan salib
3.                  Membunuh babi
Mengenai tanda-tanda  kedatangan al-Masih al-Mahdi yang dijanjikan,  jemaat Ahmadiyah mendasarkan ayat al-Qur’an antara lain al-Qur’an sendiri banyak memberikan nubuwwatan tentang hal tersebut, sebagai berikut:
Artinya:
            Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.(Al-Anbiya: 96).
            Ayat ini menerangkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj  pun walau mereka menguasai seluruh dunia, mereka tunduk pada undang-undang itu. Dan yang dimaksud mereka mengalir dari tiap-tiap tempat yang tinggi  ialah bahwa mereka akan merampas tiap-tiap tempat yang nyaman dan menguntungkan hingga dikuasailah seluruh dunia.
            Ayat tersebut mengambarkan merajalelanya Ya’juj dan Ma’juj di dunia mengisyaratkan penjajahan Eropa di seluruh dunia. Dengan demikian ramalan dalan al-Qur’an mengenai merajalelenya Ya’juj dan Ma’juj  pada Zaman akhir, telah muncul pada zaman sekarang ini.
            Pandangan pendiri Ahmadiyah mengenai masalah tersebut sangat aneh bagi kalangan masyarakat. Kendati di Negara Indonesia sudah mengenal dengan akan datangnya “ratu adil” telah banyak menuai pro-kontra apakah memang ada wujudnya atau  pandangan yang lainnya. Penulis tidak dapat akan memperpanjang siapa al-Mahdi dan al-Masih itu, karena masalah tersebut adalah masalah soal keyakinan dari setiap individu yang kemudian teraktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pada masa penjajahan Belanda penduduk pribumi termasuk di dalamnya masyarakat Sunda sangat mendambakan datangnya ”Ratu Adil” itu.
Dalam “Uga”  cerita leluhur orang sunda datangnya “Ratu Adil “ itu  adalah di alun-alun kota Bandung. Bila kita lihat atau cermati alun-alun kota Bandung itu dahulu adalah Tegal-lega. Dan pertama kalinya datang penyebar Ahmadiyah itu ke Kota Bandung, tempat yang pertama disinggahi adalah Tegal-Lega itu. Dikalangan jemaat Ahmadiyah kota Bandung dengan adanya “Uga” tersebut dijadikan dalil dalam rangka penyebaran Ahmadiyah di Kota Bandung, dengan memanfaatkan situasi kultur masyarakat Bandung yang pada waktu itu masih sangat kuat dengan keyakinan terhadap’’Uga”.  Hal seperti ini tidak hanya berlaku untuk Bandung saja bahkan daerah lain di Nusantara ini jemaat Ahmadiyah dalam rangka menyebarkan ajarannya lebih dulu mengenal situasi kondisi masyarakat untuk lebih memudahkan dalam kegiatan penyiaran ajarannya.
b.      Kenabian
masalah kenabian ini sangatlah penting sekali untuk dibahas karena terdapat perbedaan yang menarik atara pengertian kenabian. Golongan Sunni  mengangggap antara nabi dan Rasul itu berbeda. Nabi adalah orang yang menerima wahyu dan tidak diwajibkan menyampakan kepada umatnya. Sedangkan Rasul adalah orang yang menerima wahyu dan juga punya kewajiban meyampaikan kepada umatnya.
Sedangkan dalam pandangan jemaat Ahmadiyah nabi berasal dari kata naba yang berarti membawa kabar ghaib, juga berarti ramalan tentang peristiwa yang akan terjadi. Menurut jemaat Ahmadiyah, istilah nabi secara syar’i hanya diterapkan kepada orang yang dipilih Allah, diutus unutk menyampaikan perintah Allah kepada manusia. Ia juga disebut rasul (utusan Allah). Dengan demikian semua nabi adalah rasul. Dengan kata lain nabi dan rasul adalah satu mafhum, tidak berbeda. Jemaat Ahmadiyah menggunakan dasar dari surat Yunus:47
Artinya:
  47. Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.
            Dalam pandangan jemaat Ahmadiyah ada tiga klasifikasi dalam masalah kenabian
  1. Nabi Syahibu al-syari’ah dan Musytaqil. Artinya nabi yang membawa syari’at (hukum-hukum) untuk manusia. Mustaqillah, artinya menjadi nabi dengan tidak karena hasil itha’at, mengikuti kepada nabi sebelumnya. Seperti nabi Musa a.s. ; beliau menjadi nabi bukanlah hasil dari mengikuti nabi atau syari’at sebelumnya. Langsung menjadi nabi dan membawa Taurat, begitu pula nabi Muhammad saw. Nabi semacam ini dapat juga disebut Nabi tasyri’i dan Mustaqil (langsung).
  2. Nabi musytaqil ghiar al-Tasyri’I,artinya ia, menjadi nabi dengan langsung bukan hasil mengikuti kepada nabi sebelumnya. Artinya ia ditugaskan Tuhan menjalankan syari’at yang dibawa nabi sebelumnya. Seperti nabi Harun, Daud, Sulaiman, Zakaria, Yahya dan nabi Isa a.s. kesemuanya itu menjadi nabi secara langsung (mustaqil), tidak karena hasil mengikuti nabi Musaa.s atau nabi lain sebelumnya. Mereka dengan langsung diangkat Tuhan menjadi nabi dan ditugaskan menjalankan syariat Taurat.
  3. Nabi zhilli ghair al-Tasyri’i, artinya ia mendapat anugrah Allah menjadi nabi semata-mat karena hasil kepatuhan kepada nabi sebelumnya dan juga mengikuti syari’atnya. Jadi kenabian itu di bawah kenabian sebelumnya dan tidak ada syari’at baru. Seperti kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Yang mengikuti syari’at nabi Muhammad saw.
Menurut paham Ahmadiyah, hanya nabi-nabi yang membawa syari’at saja yang sudah berakhir. Karena lembaga kenabian sudah tertutup. Sedangkan, nabi-nabi yang tidak membawa syari’at akan tetap berlangsung.

c.       Wahyu
Sebagaimana pembahasan tentang kenabian, pembahasan masalah wahyu di kalangan jemaat Ahmadiyah juga merupakan pembahasan penting.
Wahyu Allah tidak hanya di turunkan kepada para nabi Allah saja. Melainkan, dikaruniakan pula kepada semua umat manusia. Bahkan  dikaruniakan kepada semua ciptaannya seperti hewan dan tumbuhan. Ringkasnya dalam al-Qur’an dikemukakan macam–macam wahyu
  1. Wayu Allah kepada makhluk yang tak bernyawa seperti bumi dan langit (41:11-12).
  2. Wahyu kepada binatang seperti Lebah (16:68-69).
  3. Wahyu kepada Malaikat (8:12).
  4. Wahyu kepada manusia biasa baik laki-laki maupun perempuan yang bukan nabi seperti para sahabat Nabi Isa (5:11) dan ibu Nabi Musa (28:7).
  5. Wahyu kepada nabi dan rasul (21:7 dan 4:164).
d.      Khalifah
Menurut Mirza Basyirruddin Mahmud Ahmad dalam al-Qur’an perkataan khalifah dalam tiga pengertian:
1.      Khalifah dipergunakan untuk nabi-nabi yang seakan-akan menjadi pengganti Allah di dunia. Umpamanya  Nabi Adam disebut khalifah (2:31-32) dan Nabi Daud disebutkan sebagai khalifah (38:27).
2.      Khalifah diartikan sebagai kaum yang datang kemudian dalam surat al-A’raf (70 dan 75) khalifah pengganti nabi juga di tunjuk oleh kaum seperti khalifah Abu Bakar yang menggantikan Mabi Muhammad
3.      Khalifah dipergunakan untuk pengganti nabi karena mereka mengikuti jejak nabi sebelum mereka. khalifah semacam ini diangkat oleh Tuhan.

e.       Jihad
Hakikat  Jihad Islami dipaparkan oleh pendiri jema’at Ahmadiyah.
“Sekarang saya ingin menuliskan jawaban pertanyaan, mengapa Islam memerlukan Jihad dan apa yang dimaksud dengan Jihad? Hendaknya  jelas ketika Islam lahir, sejak saat itu juga Islam terpaksa menghadapi kesulitan-kesulitan besar dan segenap kaum telah menjadi musuhnya. Ini  memang merupakan suatu hal yang wajar, ketika seorang nabi atau rasul diutus dari Allah dan orang-orang di dalam golongannya tampak merupakan suatu kelompok yang memiliki kemampuan tinggi, muttaqi, tangguh dan penuh kemajuan,  maka mengenai nabi/rasul tersebut tentu timbul semacam kedengkian di dalam kalbu kaum-kaum dan golongan-golongan yang ada saat itu. Khususnya para ulama dan tokoh di setiap agama, menampakan banyak sekali kedengkian. Dan  semata-mata dengan mengikuti nafsu, mereka merancang rencana-rencana untuk menimbulkan kemudharatan. Bahkan kadang-kadang mereka juga merasakan di dalam kalbu-kalbu mereka bahwa mereka secara aniaya menimbulkan penderitaan terhadap seorang hamba Allah yang berhati suci sehingga mereka menjadi sasaran kemurkaan Allah. Dan  perbuatan-perbuatan mereka juga, yang setiap saat tampil pada diri mereka untuk menimbulkan kelicikan dan pergolakan yang menentang, senantiasa memperlihatkan kondisi kalbu mereka yang bersalah. namun, tetap saja lokomotif api kedengkian yang laju itu terus membawa mereka ke jurang permusuhan. itulah faktor-faktor yang membuat para ulama dari kalangan musyrik, Yahudi dan Kristen di masa Rosullullah saw. Tidak  hanya luput dari menerima kebenaran, melainkan juga telah menggerakan mereka untuk melakukan permusuhan yang sengit. Untuk  itu mereka telah berpikir keras, yakni bagaimana menghapuskan Islam dari muka bumi ini. Dan dikarenakan orang-orang Islam pada masa permulaan Islam itu berjumlah sedikit, oleh sebab itu para penentang mereka melakukan sikap permusuhan keras terhadap orang-orang Islam. Pada  waktu itu, yakni para sahabat,  para penentang itu melakukan permusuhan karena rasa takabur yang secara fitrat yang tertanam di dalam kalbu dan pikiran golongan-golongan demikian yang menganggap diri mereka lebih unggul di bandingkan golongan lain dalam hal harta, kekayaan, jumlah pengikut, kehormatan dan martabat. Dan  mereka sangat memusuhi orang-orang Islam saat itu, yakni para sahabah. Dan  mereka tidak menghendaki tumbuhan samawi ini tegak di bumi.bahkan mereka berusaha keras untuk membunuh orang-orang saleh tersebut.
            Banyak tanggapan yang beragam terhadap jihad yang dikemukakan oleh pendiri jemaat Ahmadiyah. Kalangan yang tidak setuju mengatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad tidak percaya dengan Jihad. Jauh sebelum itu Mirza Ghulam Ahmad menerangkan semasa hidup beliau bahwa Jihad pada zaman sekarang di abad ke XX ini hendaknya Jihad dengan pena. Sebab musuh Islam dalam melawan Islam tidak menggunakan fisik melainkan menggunakan teknologi informasi. Hal tersebut disebut oleh Mirza Ghulam Ahmad sebagai jihad kabir yakni jihad dalam rangka menerangkan isi dan misi Islam kepada kaum yang membenci Islam dengan jalam damai.  Islam terlahir sebagai rahmatan lil’alamin, berarti setiap tindakan warga muslim dimanapun harus mencerminkan kehidupan yang menyejukkan, bersahaja santun, ramah dan sifat terpuji lainnya. Islam tidak pernah mengajarkan hidup dengki, karena kedengkian menganiaya diri sendiri dan memepersempit tali persaudaraan dalam kehidupan.
            Dalam hal ini penulis dalam mengemukakan kehidupan Mirza Ghulam Ahmad adalah dilihat dari sudut konsep yang beliau kemukakan, Mirza Ghulam Ahmad menilai bahwa kalangan ulama saat ini telah menyimpang dalam beberapa konsep Islam sehingga beliau merasa terpanggil unutk memberikan penjelasan bagaiaman Islam menurut Rasulullah itu. Dasar yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Mirza Ghulam Ahmad ingin memberikan cermin bahwa Islam itu adalah agama yang penuh dengan perdamaian penuh dengan kasih sayang seperti yang diajarkan oleh Rasulullah. Begitulah kiranya sejak beliau menerima wahyu tahun 1889, beliau banyak dihujat oleh berbagai pihak terutama kalangan umat Islam, sampai akhir hayat beliau tidak hentinya mengatakan dan menyebarkan Islam sebagai agama yang penuh dengan perdamaian. Mirza ghulam Ahmad meninggal tahun 1908. Sepeninggal Mirza Ghulam Ahmad tampuk kepemimpinan dipegang oleh hakim Nuruddin. Beliau sebagai khalifah pertama dalam jemaat Ahmadiyah.
4.2 Sekilas  Awal  Masuk Ahmadiyah Ke Indonesia
Maulana Rahmat Ali (1893-1958), adalah seorang Muballigh Ahmadiyah pertama yang diutus ke Indonesia oleh Khalifatul Ahmadiyah dari Qadian, Khalifatul Masih II Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad.[1] Maulana Rahmat Ali dikenal sebagai Sang Penabur Benih Jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Ia juga dikalangan Ahmadiyah memiliki kedudukan istimewa sebagai tabiin dari Imam Mahdi Masih Mau'ud as. Hz.Mirza Ghulam Ahmad as..
Dilahirkan pada tahun 1893. Setelah lulus sebagai pelajar generasi pertama dari Madrasah Ahmadiyah di Qadian pada tahun 1917 menjadi guru Bahasa Arab dan Agama pada Ta'limul Islam High School di Qadian. Tahun 1924 dipindahkan ke Departemen Tabligh (Nizarat Da'wat Tabligh). Dari bulan Juli 1925 sampai Mei 1950 bertugas sebagai mubaligh di Indonesia. Beberapa tahun ditugaskan sebagai mubaligh di pakistan Timur. Tanggal 31 Agustus 1958 wafat di Rabwah. (Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000), h.19)
Atas undangan pelajar-pelajar indonesia yang sedang belajar di Qadian, tepatnya pada tanggal 2 Oktober 1925, ia tiba pertama kali di Tapaktuan, Aceh. Di latar belakangi kepercayaan akan datangnya Imam Mahdi, dan surat yang sering dikirimkan para pelajar Indonesia di Qadian agar apabila utusan pertama dari Imam Mahdi datang supaya diterima baik-baik, tibanya Maulana Rahmat Ali rahmatullah. di pantai Tapaktuan disambut oleh ratusan penduduk yang menunggu kedatangan utusan Imam Mahdi. Diantara mereka ada yang menerima dan masuk menjadi pengikut Ahmadiyah. Selaku juru bahasa dalam bahasa Arab pada waktu itu adalah seorang pemuda bernama Abdul Wahid, yang kemudian hari pemuda tersebut belajar ke Qadian dan mewakafkan hidupnya menjadi Muballigh Ahmadiyah. ( Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000), h.21)
Pada tahun 1931 Maulana Rahmat Ali berangkat menuju Jakarta atau Batavia waktu itu. Melalui diskusi-diskusi perorangan yang ingin mengetahui tentang Ahmadiyah maupun diskusi secara terbuka, dakwah Ahmadiyah di tanah jawa mendapat perhatian yg luar biasa. Perdebatan-perdebatan resmi terjadi antara Ahmadiyah, Ulama Islam, Pendeta di Jakarta, Bogor, Bandung, sampai Garut..
Dalam tahun 1933 telah terjadi tiga kali perdebatan pihak Ahmadiyah Muballigh Maulana Rahmat Ali, Maulana Abu Bakar Ayyub HA, Maulana Moh. Sadiq HA dengan Pembela Islam yang diwakili dari organisasi Persis (Persatuan Islam) yang dipimpin oleh A. Hassan yang lebih dikenal dengan "Hassan Bandung" guru dari Almarhum Mohammad Natsir mantan Ketua Rabithah Alam Islami dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang terkenal. Diawali surat menyurat diskusi Ahmadiyah lewat majalah bulanan Ahmadiyah "Sinar Islam" dan majalah "Pembela Islam" yang merupakan media Persis waktu itu, yang selanjutnya menimbulkan kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk mengadakan suatu pertemuan yang ketika itu disebut "Openbare Debatvergadering (Pertemuan Debat Terbuka) yang pertama kalinya diadakan pada tanggal 14, 15, dan 16 April, 3 hari berturut-turut, bertempat di gedung Sociteit "Ons Genoegen" Naripanweg, Bandung, dengan pengunjung lebih kurang 1000 orang. Perdebatan kedua adalah lanjutan dari perdebatan pertama, dan menarik perhatian masyarakat kurang lebih 2000 orang, terjadi di Batavia pada bulan September, 3 hari berturut-turut dari tanggal 28, 29, 30, tepatnya di Gedung Permufakatan Nasional di Gang Kenari Salemba, Batavia Centrum.  Ahmadiyah , (Sebuah Titik Yang Dilupa" Majalah Tempo nomor 29, 21 September 1974)
Ketika Maulana Rahmat Ali tinggal di Batavia, tepatnya di masa perjuangan kemerdekaan RI beberapa tokoh perjuangan seperti Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, dan Tan Malaka pernah mendatanginya (Maulana Rahmat Ali) untuk mendiskusikan berbagai hal di antaranya mengenai Islam, Nasionalisme dan Tatanan Dunia Baru. Juga di masa lalu Haji Agus Salim sering merekomendasikan orang-orang yang ingin mendalami Islam agar datang ke mesjid Gang Gerobak. Disebut mesjid Gang Gerobak, karena di masa itu gang di mana mesjid ini berada selalu penuh dengan berbagai macam gerobak. tempat itu sekarang dikenal dengan alamat Jalan Balikpapan I/10.
4.3 Peranan  Ahmadiyah di Bandung

Perkembangan Ahmadiyah di Kota Bandung tidak lepas dari peranan mubaligh asal  Sumatera Barat, Abdul Wahid. Secara kebetulan pada tahun 1933 sudah berdiam keluarga Padang yang beriat berdagang di Bandung. Abdul Wahid yang semula berdiam di Garut, pada tahun itu juga ia berpindah ke Bandung, bersama dengan keluarga Ahmadi asal padang tersebut, abdul Wahid mengembangkan Ahmadiyah di Bandung.
Tempat kegiatan pertama kali di daerah Nyengseret, selama lebih kurang empat puluh hari mereka berdiam di rumah sederhana di tempat itu, sebelum selanjutnya mereka berpindah ke jalan Pejagalan No 35 C.
Setelah pendudukan Jepang yang sama sekali tidak memberikan ruang kebebasan beragama, yang disusul dengan kemerdekaan dan kedatangan kembali Belanda, para mubaligh di kalangan jemaat Ahmadiyah tidak tinggal diam. Mubaligh Abdul Wahid dan mubaligh asal Pakistan, Aziz Ahmad Khan tidak  tinggal diam, membantu mempertahankan kemerdekaan dengan bekerja sebagai penyiar bahasa Urdu di RRI Bandung. Mereka bekerja di RRI Bandung hingga meletusnya Bandung Lautan Api. Pada peristiwa tersebut banyak penduduk yang mengungsi tidak terkecuali Abdul Wahid sekeluarga, mereka mengungsi ke Garut.
Abdul Wahid kembali lagi ke Bandung tahun 1948. Pada tahun itu pula atas keinginan dan instruksi dari Khalifah ke-2 maka Abdul Wahid berinisiatif membuat Mesjid di daerah Pejagalan. Namun karena harga tanah di daerah tersebut mahal maka pembelian tanah pun kemudian dialihkan di daerah Astana Anyar yang pada waktu itu masih berupa hamparan sawah dan tanah kosong untuk pekuburan. Kendati demikian semuanya masih terasa sangat berat karena warga Ahmadiyah masih sangat sedikit dan masih pada kurang mampu sehingga istri Abdul Wahid sendiri sampai menjual perhiasan paling berharga yakni emas 3 gram, untuk membeli sebidang tanah di daerah Astana Anyar. Selain dari Bandung banyak juga yang menyumbang dari daerah Garut, Tasik. Banyak sekali yang membantu dalam pembuatan mesjid tersebut. Abdul Wahid sebagai perintis memiliki segudang pengalaman dan segudang makna kehidupan yang patut diteladanai oleh generasi muda saat itu. Perjuangan Abdul Wahid dalam pandangan penulis memiliki arti yang sangat penting sama halnya seperti Ahmdiyah Indonesia dengan Rahmat Ali dan Ahmadiyah Bandung identik dengan Abdul Wahid begitulah kiranya sejarah kehidupan beliau sangat penting untuk dikemukakan dalam pembahasan ini.
Waktu itu 21 Februari 1982 usianya sudah 80 tahun, nampak segar berjemur dihalaman rumah jalan cikutra no 159 Bandung. Itulah mubaligh pertama Markazi Abdul Wahid. Wafat  tanggal 22 feb 1982. di RSHS. Beliau dimakamkan tidak jauh dari rumahnya di pemakaman umum Cikutra. Abdul Wahid berkiprah di Jemaat dari tahun 1936 – 1972. 36 tahun sudah kiprah beliau dan dinyatakan pensiun olleh Hadzat Khalifatul Masih ke-2 Miza Bashirudin Mahmud Ahmad. Awal kiprahnya dimulai dari Sumatera kala itu siswa Tawalib sedang merindukan pendidikan ke Hindustan karena terpengaruh oleh pidatonya Khawaja Kamaludin, yang datang ke Yogyakarta, berita itu sangat menggema Karena diberitakan dalam surat kabar Tjahaya Sumatera, pengaruhnya sangat besar kala itu termasuk pemuda Abdul Wahid..
Karena kecintaannya kepada agama Islam setamatnya  dari sekolah Tawalib beliau pergi ke Tapak Tuan (Aceh) dan mendirikan sekolah setingkat SMA. Beliau merupakan anak ke delapan dari dari 13 bersaudara kelahiran april 1904 dari bapak H Idris dari Ngarai Sianok Bukit Tinggi dan ibunya Hj Jawiah dari Natal Sumatera Utara.
Selang dua tahun kemudian setalah kedatangan Khawaja Kamaludin Rahmat Ali datang ke Aceh tepatnya di daerah Tapak Tuan. Dengan berbekal Ilmu agama  yang cukup Rahmat Ali Akhirnya bisa menaklukan beberapa hulu balang  diantara yang terang-terangan bergabung dengan Ahmadiyah
  1. Abdul Rahman
  2. Muhammad Syam
  3. Mahdi Sutan Singasoro
  4. Mamak Gamuk
  5. Munir
  6. Ali Sutan Marajo
  7. Sulaeman
  8. Datuk Dagang Muhamad Hasan
  9. Abdu Wahid
  10. Muhamad Yakin Munir
  11. Abas dan Teuku Nasrudin.
Sejarah mencatat akhirnya hanya dua oranglah yang yang menjadi Mubaligh pertama Ahmadiyah yakni Abdul Wahid dan dan Muhamd Yakin Munir. Tempat pertemuan biasanya dilakukan di Rumah Mamak Gamuk, yang menjadi pendengar ada juga dari pelajar Sumatera Tawalib.  Keberadaan Rahmat Ali membuat Reputasi Ulama Aceh mulai goyah. Maka dengan cara menghasut pejabat pemrintah Akhirnya Rahmat Ali pergi dari Aceh ke Padang. Dengan kepergian Rahmat Ali dari Aceh ke padang membuat pelajar itu menjadi kekurangan Ilmu untuk mengisi kekurangan itu dengan inisiatif mereka mengirim keluarga mereka untuk pergi belajar ke Qadian. Mamak Sulaeman yang termasuk baiat awal mengirimkan tiga orang putranya dan dua orang kemenakan. Putranya adalah Abdul Qayyum, Abdul Rahman dan Abdul Rahim, kemenakannya adalah Abdul Wahid dan Muhammad Yakin Munir. 9 Juni 1926 mereka berangkat menuju Qadian dari lima orang itu yang menjadi orang berhasil belajar sampai tamat adalah Abdul Wahid.
Sewaktu di Lahore sempat bertemu dengan Harsono Cokroaminoto, tokoh Muhammadiyah. Sesampainya di Qadian suatu tempat yanmg terpencil tetapi sarat dengan orang-orang yang dekat dengan Allah swt, kehidupan yang sangat sederhana, sangat jauh dari kemewahan dunia mulailah suasana baru dalam kehidupan masyarakat setempat. Pergaulan dengan sahabat Hadzrat Masih Ma’ud as dengan Khalifah ke II Hadzarat Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad lingkungan masyarakat yang mewaqafkan diri dalam mengkhidmati Agama. Dengan berbekal ketekunan maka gelar HA pun diraihnya pada tahun 1933. dan langsung masuk Mubaligh Class yang diselesaikannya dalam waktu dua tahun lulus tahun 1935 bulan oktober 1935 beliau diangkat menjadi Mubaligh Markazi kemudian bekerja di Sadr Anjuman pada tahun itu juga mendaftar sebagai Musi dengan nomor musi 4434.
Pada tanggal 16 Februari Bapak Abdul Wahid meninggalkan Qadian dan kembali Nusantara. Kemudian menikah dengan orang Garut. Kebetulan di Garut sudah terbentuk cabang Garut yang  di motori oleh Rahmat Ali sekitar 3 tahun sebelum kedatangan Pa Wahid. Ketua dari cabang Garut yang pertama adalah Pa Ganda sekretaris Pa Yahya keuangan Pa Udin Sayudin. Sekretaris Tabligh adalah Pa E Muhammad Toyyib. Dengan sudah terbentuknt\ya cabang tersebut maka bagi orang yang sudah menerima kebenaran bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi maka segeralah baiat. Yang melaksanakan baiat tersebut adalah sebagai berikut Udin Sayudin, Pa Ganda, Pa Yahya, Pa Amat bin Abdullah Pa Haji Mansur Pa H Amir dan keluarga Pa Satibi beserta tujuh bersaudara. Termasuk Ibu Tasliamah dan adiknya Kausar.
Kegiatan Tarbiyat meliputi kajian Tafsir, Hadits Nabi Muhammad Ilmu Nahwu Sejarah Islam. Dan juga suka ada ceramah keluar dan berbincang dengan organisasi lainnya seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Syarikat Islam ,PNI , Partai Pasundan dan juga Komunis.
Pada zaman Jepang banyak orang yang ditahan oleh Jepang baik dari Ahmadi maupun dari bukan Ahmadi karena berbagai hal yang sekiranya berbahaya bagi Jepang saat itu. Ada 11 orang yang tercatat yang di tahan oleh Jepang. Sekalipun tuduhan yang tidak jelas. Ke 11 orang itu adalah 1. Bpk Abdul Wahid ketika sedang di Garut. 2. Bpk Sayyid Syah Muhammad Di Kebumen, 3. Bpk Malik Aziz khan di Kebumen, 4. Bpk Abdul Samik di Bandung, 5. Bpk Yahya di Garut, 6. Bpk Syarif di Tasikmalaya, 7. Bpk Rasli di Tasikmalaya, 8. Bpk Sadkar di Tasikmalaya, 9. Bpk E Mohammad Toyyib di Singaparna,  10. Bpk Jumria di Singaparna, 11. Bpk Surya di Indihiang. Setelah 83 hari baru mereka dibebaskan Karena tuduhan terhadap mereka tidak terbukti, kecuali Bpk E Mohammad Toyyib dibebaskan setahun kemudian karena diduga terlibat dalam kasus Sukamanah.
Bandung yang juga sabagai kota yang dangat berpengaruh baik dari zaman Belanda , Zaman Jepang sampai Zaman revolusi kemerdekaan memiliki arti yang sangat strategis dalam berbagai aspek. Arti strategis ini dibayar dengan kondisi Bandung yang selalu hangat dengan berbagai gejolak baik Bandung Lautan Api dan sebagainnya. Kondisi ini tidak menyurutkan Bapak Abdul Wahid untuk merencakan membuat Mesjid. Dengan berbekal modal pertama dari menjual berlian 3 Karat milik istrinya seharga Rp. 1.200 yang hasilnya digunakan  untuk membeli tanah di jalan Haji Safari (nama jalan ini tidak berubah sampai penulis menulis Skripsi). Kemudian Pa Wahid menghimbau anggota Jemaat untuk bergotong royong membangun. Gambar Mesjid dibuat Oleh Bapak Guniwa Partokoesoemah, serta menyumbang f 500 guna membeli genteng sedang pelaksananya Bapak Momon dan Bapak Jamhur. Bantuan datang tidak dari warga Bandung saja bahkan dari luar Bandung ada dari Garut yang membawa Kusen-kusen bekas bangunan Pabrik dodol yang hancur akibat di bom, termasuk pintu jendela. Bapak Satibi menyumbang reng yang sudah diremdam 2 tahun. Ibu Ombi menyumbang kayu yang asalnya mau membuat rumah pribadi ibu-ibu dari Bandung dan Garut menyumbang 2/3 dari biaya pembangunannya dan Bapak Bagindo Zakaria menyumbang f 300 untuk membeli cat selain itu Bapak Neneng Satraamijaya menyumbang  600 gram emas. Bulan juli 1948 mulailah peletakan batu pertama yang upacara peletakan batu pertama oleh bapak Rahmat Ali. Tamu yang datang selain dari pengurs besar dari Jakarta juga dari daerah Jawa Barat. 1950 Mesjid ini selesai dibangun. 1951 diadakan Konrges II Jemaat Ahmadiyah di Mesjid ini yang dihadiri sekitar 200 orang dari seluruh Indonesia. Kendati masih menggunakan MCK yang masih darurat.
Ketika bapak Rais Ut Tabligh ( kepala Mubaligh) Sayyid Syah Muhammad Ali pergi Rabwah untuk cuti    Pa Wahid selaku wakil menerima undangan dari Presiden Soekarno untuk ke Istana negara. Kemudian Pa Wahid memberikan Tafsir Qur’an dalam Bahasa Belanda De Heilige Qur’an.
Tahun 1955 kiprah Pa Wahid terus berkembang dangan izin dari Khalifah Masih II beliau berkesempatan untuk studi banding ke Timur Tengah dan juga untuk memperdalam bahasa Arab. Ruang lingkup Tabligh yang diemban oleh Pa Wahid selaku Mubaligh Markazi sangatlah luas selain Jawa Barat beliau juga pernah berutugas di Jawa Tengah.
Kiprah seorang Mubaligh Markazi harus mampu membina Jemaatnya dari tataran intern hal  ini dibuktikan dengan adanya pembuatan Tarbiyat yang sudah dibentuk seperti di cabang Wansigra, Manislor. Yang sampai sekarang tempat tersebut menjadi berkembang. Di Bandung tidak ketinggalan. Sebagai daerah yang sangat strategis Bandung banyak mencetak banyak kegiatan yang bersejarah bagi Jemaat Ahmadiyah.
Seperti yang disebutkan dalam paragaraf diatas awal masuk jemaat Ahmadiyah ke Kota Bandung tahun 1933 dengan adanya debat antara Ahmadiyah dengan A.Hassn dari Persis. Debat ini sangat menarik walau masing-masing dalam keyakinannya. Semua persoalan menjadi tertuangkan dalam debat tersebut. Buku Verslag Debat. Di kalnagn jemaat Ahmadiyah buku ini sanagt populer hamper di tiap lembaran terakhir selalu diiklankan tentang buku tersebut. Dalam iklan tersebut menyatakan buku yang benilai abadi. Penulis membaca dari majalah sinar Islam dari tahun 80-an mulai dicetak dan hamper tiap bulan ada iklan mengnai buku tersebut. Ada beberapa dialog antara rahmat Ali dengan A.Hassn tentang maslah agama yang menurut pandangan penulis sanagt penting untuk disimak dari sekian debat yang telah berlangsung, dalam kutipan ini merupakan jawaban penutup dari Rahmat Ali. Dari semua dialog pada tahun 1933 yang memakan waktu tiga hari dan dihadri banyak penonton kesemua dialog tersebut penulis melihat hanya pada bagian penutup yang mampu meneangkan hsemua dari dialog yang diadakan tahun 1933 di Bandung, kutipannya sebagai berikut:
Saya sudah terangkan kebenaran Mirza Ghulam Ahmad menurut Qur’an, tetapi saya tidak dengar satu ayatpun yang dikemukakan oleh pembela Islam buat bantah keterangan saya itu. Kalau pembela Islam benar haruslah ia bantah keterangan saya itu dengan ayat-ayat Qur’an pula. Saya hanya dengar ikhtilaf-ikhtilah yang ada dalam buku karanagn Mirza Ghulam Ahmad.
Pembela Islam berkata: bahwa Ahmadiyah sudah menambah party, bukan memepersatukan umat, ini keterangan bukanlah berarti menolak akan kebenarannya. Karena dimasa nabi Isa orang Yahudi dan Nazara berkata semacam ini pula.
Pembela Islam berkata: Mirza Ghulam Ahmad dating untuk menghabiskan salib, padahal sesudah datangnya Mirza Ghulam Ahmad Kristen kelihatan bertambah maju dari yang telah sudah.
Betul orang Kristen ada betambah, tatepi bukan dari party Ahmadiyah.
Adapun perkara memecah salib, yang tersebut dalam hadits, itu sudah dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Karena yang dimaksud memecah salib itu, ialah membatalkan agama Nasara..
Ulama-ulama sendiri sudah berkata bahwa memecah salib adalah membatalkan Agama Nasara. Tentang pekerjaan Mirza Ghulam Ahmad terhadap kepada membantah Nasara, itu sudah dilihat dan disaksikan oleh musuh-musuh sendiri.
Mirza Ghulam Ahmad tidak saja mengatakan Nabi Isa sudah mati, malahan sudah terangkan juga di mana kuburnya. Adalah lagi pemecahan salib yang lebih terang dari ini?.
Pembela Islam berkata bahwa pujian dari orang itu mudah diperdapat; ia juag bisa dapat pujian dari orang lain, jika ia menulis buku dan minta pujian dari orang yang lain.
Sekarang saya kasih keterangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad, sekali-kali tidak meminta pujian dari pada orang yang lain, hanya orang sendiri yang terpaksa mengucapkan pujian kepadanya, setelah mereka melihat saha yang besar itu terhadap memajukan Islam. (offcieel Verslag Debat 1986;110-111).
Kutipan dari Verslag Debat tersebut merupakan bagian Akhir dari apa yang diperdebatkan. Walau masing-masing pihak dalam posisi masing-masing. Hanya para penonton sajalah yang memberikan gambaran dan media massa yang memberikan tanggapan. Dengan adanya debat tersebut perkembangan jemaat Ahmadiyah semakin terus berkembang. Banyak dari media yang ingin melihat meliput berbagai kegiatan.
Bukan berarti perkembangan jemaat Ahmadiyah berjalan dengan mulus saja. Kondisi politik zaman penjajahan Belanda dan Jepang sanagt mempengaruhi dalam perkembangan jemaat Ahmadiyah di Indonesia.  Seperti yang disebutkan di atas zaman Jepang sempat terjadi kevakuman dalam jemaat Ahmadyah di Kota Bandung. Karena orang-orang penting dalam jemaat Ahmadiyah ditangkap Jepang. Bahkan penulis melihat kevakuman organisasi-organisasi banyak yang vakum zaman Jepang. Tentara Jepang banyak mengawasi pergerakan massa bukan hanya berbau keilmuan bahkan samapi acara hiburanpun tidak luput dari pantauan tentara Jepang. Ruang lingkup untuk pengerahan massa sangat ketat pada tahu-tahun itu hamper semua vakum.
Begitu awal merdeka, mulai organisasi-organisasi yang tidur mulai bangun dan berkiprah dengan pesat. Tidak ketinggalan jemaat Ahmadiyah pada awal kemerdekaan orang Ahmadiyah yang bertugas sebagai mubaligh di luar Indonesia mendapat instruksi dari khalifah ke-2 untuk memberitakan kemerdekaan Indonesia dimana mereka bertugas sebagai Mubaligh, dan seluruh anggota dimanapun mereka berada. Berita ini dimuat dalam surat kabar Kedaulatan Rakyat edisi selasa Legi 10-12-1946. Dan juga dimuat kembali dalam Sinar Islam Agustus 1986.
Sperti yang diberitakan oleh surat kabar Kedaulatan Rakyat peranan jemaat Ahmadiyah sangat besar sekali hamper setiap event nasional jemaat Ahmadiyah selalau tampil ke depan. Hal inilah yang patut kita perhatikan betapa besar dan berpengaruh jemaat Ahmadiyah pada kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat Ketika pada pawai kemerdekaan RI ke-XIX barisan pemuda (Khuddam), mengikuti pawai pada tanggal 18-8-1964. (Sinar Islam Djuli/Agustus ‘64). Semua pemuda tergabung dalam satu rangkaian arak-arakan di Ibukota. Yangtentunya para pemuda Ahmadiyah dari beberapa Kota ikut serta termasuk dari Bandung juga. Pawai itu memepunyai arti tersendiri dalam pandangan penulis bagaimanapun juga jemaat Ahmadiyah dan ormas lain tidak salaing bergesekan semua lapisan masyarakat turut dalam kegiatan tersebut. Pemerintah tidak pernah membedakan latarbelakang dan dari mana semua turut memeperingati kemerdekaan yang dicita-citakan.
Fondasi inilah yang harus tetap dipertahankan jangan sampai keharmonisan dan kerukunan beragama pecah karena ego masing-masing. Keharmonisan dan kerukunan antarm warga di Kota Bandung sudah terjalin dengan baik, tidaklah mengherankan banyak acara berskla nasional dalam jemaat Ahmadiyah bias diselenggarakan di Bandung. Ini merupakan suatu bukti yang telah diciptakan warga Kota Bandung dalam melihat dan menjaliani kehidupan bermasyarakat yang plural. Jauh sebelum pemerintah zaman sekrang mengatakan masyarakat Madani. Warga kota Bandung telah memberikan contoh yang nyata.
Keharmonisan jemaat Ahmadiyah mulai terusuik di awal kemerdekaan ini adalah beberpa kasusu seperti DII/TII, PKI. Dua peristiwa ini banyak menyita perhatian bagai jemaat Ahmadiyah. Namun, yang paling dirasakan besar pengaruhnya bagi warga Ahmadiyah Astana Anyar adalah kasus PKI. Karena PKI melakukan aksinya di Jantung Kota seperti Jakrta dan Bandung. Jelaslah ini membuat warga Ahmadiyah banyak yang dituduh oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan alas an-alasan yang tidak logis. Warga ahmadiyah dituduh maker, dituduh hal-hal yang menyudutkan. Padahal kalau disimak dari syarat-syarat bai’at sudah jelas setiap anggota Ahamadi akan menjunjung tinggi kesetian kepada pemerintah. Untuk lebih jelasnya ada 10 ayarat bai’at yang harus dipenuhi oleh warga Ahmadi. Sebagai berikut:
1.      Dia akan menjauhi syirik sampai meninggal dunia.
2.      Dia akan menjauhkan diri dari zina, berdusta, memandang wanita yang bukan muhrim dan menjauhi segala macam kedurhakaan dan kemaksiatan, penganiayan dan pengkhianatan. Dan akan menjauhi perbuatan yang berupa pemberontakan dan kekacauan. Dan tidak akan membiarkan dirinya diklahkan oleh dorongan-dorongan hawa nafsunya, walau berapa kuat dan hebatnya.
3.      Dia kan tetap mendirikan sembahyang yang lima waktu, sesuai dengan perintah-perintah Allah Ta’aladan rasul-Nya. Dan senantiasa sedapat mungkin untuk mendirikan tahjjud (sembahyang malam), menghaturkan salawat salam untuk Nabi Muhammad saw dan meminta ampun kepada Tuahnnya dari dosa-dosanya dan mengucapkan istigfar dan mengingat setiap saat akan nikmat-nikmat-Nya dan karunia-karunia-Nya dengan ikhlas hatinya serta bersyukur kepada-Nya dan membiasakan memuji dan menyanjung-Nya.
4.      Dia, walaupun ada dorongan hawa nafsunya, tidak akan menyakiti satu orangpun dari makhluk Allah pada umumnya, dan kaum Muslimin pada khususnya.baik dengan tangannya ataupun dengang lidahnya ataupun dengan jalan lain.
5.      Dia akan tulus dan ikhlas kepada Allah, dan ridho kepada keputusan-Nya dalam segala hal, baik waktu dukaatau waktu sukar dan senang, atau waktu sempit dan lapang. Dan dia bersedia untuk menerima segala macam kehinaan dan menderita segala kesulitan pada jalan-jalan-Nya, dan dia tidak akan memalingkan diri dari pada-Nya ketika dating suatu musibah atau turun suatu bala, bahkan ia akan lebih akrab mendekati-Nya.
6.      Dia akan berhenti dari mengikuti adat istiadat yang buruk dan keinginan-keinginan yang jahat. Dia akan tunduk sepenuhnya pada ajaran-ajaran Al Qur’an dan akan menjadikan firman Allah ta’ala dan sabda Rasul-Nya saw sebagai pedoman bagi amal perbuatanya.
7.      Dia akan membuang jauh sifat sombong dan angkuh, dan berlaku sepanjang hidupnya merendahkan diri dan akan menghadapi ummat manusia dengan muka jernihdan bergaul dengan mereka yang sopan santun dan budi pekerti yang baik.
8.      Dia akan memandang agma, kehormatan agma dan kewajiban agma Islam lebih mulia dari jiwa raganya, harta bendanya, anak cucunya dan dari segala apa saja yang dicintainya.
9.      Dia akan menolong dan mengasihi segala makhluk Allah semata-mata mencari keridhaan-Nya. Dan sebisa-bisanya mengorbankan apa-apa yang telah diberikan Allah kepadanya berupa kekuatan dan kekayaan untuk kebaikan sesamanya.
10.  Dia akan mengikat janji persaudaraan dengan hamba Allah ini (Masih Mau’ud a.s) semata-mata karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, yakni bahwa dia akan aku dalam segala hal ma’ruf yang akau anjurkan kepadanya, kemudian dia tidak akan berpaliang dari padanya dan tidak akan pula memungkirinya sampai mati. Dan janji persaudaraan ini hendaklah menjadi sempurnanya sehingga tidak ada pertalian-pertalian dunia yang dapat menyamainya, baik pertalian kekeluargaan atau persahabatan ataupun perniagaan. (sepuluh syarat bai’at 1889).

Demikian suatau tatan yang diberikan oleh pendiri jemaat Ahmadiyah kepada para pengikutnya segala kehidupan antara ibadah vertikal dan horizontal harus selaras. Harus taat kepada Allah juga taat pada pemerintah. Jadi ketika kasus PKI muncul orang Ahmadi di Astana Anyar dan kota sekitarnya menjadi panas. Isu ini menjadi hangat bahkan dengan isu ini pemerintah semakin ketat dalam memantau setiap perkumpulan. Dari berdiri sampai kapanpun jemaat Ahmadiyah tidak akan pernah ikut dalam suatu politik praktis. Karena dalam pandangan pendiri jemaat ahmadiyah memenangkan Islam bukan dengan jalan politik praktis tetapi bagaimana membina akhlak masyarakat supaya masyarkat tersebut dapat menjalankan nilai-nilai ke-Islaman. Banyak ormas Islam yang lari masukdalam bidang politik yang akhirnya mereka menjadi kerdil dalam melihat kehidupan beragama. Inilah yang paling berbahaya ketika Islam dibawa dalam arena politik. Dari tahun 1955 pemilu pertama Ormas Islam pecah terus bergulir sampai akhirnya Orde Lama memasuki Orde Baru Partai Islam dijadikan satu. Namun apa yang terjadi semua itu tidak berarti ketika umat Islam disibukkan dengan hal seperti itu. Apa yang disuarakan bukanlah Islam yang hakiki tetapi bagaimana meraup massa yang banyak.
Tahun 1965 penulis melihat bagaimana telah terjadi benih-benih konspirasi permusuhan, kendati terjadi demikian jemaat Ahmadiyah terus saja berlangsung dalam menghidmati keyankinan yang mereka anut. Ketaatan kepada khalifah dalam nizam jemaat terus dipupuk. Para nggota Ahmadi taat kepada pemimpin ruhani mereka. Bukti ketaatan warga Ahmadi itu dan bukti kecintaan kepada sang pemimpin dapat dibuktikan ketika wafatnya Hadzrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad,  pada hari senin 8 nopember 1965 02:25 dini hari. Seluruh warga Ahmadi sangat bersedih mengingat peranan beliau yang sangat besar sekali dalam menyebarkan paham Ahmdiyah di Astana Anyar. Seperti Rahmat Ali, Abdul Wahid dan semua orang yang terlibat dalam penyiaran paham Ahmadiyah semua dipantau dan mendapat petunjuk dari beliau. Perkembangan jemaat Astana Anyar sendiri berdasarkan anjuran dari Hadzrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. (sinar Islam edisi khusus Fadzl Umar 1965).
Kesedihan warga Ahmadi astana Anyar terobati dengan diadakannya pertemuan tahunan yang rutin selalu diselenggarakan warga Ahmadi. Kali ini Bandung menjadi tuan rumah dalam rangka JALSAH SALANAH KE XXIV. Dalam setiap kegaitan berskala nasional atau wilayah hasil kegiatan tersebut selalu dibukukan. Hal inilah yang membauat penulis merasa menarik jemaat ini sudah membauat tertib administrasi. Seperti Jalsah Salanah yang ke-XXIV, yang penyelenggaraannya ditempatkan di Bandung.
Peserta Jalasah Salanah sangatlah banyak sekali. Unutk menampung jemaat yang banyak dari seluruh Indonesia juga ada tamu undanagn dari Malaysia dan Singapura. Melihat kondisi demikian tempat pelaksanaan di temapatkan di GOR Saparua.  Acara ini dihadiri juga oleh pejabat teras di lingkungan Pemkot dan Pemda. Serta dari Kodam III Sliwangi..
Bandung sampai tahun 1964 pernah menjadi tuan rumah dalam acara Jalsah salanah sebanyak empat kali tahun 1950, 1960, 1963 dan tahun 1964 yakni tahun ini. Acara ini memilki tujuan yang sangat bagus dalam pandangan pendiri jemaat Ahmadiyah. Acara ini pertama kali digelar di Qadian dengan jumalah peserta hanya 75 orang namun stelah tahun 1972 peserta yang hadir mencapai 100.000 orang. Suatau hal yang hebat sekali dari tahun ke tahun jumlah peserta yang hadir selalau bertambah banyak. Begitupun di Bandung pada tahun 1950 yakni sua tahun pasca pembangunan mesjid peserta masih bias ditampung dalam Mesjid namun setelah tahun 1964 mesjid tidak dapat menampun jumlah peserta yang banyak itu.  Unutk panginapan peserta Jalsah ditemapatkan di sekolah yang kebeltulan sedang libur yakni di SMP 10 jalan Maluku. Bias dibayangkan bagaimana kota Bandung tahun 1964 melihat ribuan orang dating ke Bandung dengan tujuan mengikuti Jalsah Salanah ini. Warga Bandung tidak keberatan menampung orang Ahmadi untuk menginap di sekolah tersebut dan mengadakan kegiatan di GOR Saparua.  Yang menjadi Mubaligh saat itu adalah masih dari Pakistan yakni Mian Abdul Hayye HP.
Kesusksesan kegiatan tersbut disambut hangat oleh beberapa pihak termasuk kalangan Ahmdi wanita atau sering Di sebut LI (Lajnah Imaillah). Kesuksesan acara di Bandung menjadi Inspirasi bagi LI untuk mengadakan acara Ijtima di Bandung. Karena kondisi yang sangat kondusif  sehingga di tahun 1973 pengurus pusat LI mengadakan rapat tahunan di Bandung di Mesjid Annatsir acar tersebut diadakan pada tanggal 8 malam sampai 9 Desember. Hasil dari rapat pengurus Pusat LI sebagi berikut:
1.      Telah dibuat contoh Vaandel Lajnah Imaillah Indonesia yang bagus sekali, dan juga cap (stempel) seragam unutk Lajnah Imaillah Indonesia. Harga Vaandel  Rp. 1000 dan cap Rp 750 yang semua ini dapat dipesan dan dilihat dalam Ijtima LI tahun depan. Bagi cabang-cabang yang menginginkan, supaya mengetahui sebelumnya.
2.      Majalah Suara lajnah Insya Allah mulai tahun 1974 ini terbit 2 bulan sekali. Sumbangan karanagn cukup menggembirakan, hanya kesulitannya kurang lancarnya beberpa cabang yang kurang cepat mengirim weselnya. Kalau pembayaran-pembayaran darai cabang-cabang cukup lancer, maka Insya Allah tidak ada kesulitan. Masih diharapkan agar jumlah langganan di tiap cabang bertambah.
3.      Tabligh yang akan dilaksanakan oleh Pengurus Pusat LI, tahun depan kalau tiada halangan, Insya Allah diadakan di Kota Bogor. Semoga cara ini sukses dan selamat bekerja bagi Lajnai Imaillah Bogor.
4.      Dari segenap cabang LI di Indonesia diminta mengumpulkan foto-foto bersejarah dari pejuangan-perjuangan lajnah sejak permulaan, kegiatan-kegiatan dan foto-foto anggota. Yang nanti diharapkan bias diserahkan di Ijtima LI ke-II.
5.      Ijtima yang kedua dari Lajnah Imailla Indonesia, Insya Allah akan diadakan di Tasikmalaya pada bulan April 1974. Seperti diketahui pada bulan tersebut kita mengharapkan kunjungan Hudzur yang tercinta ke Indonesia, juga pada bulan tersebut ada Majlis Musyawarah. Adapun acara-acaranya sebagai berikut:
a.       Lomba baca Al-Qur’an, pidato, cerdas tangkas dan mengarang.
b.      Lomba olah Raga dan memasak.
c.       Rapat Musyawarah dengan wakil-wakil cabang.
d.      Rekreasi
e.       Dari hati ke hati semua akan dilaksanakan dua hari dua malam (Suara Lajnah 1974)

Perjuangan para anggota jemaat Ahmadiyah baiak orang Indonesia atau orang Pakistan telah menorehan sejarah dalam merebut dana memepertahankan kmerdekaan. Berita ini dari masa-ke masa terus dibahas. Dengan tujuan untuk menumbuhkan bibit pejuang baru dikalang muda. Bahkan berita miltansi anggota Ahmadi ini diberitakan dalam majlah Suara Lajnah Mei 1974 sebagai beriku:
Perang yang merubah jalan hidup bangsa Indonesia
Ketika jemaat telah mulai tersebar di beberapa Negara di Timur, kemudian ada perang besar, yang kemudian seolah-olah menghambat tabligh Ahmadiyah, hubungan dengan pusat terputus. Jepang kemudian berkuasa di bekas jajahn belanda dan Inggeris, yang kemudian seolah-olah menghnetikan segala kegiatan-kegiatan termasuk aktivitas beragama. Tabligh kita hanya dilakuakn perorangan dan dari mulut ke mulut, sedang maulana Rahmat Ali dan Malik Aziz Ahmad Khan sibuk menterjemahkan buku-buku yang sanagt penting untuk literature jemaat Ahmadiyah.

4.4 Faktor-faktor penunjang dan Penghambat Perkembangan jemaat Ahmadiyah di Kota bandung

4.4.1        Faktor-faktor Penunjang Perkembangan jemaat Ahmadiyah
4.4.1.1Pendekatan rasional
Sebagai gerakan keagamaan Ahmadiyah ingin memperbaharui dan mengangkat kembali keadaan umat Islam melalui perubahan pola pikir dan pola sikap dalam memahami keadaan umat Islam yang disesuaikan dengan perubahan zaman. Hal ini dilakukan untuk menghadapi serangan terhadap berbagai bentuk keyakinan yang sudah tidak murni lagi.
Perubahan pola pikir yang ditawarkan Ahmadiyah yang menurut mereka merupakan pembaharuan adalah pemikiran-pemikiran keagamaan khususnya yang bersifat teologis, antara lain pandangannya tentang kenabian, wahyu, mujadid, masih dan mahdi.
Sebagai contoh dalam kaitan pemikirannya tentang kenabian, Ahmadiyah berpandangan bahwa nabi adalah seorang yang dipilih oleh Tuhan diantara hamba-hamba-Nya karena kecintaan dan kesetiannya pada Tuhan, untuk diberi tugas memimpin umat manusia lainnya. Menurut Ahmadiyah setiap umat manusia tiba dalam suatu masa dimana mereka berada dalam  suasana kegelapan yang menimpa hidupnya. Mereka diliputi oleh problema kehidupan yang berat dalam bidang ekonomi, politik dan pergaulan sosial lainnya. Terlebih lagi bilamana pada saat itu umat manusia telah bergelimang dalam dosa-dosa, baik berupa peperangan yang tidak mengenal kemanusian atau pemerkosaan hak-hak asasi manusia lainnya, bahkan terjadinya bencana alam yang terus bergulir tanpa henti, mereka mengaku beriman kepada Allah tetapi dalam kenyataan hidup jauh dari tuntunan Islam. Mereka mengaku Islam tetapi perilakunya lebih buruk dari binatang. Kondisi seperti ini dapat kita lihat sekarang ini dimana kondisi masyarakat yang serba instan telah membuat mereka lupa diri, sombong pada Tuhan, manusia zaman sekarang ini bila kita lihat dan komparasikan dengan umat nabi terdahulu jauh lebih buruk moralnya, pembunuhan pada bayi sudah kian banyak di televisi, anak membunuh ibu dan sebaliknya, bapak membunuh anak dan sebaliknya, kekacauan demi kekacauan kian banyak merajalela. Bahkan bila kita kaji ternyata harus kita pahami secara bijak keburukan umat nabi terdahulu telah diperagakan oleh umat nabi Muhammad. Dari sinilah diperlukan Mujadid yang harus mengembalikan manusia kepada ajaran yang benar dengan contoh yang nyata dari pribadi yang utuh, serta hal ini sudah dinubuwwatkan oleh nabi Muhammad saw, bahwa umat Islam ini tidak akan hancur bila di awal ada aku dan di akhir ada mahdi.
Dalam pandangannya tentang wahyu, bahwa wahyu adalah pembicaraan Allah swt secara langsung dengan hamba-Nya, sehingga hamba dapat memastikan tanpa ragu-ragu bahwa dirinya sedang berbicara atau menerima wahyu dari Allah, hal itu hanya bisa jika wahyu itu turun dengan kata-kata atau lafadz-lafadz bukan dengan inspirasi.
Wahyu yang turun dengan dengan lafdz-lafadz itu tidak hanya dapat diterima oleh para nabi dan rasul saja. Bahkan para wali dan mujadid juga dapat menerima wahyu yang tidak berbeda oleh para nabi dan rasul. Disamping itu, dinyatakan pula bahwa orang awampun dapat menerima wahyu yang tidak berbeda dengan para nabi dan rasul, bilamana telah berhasil mendapatkan kecintaan kepada Allah.
Pemikiran keagamaan tersebut yang dinilai berbeda dengan keyakinan umat Islam lainnya, dari satu sisi dapat dilihat sebagai suatu ungkapan dari keinginan menunjukan kebenaran Islam dalam terminologi yang dapat dipahami oleh sebagian umat Islam dan pemeluk agama lain, seperti agama Kristen, walaupun dari sisi lain karena berbeda kayakinan menyebabkan ajaran-ajaran yang dikembangkan menyebabkan kontroversial, terutama di kalangan Muslim sunni.
Pemikiran keagamaan yang dimunculkan, seperti yang tertuang dalam tulisan Mirza Ghulam Ahmad dalam bukunya yang berbahasa Urdu yang terjemahakan dalam bahasa Indonesia dengan judul Filsafat Ajaran Islam. Dalam buku tersebut telah dibahas lima maslah pokok yakni pertama, keadaan jasmani, akhlak dan ruhani manusia; kedua, keadaan manusia sesudah mati;  ketiga, tujuan sebenarnya hidup di dunia dan cara mencapainya; keempat, dampak amal perbuatan manusia di dunia dan di hari kemudian; kelima,  jalan dan sarana-sarana untuk mencapai Ilmu ma’rifat Ilahi. Sebagai contoh pembahasan tentang roh makhluk. Dalam buku tersebut dikemukakan bahwa roh adalah cahaya yang latif  (halus), tumbuh dari dalam diri manusia juga serta dibesarkan dalam rahim ibunya. Yang dimaksud tubuh ialah bahwa pada taraf permulaan ia tersembunyi, tak diketahui  dan kemudian tampak nyata. Pada taraf permulaan bibitnya sudah terkandung dalam tetes nutfah, sehingga terjadi pertalian ajaib antara roh dan nutfah sesuai dengan kehendak, izin Tuhan. Dan roh merupakan inti cahaya ruhani nutfah. Dalam hal ini roh tidak dapat dikatakan bagian dari nutfah dalam arti kata yang sama seperti satu benda merupakan bagian dari benda lain; dan juga tidak dapat dikatan bahwa roh datang dari luar atau jatuh ke tanah, bercampur dengan bahan nutfah. Melainkan roh tersembunyi (laten)  di dalam nutfah  seperti keadaan api tersembunyi dalam batu api. Dan yang dimaksud dalam al-Qur’an bukanlah bahwa roh turun secara terpisah atau jatuh ke bumi dari angkasa, kemudian secara kebetulan terpadu dengan nutfah, lalu masuk ke dalam rahim ibu, tetapi roh tumbuh dalam tubuh itu juga. Dengan demikian roh adalah satu mahkluk.
Pemikiran-pemikiran keagaman yang ditawarkan menawarkan  pilihan yang lebih halus, membuka wawasan baru dalam memahami Islam yang lebih rasional. Semangat melawan peradaban Barat ditiupkan dengan penuh semangat dan diterima hangat oleh para pendengar dan pembaca artikelnya. Majalah ilmiah bulan Sinar Islam sangat diminati oleh kaum terpelajar.
Dengan demikian, pandangannya tentang keagamaan yang bercorak rasional itu, dari satu sisi menjadi factor [penunjang terhadap pengenbangan Ahmadiyah.
4.4.1.2  Militansi tokoh Ahmadiyah
Kuntowijoyo menyatakan bahwa para nabi, filsuf, pendiri madzhab pendiri sekte dan pemikir adalah individu yang mengubah sejarah. Sejalan dengan pernyataan tersebut tidaklah diragukan lagi bahwa gerakan Ahmdiyah di Indonesia tidak terpelas dari peranan Maulana Rahmat Ali. Beliau adalah lulusan pertama Madrasah Ahmadiyah di Qadian 1917. Kemudian beliau menjadi guru “Ta’limul Islam High School”, beliau mendapatkan tugas dari khalifah II, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, untuk menyebarkan ajaran Ahmadiyah di Indonesia.
Dalam penyebaran paham Ahmdiyah di Jawa, Rahmat Ali juga mendapat kesulitan tidak jauh berbeda dari kawasan Sumatera. Kalau di Sumatera dalam menghadapi ulama lebih banyak berbentuk tulisan, baik berupa pamfet-pamflet maupun buku-buku, di Jawa ternyata lebih keras. Rahmat Ali mendapatkan tantangan dari ulama terkanal bernama A. Hassan dari Persatuan Islam (Persis). Tantanagn berat itupun harus dilayani. Rahmat Ali dibantu tokoh militan Ahmadiyah lain yakni, Abu Bakar Ayyub H.A dan Moh Sodik melakukan debat terbuka dengan A. Hassan di hadapan pengunjung bertempat di Bandung. Materi yang diperdebatkan berkisar masalah kenabian dan hidup atau matinya Nabi Isa a.s. peristiwa itu terjadi pada bulan April 1933. Setelah debat berakhir mereka tetap dalam pendirian masing-masingdan hasil perdebatan itu telah dibukukan dengan diberi judul Officieel Verslag Debat antara Penbela Islam dan Ahmadiyah Qadian.
Debat terbuka tersebut nampaknya belum ada kepuasan, maka pada bulan September tahun yang sama, diadakan debat terbuka untuk kedua kalinya. Dengan materi yang sama dengan debat pertama namun tempat berbeda tidak di Bandung melainkan di Jakarta (Batavia). Hal ini menunjukkan betapa militansi mereka dalam menyebarkan Ahmadiyah di Jawa terutama di Bandung. Yang hadir dalam acara tersebut tidak hanya dari Persis saja bahkan dari PSII, NU dan media Massa menjadi ramai memberitakan kejadian tersebut. Karena acara tersebut dihadari banyak sekali warga masyarakat kota Bandung. Bahkan dari luar Bandung seperti Garut, Tasik ikut serta dalam melihat acara perdebatan itu. Saat itu Ahmadiyah semakin dikenal oleh masyarkat Bandung yang Plural.  Hasil dari perdebatan itu malah jumlah anggota yang tidak disangka-sangka bertambah. Maksud hati melihat berdebat bahkan ada yang menjadi masuk Ahmadiyah setelah melihat perdebatan itu.
Penulis melihat perkembangan jemaat Ahmadiyah Kota Bandung, Astana Anyar sebagai titik pertama perjuangan penyebaran Ahmadiyah telah terbukti dengan begitu banyaknya mesjid dan anggota yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Cabang terbesar adalah Mesjid An Nashir jalan  H. safari no 47 dan cabang Mesjid Mubarak jalan Pahlawan no 71.
Pasca 1980 cabang jemaat Ahmadiyah tidak hanya di Kota bahkan sampai ke Kabupaten di Bandung. Semua cabang yang ada di Kota dan kabupaten Bandung semuanya menuakan kepada orang-orang atau pelaku sejarah dari perjuang dan pengembangan jemaat Ahmadiyah yang ada di jalan H. Safari. Jalan ini lebih pantas diebut sebagai gang karena jalannya hanya cukup untuk satu mobil saja. Dari zaman dahulu sampai sekarang nama jalan ini tidak berubah. Dan mesjid An-Nashir ini seni bangunan yang dipakainya juga tidak pernah berubah.
Dari sini penulis melihat bagaimana militansi yang dimiliki oleh orang awwalin dalam menyebarkan ajaran Ahmadiyah memilki keteguhan dan ketabahan hingga sekarang organisasi ini masih tetap eksis sampai sekarang. Jumlah anggota yang tercatat di Bandung hampir berjumlah dua ribu. Walaupun bila dibandingkan dengan organisasi Islam lainnya jumlahnya masih relaif kecil.

4.4.1.3  Sikap pemerintah yang netral
Kota Bandung memiliki berbagai macam julukan mulai dari zaman Belanda sudah disebut dengan Paris Van Java. Hal ini menandakan bahwa Kota Bandung memiliki sejuta pesona kehidupan yang ramai dari berbagai segi, budaya ras agama dan sebagainya. Kesemuanya bersatu padu dalam harmoni di Bandung. Kota tempat tujuan wisata yang sangat menarik. Dari kondisi yang seperti inilah pemerintah Kota Bandung dari awal kemerdekaan sudah membuat kenyamanan dan kebebasan berekspresi bagi warga Kota Bandung. Segala bentuk aksi anarkis yang berbau SARA sudah di counter oleh pemerintah. Termasuk kasus Ahmadiyah. Perintah tidak membuat keputusan yang mendeskriditkan jemaat Ahmadiyah. Pemerintah Kota Bandung tidak gegabah dalam bertindak, hal ini terbukti dengan memberikan kepastian kenyamanan dan keamana dalam berkeyakinan dan berpendapat.
Pemerintah kota Bandung bila menetapkan atau membuat Perda pelarangan terhadap Ahmadiyah, efeknya akan lain masyarakat akan kacau. Pasti akan terjadi kasus seperti di daerah Poso. Bila kenyaman dan keaman tidak terjamin maka Bandung tidak akan jadi kota tujuan wisata. Dalam hal inilah penulis melihat efek yang ditimbulkan kondisi Ahmadiyah sebenarnya pemerintah tidak turut campur dalam soal Aqidah tetapi pemerintah memikirkan kondisi kemanan dalam masyarakat dan tugas pemerintah tidak menyangkut harus mengurusi dan mencampuri Aqidah warga masyarakat. Semua itu termaktub dalam UUD ’45 Pasal 29. Tidaklah benar bila pemerintah melanggar aturan dalam kebebasan berkeyakinan.. sikap inilah yang penting untuk disimak bagi kita segala gejala dalam masyarkat tidak bisa dilihat hanya dari satu faktor saja. Banyak faktor  yang menyertai suatu gejala dalam masyarkat. Seperti kasus perang dunia kedua dan ketiga banyak faktor yang menyertai suatu kejadian tersebut. Kasus Ahmadiyah pun tidak jauh berbeda dengan kasus sosial kemasyarakatan lainnya. Kalau melihat kasus Ahmadiyah hanya  melihat dari satu sisi saja akan terjebak dengan perang saudara.
Bahkan Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, khalifah ke-2 Islam menghendakai agar setiap orang loyal kepada Negara dimana ia berada. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa setia kepada pemerintah atau Negara diperinytahkan oleh al-Qur’an, yang berarti perintah Tuhan. Imam atai khalifah tidak mempunyai hak unutk merubah sesuatu perintah yang terdapat dalam al-Qur’an.  (Sinar Islam, no 9 1980)
Sejak permulaan pendiri jemaat Ahmadiyah mengatakan organisasi ini bukan organisasi politik unutk lebih tegasnya sebagai berikut:
f.       jemaat Ahmadiyah bukanlah gerakan politik dan tidak mencampuri perjuangan politik apa saja dan dimanapun juga.
g.      Jemaat Ahmadiyah tidak akan merampas hak politik anggotanya selama gerakan politik itu tidak bertentangan dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa, namun jemaat Ahmadiyah memperingatkan anggotanya agar tetap setia kepada bai’atnya, hendak menjunjung agma lebih dari dunia.

Penerbitan buku

NO
NAMA BUKU
PENGARANG
PENERJEMAH
JML DICETAK
1
AL-QUR’AN DAN TAFSIR SINGKAT (30 juz)
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
R. Ahmad Anwar, R. Sukri Barmawi, Mian Abdul Hayyee
1.500
2
PENGNATAR MEMPELAJARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
R. Ahmad Anwar, R. Sukri, Syafi R. Batuah
3.000
3
AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
D. MARBUN
(BHS BATAK)
3.000
4
AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
R.SOEKARSONO MALANGJOEDO, ABU BAKAR BASALAMAH, R. AHMAD SARIDO
H. SUHADI
(BHS JAWA)
3.000
5
AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
H. IWAN DARMAWAN
(BHS BALI)
3.000
6
AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
DJAJADI, J.D NARASOMA, ANWARI
(BHS SUNDA)
3.000
7
KUMPULAN HADITS-HADITS

H.J NURJEHAN SUSANTO SH, SABHUNUR QOYUM
3.000
8
KUMPULAN HADITS-HADITS

D.MARBUN
(BHS BATAK)
3.000
9
KUMPULAN HADITS-HADITS

BASALAMAH, R. AHMAD SARIDO
H. SUHADI
(BHS JAWA)
3.000
10
KUMPULAN HADITS-HADITS

H. IWAN DARMAWAN
(BHS BALI
3.000
11
KUMPULAN HADITS-HADITS

SADKAR
3.000
12
KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR
3.000
13
KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
D.MARBUN
(BHS BATAK)
3.000
14
KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
H. IWAN DARMAWAN
(BHS BALI
3.000
15
KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR (BHS SUNDA)

3.000
16
DA’WATUL AMIR
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
SAYYID SHAH MUHAMMAD, R. AHMAD ANWAR
3.000
17
YASSARNAL QUR’AN


3.000
18
KEMENANGAN ISLAM
MIRZA GHULAM AHMAD
MT.SUPARMAN
3.000
19
KAMI ORANG ISLAM

H.S.YAHYA PONTOH CS.
3.000
20
APAKAH AHMADIYAH ITU
MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
R. AHMAD ANWAR
10.000
21
ISRA DAN MI’RAJ
H.Ch. MAHMUD AHMAD CHEEMA

10.000
22
TIGA MASALAH PENTING
H.Ch. MAHMUD AHMAD CHEEMA

10.000
23
ARTI KHATAMAN NABIYYIN
H.Ch. MAHMUD AHMAD CHEEMA

10.000
24
PERCAKAPAN ANTARA MUSLIM DAN KRISTEN
FAZL AHMAD ANWARI BA
SALEH A. NAHDI
10.000
25
NABI ISA DARI PELSTINA KE KASHMIR
SYAFI .R. BATUAH

10.000
26
ANALISA TENTANG KHATMAN NABIYYIN
MUHAMMAD SADIQ bin BARAKATULLAH

10.000
27
FIQIH AHMADIYAH
HAFIDZ BOSHAN ALI
R. AHMAD ANWAR
3.000
28
FILSAFAT AJARAN ISLAM
MIRZA GHULAM AHMAD
SAYYID SHAH MUHAMMAD
6.500
29
SUARA SAKA LANGIT
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR
3.000
30
KEADAAN MUSLIM AHMADI SETELAH TERBIT FAJAR DEMOKRASI DI PAKISTAN

MT. SUPARMAN,
R. AHMAD ANWAR
3.000
31
THE SITUATION OF AHMADI MUSLIM AFTER DAWN OF DEMOCRCY IN PAKISTAN


500
32
BROSUR LENGKAP TENTANG TASYAKUR SEABAD KHILAFAT


1.100
33
AMANAT KHALIFATL MASIH IV PADA PERAYAAN TASYAKUR SEABAD KHILAFAT


5.000
34
AMNAT RAISUTTABLIGH PADA PERAYAAN TASYAKUR SEABAD KHILAFAT


1.500
35
SATU ABAD AHMADIYAH
Ir SYARIF AHMAD LUBIS MSc

2.000
36
PERKEMBANGAN JEMAAT AHMADIYAH DI SELURUH DUNIA
Ir. PIPI SUMANTRI

3.000
37
RIWYAT HIDUP DAN TUGAS MIRZA GHULAM AHMAD
SAYUTI AZIZ AHMAD, Sy

500
            Sumber: Buku Tasyakur seabad khilafat Ahmadiyah di Indonesia tahun 1989

5                  Faktor-faktor penghambat perkembangan jemaat Ahmadiyah

  1. Kontroversi bidang teologi
Berbagai pandangan mengenai kenabian, wahyu, kematian Nabi Isa a.s al-masih dan al-mahdi yang dipandang oleh Ahmadiyah sebagi pembaharuan dan suatu ungkapan dari keinginan menunjukkan kebenaran Islam, ternyata dinilai berbeda oleh kebanyakan umat Islam, bahkan menimbulkan kontroversi dan mengundang reaksi.
Di bandung paham Ahmadiyah ditentang oleh A. Hassan seorang ulama terkenal dari Persatuan Islam. Bentuk pertentangan berupa debat terbuka yang juga dihadiri oleh organisasi Islam dan pers. Dari organisasi-organisasi Islam yakni Muhammadiyah Garut, Muhammadiyah pekalongan, PSII Bandung. Sedang dikalangan pers antara lain bintang Timur, Sinar Islam, Pembela Islam dan Tjahaja Islam.
Pandang Ahmadiyah khusunya dalam bidang teologi yang sekaligus sebagai doktrin Ahamdiyah ternyata masih sulit diterima oleh kalangan umat Islam di Bandung khusunya, bahkan selalu mendatangkan perdebatan yang tidak pernah selesai.  Doktrin yang dikemukakan oleh Ahmadiyah seperti masalah wahyu, kenabian, al-Masih dan al-Mahdi yang dipandang masih controversial dengan pemahaman mayoritas umat Islam, dapat menjadi factor penghambat perkembangan ahmadiyah khususnya di Bandung.
  1. Dijadikan objek politik
Awal perkembangan jemaat Ahmadiyah selalu mendapat pertentanagn dari kalangan umat Islam. Pertentangan itu menyebabkan sedikit memberikan guncangan bagi keberlangsungan organisasi ini. Penulis melihat pasca kemerdekaan Indonesia 1945, kondisi Negara sedang kurang menguntungkan stabilitas kemanan kurang baik kondisi ekonomi sangat memperihatinkan. Dengan kondisi seperti inilah ada pihak yang mencoba menunggangi masyarakat dengan berbagai isu. Pemberontakan-pemberontakan dari berbagai wilayah termasuk di Jawa Barat. Kartosuwiryo (DI/TII) 1962, PKi 1965. Banyak dari masyarakat yang tidak senagn dengan keberadaan Ahmadiyah membuat fitnah kepada jemaat Ahmadiyah bahwa anggota jemaat ada yang terlibat dengan kasus pemberontakan tersebut.
Melihat kondisi yang seperti inilah membuat pengurus jemaat Ahmadiyah Indonesia mengeluarkan instruksi dan sekaligus mempertegas bahwa oerganisasi ini bukan organisasi politik, seperti yang sudah digariskan oleh pendirinya yang menyatakan bahwa organisasi ini sampai kapanpun bukanlah organisasi politik, cara memenangkan agama Islam bukan melalui partai politik atau politik praktis tetapi melalui pembinaan akhlak setiap anggotanya. Pernyataan bahwa organisasi ini tidak terlibat dalam politik praktis atau lebih jauhnya mau mengadakan kudeta kepada pemerintah maka pada tahun 1965 bulan Agustus,  pernyataannya sebagai berikut;
No.48/sekr. Ch./65
PENGURUS BESAR JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
MEMPERHATIKAN:
1.      Tindakan yang dilakukan oleh apa jangdinamakan “GERAKAN 30 September” adalah tindakan kontra revolusioner:
2.      Pemerintah telah membekukan PAarpol/Ormas jang tersangkut dalam “Gerakan 30 September” itu
MENGINGAT:
1.      Djemaat Ahmadiyah Indonesia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar Pasal V dan ART pasal 8b, patuh pada pemerintah Republik Indonesia.
2.      Djemaat Ahmadiyah Indonesia, sesuai dengan pelajaran menganggap, bahwa tindakan-tindakan jang dilakukan “Gerakan 30 September”  itu adalah terkutuk.
3.      Bahwa diantara anggota-anggota Ahmadiyah mungkin sekali ada jang termasuk dalam Paropol/Ormas jang kegiatannya telah dibekukan oleh pemerintah karena tersangkut dalam “Gerakan 30 September itu.
MENIMBANG:
Perlu diadakan pembersihan dalam lingkungan Djemaat Ahmadiyah Indonesia:
MEMUTUSKAN
1.      Memetjat setiap anggota Ahmadiyah jang telah ditahan oleh alat Negara atas tuduhan ikut serta aktif dalam “Gerakan 30 September “ dan mulai sejak penahanan orang tersebut tidak lagi memepunjai hubungan dengan Djemaat Ahmadiyah Indonesia.
2.      Memerintahkan kepada setiap anggota Ahmadiyah jang termasuk dalam dalam Parpol/Ormas jang kegiatannya sudah dibekukan itu supaja menjatakan menarik diri dari keanggotaan Parpol/Ormas tersebut. Pernyataan penarikan diri dari Parpol/Ormas itu harus dilakukan dengan tertulis dan tembusannya disampaikan kepada Pengurus Djemaat.
3.      Memerintahkan kepada Pengurus Tjabang Djemaat Ahmadiyah Indonesia untuk mengusahakan  agar ad1 dan 2 diatas terlaksana dalam waktu 3x 24 djam sesudah surat keputusan ini sampai ketangannja dan melaporkan kepada Pengurus Besar dengan segera nama-nama orang-orang yang jang kepda mereka telah didjalankan tindakan seperti jang dimaksudkan dalam ad1 dan 2 diatas.

Dekeluarkan di Djakarta
Pada tanggal 10 Nopember 1965
Pengurus Besar Djemaat Ahmadiyah Indonesia

Mengetahui:
Raisuttabligh:


(Imamuddin H.A)
Ketua:



(Sukri Barmawi)

Pernyataan tersebut dibuat karena kondisi jemaat Ahmadiyah Indonesia sedang dalam keadaan kurang menguntungkan ditahun 1965 karena kasus Gerakan 30 September.  Yang menjadi ketua adalah Sukri Barwawi beliau juga merupakan perintis dari jemaat Ahmadiyah di Bandung. Karena di tahun 1948-180an jemaat masih sangat sedikit jadi para pengmbang jemaat Ahmadiyah dalam melaksanakan penyebaran banyak yang merangkap jabatan, ada ayng menjadi ketua di Bandung juga bias merangkap jabatan yang sama di daerah lainnya selama daerah tersebut masih berdekatan. Seperti halnya pa Wahid yang mengembangkan jemaat Hamdiyah di Bandung, beliau juga mengmbangkan jemaat hamdiyah di Jawa Tengah. Bahkan seorang Mubaligh Pakistan sayyid Muhammad Shah. Beliau dalam perang kemerdekaan bahkan pasca kemerdekaan banyak terlibat membantu merebut dan mempertahankan kemerdekaan di beberapa wilayah di Indonesia. Sekalipun tuigas utamanya adalah memeprkuat penyebaran Ahmadiyah di Bandung. Karena kondisi yang sangat membutuhkan bantuan maka beliau sendiri membantu tidak mengenal wilayah dimana beliau ditugaskan oleh Khalifah jemaat Ahmadiyah.
Karena jemaat Ahmadiyah sangat kompak hal inilah yang membuat oknum dari masyarakat yang meras terusik banyak menybarkan desas-desus bahwa hamdiyah adalah agen Amaerika ahmadiyah agen Yahudi. Tuduhan seperti itu bila dilihat masih berlaku dalam masyarakat. Oknum yang tidak senag kepada jemaat Ahmadiyah berusdaha membuat konspirasi dengan membuat tuduhan yang dialamatkan kepada jemaat Ahmadiyah. Dengan tuduhan seperti itu jemaat Ahmadiyah semakian sulit untuk berkembang. 

BAB V
Kesimpulam


Telaah ini berusaha mengetengahkan penjelasan komprehensif tentang  JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR  KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA, baik yang menyangkut aspek historis, doktrin, organisasi, kontribusi dan posisinya dalam wacana keislaman di Indonesia.
            Gerakan Ahmadiyah lahir di India pada tahun 1888, didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad, kelahiran 1835 di Qadian, Punjab, India dan meninggal tahun 1908 di Lahore. Lahirnya gerakan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal saja, melainkan juga karena faktor internal.
            Faktor internal yang dimaksud adalah faktor dari kalangan kaum muslim sendiri, yakni sikap umat Islam yang tradisonal dan fatalistis, yang membuat mereka statis, sehingga umat Islam mengalami kemunduran dalam banyak bidang termasuk bidang keagamaan. Munculnya Ahmadiyah adalah sebagai protes atas kemerosotan Islam pada saat itu. Sedang faktor eksternal dan missionaris Kristen terhadap Ahmadiyah.
            Mengenai masuknya Ahmadiyah Qadian di Indonesia berdasarkan perintah langsung dari Khalifah II jemaat Ahmadiyah. Beliau mengutus Maulana Rahmat Ali.  Beliau  merupakan lulusan pertama dari sekolah Mubalighin yang ada di Pakistan. Rahmat Ali mendapatkan tugas untuk menyebarkan jemaat Ahmadiyah di Indonesia dan Asia Tenggara. Selain itu, juga ada permintaan dari pelajar dari Sumatera untuk dikirim seorang utusan untuk menyebarkan dan menyiarkan Ahmadiyah, mereka itu ialah, Abu Bakar Ayyub, Zaini Dahlan, Ahmad Nurudin dan kawan-kawan lainnya., yang mayoritas dari Sumatera Barat.
            Sebagai gerakan dakwah Ahmadiyah menitik beratkan aspek spiritual Islam yang bersifat mahdiistis  yaitu adanya suatu keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Al Mahdi atau juru selamat yang mengemban misi, melenyapkan kegelapan dan menciptakan perdamain di dunia. Di samping itu gerakan Ahmadiyah menempatkan diri sebagai gerakan pembaharuan yang bertujuan mengembalikan umat Islam kepada pangkal kebenaran Islam, berdasarkan al-Qur’an dan Hadits serta menyebarkan, menurut ajaran Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan wahyu yang diterimanya. Ia berkeyakinan bahwa untuk mempersatukan umat beragama dan menjauhkan dari sikap permusuhan diantara mereka dengan jalan membawa mereka ke dalam Islam dengan menunjukan bukti-bukti kekeliruan mereka.
            Salah satu perdebatan yang selalu muncul di kalangan umat Islam adalah seputar pemahaman dan gerakan pembaharuan. Bagi Ahmadiyah, pembaharunya tidak dapat dipisahkan dangan al-Qur’an surat Annur 24:55. menurut tafsir Ahmadiyah, ayat ini bukan saja meramalkan berdirinya kerajaan Islam, melainkan juga kelangsungannya, sehingga perlu dibangkitkan para khalifah yang akan menggantikan nabi Muhammad s.a.w. sebagai pembaharu agama, selain al-Khulafa’ al-Rasyidin. Menurut Ahmadiyah, pembaharu tersebut berdasarkan pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sendiri yang kedatangannya sudah diramalkan sebelumnya.
Disamping membawa ajaran kemahdian, yang membedakan Ahmadiyah dari gerakan keagamaan lain, pemikiran-pemikiran Ahmadiyah bercorak rasional, khususnya dalam menafsirkan ayat al-Qur’an yang menyangkut aqidah, seperti persoalan kenabian, wahyu, dan penjelmaan al-Masih ibn Maryam.
            Sedang persamaan dengan gerakan kegaamaan lain, misalnya dengan Muhammadiyah, NU, Persis, PSII  dalam perjuangannya sama-sama ingin menyebarkan Islam berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits, namun dengan penekanan dan pendekatan yang berbeda. Sebagai contoh, Muhammadiyah dalam dakwahnya lebih menekankan bidang sosial dan pendidikan, NU bidang Ibadah, PSII bidang politik, Persis bidang pendidikan dan penerbitan  dan Ahmadiyah bidang tabligh, penerbitan dan pendidikan.
            Dari segi perkembangan selama 32 tahun (1948-1980).  Di Bandung telah banyak berkembang dari kota hingga kabupaten di Bandung, dengan jumlah anggota semakin bertambah namun tidak sepesat dengan organisasi lainnya. Dari segi jumlah anggota Ahmadiyah merupakan organisasi keagamaan yang kurang mendapat pendukung dan merupakan organisasi yang kurang  begitu pesat dalam perkembangannya. Hal itu terjadi karena antara lain kehadiran Ahmadiyah di Indonesia sejak awal sudah merupakan tantangan bagi mayoritas umat Islam. Terutama para ulama dan organisasi keagamaan. Tantangan itu terjadi kerena Ahmadiyah menyebarkan doktrin teologi  yang dipandang kontroversial oleh kaum sunni, khususnya masalah teologi  kenabian, yakni masih adanya nabi setelah nabi Muhammad s.a.w. disamping itu, khususnya Ahmadiyah Qadian merupakan gerakan keagamaan yang bersifat sektarian, pemikiran-pemikiran keagamaan yang menimbulkan reaksi sesama Muslim, selain kafir mengkafirkan satu sama lain. Tema-tema keagamaan seperti penerimaan wahyu, pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, sebagai Imam mahdi dan penjelmaan al-Masih ibn Maryam, mengundang reaksi yang beragam dari kalangan umat Islam.
           
            Dalam menyebarkan paham keagamaan, Ahmadiyah melakukan kegiatan tabligh di kalangan anggota dan simpatisannya, di samping penerbitan. Bagi Ahmadiyah Qadian metode penyebarannya ditambah lagi dengan bentuk perdebatan.
            Terlepas dari setuju atau tidak setuju, secara empiris dan objektif kehadiran Ahmadiyah banyak mendapat tantangan dari para ulama dan organisasi-organisasi keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah, NU dan Persatuan Islam. Ternyata masih dapat bertahan hingga saat ini.
            Disamping itu, Ahmadiyah dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi terhadap umat Islam, sebagi berikut:
1.      Dalam kegiatan dakwah, Ahmadiyah (Qadian) telah memiliki jaringan internasional melalui Muslim Television Ahmadiyah (MTA) yang berpusat di London, sehingga para jemaatnya bisa mengetahui kegiatan Ahmadiyah di seluruh dunia (195 negara). Dengan demikian, Ahmadiyah telah memperkenalkan model dakwah dengan pemanfaatan teknologi, media TV dengan jangkauan luas, sehingga dakwah Ahmadiyah tidak hanya dilihat dan didengar oleh pengikut Ahmadiyah saja, melainkan juga dari kalangan luar Ahmadiyah.
2.      Dalam berdakwah, pemakain cara “debat terbuka” menunjukkan sikap berani dan percaya diri dalam mempertahankan kayakinannya, disamping seberapa jauh kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian Ahmadiyah telah menciptakan “tradisi dialog” bukan hanya untuk kalangan Ahmadiyah saja, melainkan juga untuk kalangan intelektual secara umum.
3.      Ahmadiyah telah memberikan pengalaman berharga dalam berdakwah, yakni sikap santun, ramah, tidak suka menempuh jalan kekerasan dalam menghadapi lawan, ulet, gigih, sabar dan sikap percaya diri, sehingga mengundang simpatik terhadap masyarakat.
4.      Literatur-literaturnya menggunakan pendekatan rasional, sehingga kalangan intelektual tertarik untuk mempelajarinya.
5.      Literatur-literatunya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, sehingga jangkaunnya sampai pada tingkat dunia (internasional). Seperti tafsir The Holy Qur’an, Arabic text, English Translation and Comentary  karangan khalifah II jemaat Ahmadiyah Mirza Bashirudan Mahmud Ahmad.
Dalam bidang pendidikan, sekarang ini Ahmadiyah (Qadian) memiliki Jami’ah Ahmadiyah Indonesia yang berpusat di kampus Mubarak, Bogor Jawa Barat. Jami’ah tersebut khusus untuk pendidikan kader mubaligh dari seluruh Indonesia. Selama pendidikan (3 sampai 5 tahu), mereka tinggal di asrama tanpa dipungut biaya termasuk makan.
Dengan demikian, terlebih semakin diterimanya pluralisme, agama dan paham keagamaan, gerakan Ahmadiyah tidaklah dapat dikesampingkan begitu saja dan Ahmadiyah tetap memiliki ruang lingkup untuk berkembang. Namun, karena Ahmadiyah memiliki doktrin teologi  yang  tidak paralel dengan paham sunni, padahal ia hidup ditengah-tengah masyarakat sunni, penulis memprediksi bahwa Ahmadiyah perkembangannya masih perlu  berjuang dan bersabar.
Mengenai posisinya dalam keputusan dan rekomendasinya organisasi-organisasi Islam se-Dunia di Mekkah 14 sampai dengan 18 Rabi’ul Awwal 1394 H. Dinyatakan sebagai golongan kafir dan keluar dari Islam. Begitu pula Almarhum Hamka, ketua MUI waktu itu, juga almarhum K.H hasan Basri, Ketua MUI, dan Quraish Shihab, ketua Majlis Fatwa MUI, memberikan fatwa yang sama dengan keputusan Rabitah Alam Islami dan pemerintah Pakistan. Meskipun sudah ada Fatwa MUI, sampai saat ini Ahmadiyah masih tetap ada walaupun kurang berkembang.
Kondisi seperti itu penulis memberikan tiga solusi dalam menghadapi kondisi kehidupan bermasyarakat dan beragamasolusi tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Harus ditetapkan bahwa undang-undang pengikut suatu agama boleh memaparkan keindahan-keindahan agamanya, tetapi dilarang untuk menyerang agama lain. Peraturan ini tidak akan mengganggu kemerdekaan beragama dan tidak akan membantu suatu agama tertentu dengan berat sebelah. Hendaknya tiap-tiap agama pun menyetujui peratuan yang adil ini, yakni tidak boleh menyerang agama lain.
  2. Jika peraturan no 1 tidak disetujui, sekurang-kurangnya ditetapkan bahwa suatu agama tidak dibenarkan menyerang atau mencela perkara-perkara tertentu dalam agama lain yang mana perkara-perkara tersebut ditemukan juga dalam agama itu sendiri. Yakni tidak boleh mencela agama lain, dimana cela itu pun terdapat di dalam agamanya sendiri.
  3. Sekiranya peraturan no 2 pun tidak diterima, sebaiknya pemerintah meminta dari pihak masing-masing agama mendaftar kitab-kitabnya yang sah dan resmi, untuk menetapkan sebuah peraturan bahwa agama itu tidak boleh dicela tentang hal-hal yang tidak terkandung di dalam kitab-kitabnya tersebut. (surat dari Mirza Ghulam Ahmad kepada Lord Eligen September 1897)



BAB V
Kesimpulam


Telaah ini berusaha mengetengahkan penjelasan komprehensif tentang  JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR  KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA, baik yang menyangkut aspek historis, doktrin, organisasi, kontribusi dan posisinya dalam wacana keislaman di Indonesia.
            Gerakan Ahmadiyah lahir di India pada tahun 1888, didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad, kelahiran 1835 di Qadian, Punjab, India dan meninggal tahun 1908 di Lahore. Lahirnya gerakan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal saja, melainkan juga karena faktor internal.
            Faktor internal yang dimaksud adalah faktor dari kalangan kaum muslim sendiri, yakni sikap umat Islam yang tradisonal dan fatalistis, yang membuat mereka statis, sehingga umat Islam mengalami kemunduran dalam banyak bidang termasuk bidang keagamaan. Munculnya Ahmadiyah adalah sebagai protes atas kemerosotan Islam pada saat itu. Sedang faktor eksternal dan missionaris Kristen terhadap Ahmadiyah.
            Mengenai masuknya Ahmadiyah Qadian di Indonesia berdasarkan perintah langsung dari Khalifah II jemaat Ahmadiyah. Beliau mengutus Maulana Rahmat Ali.  Beliau  merupakan lulusan pertama dari sekolah Mubalighin yang ada di Pakistan. Rahmat Ali mendapatkan tugas untuk menyebarkan jemaat Ahmadiyah di Indonesia dan Asia Tenggara. Selain itu, juga ada permintaan dari pelajar dari Sumatera untuk dikirim seorang utusan untuk menyebarkan dan menyiarkan Ahmadiyah, mereka itu ialah, Abu Bakar Ayyub, Zaini Dahlan, Ahmad Nurudin dan kawan-kawan lainnya., yang mayoritas dari Sumatera Barat.
            Sebagai gerakan dakwah Ahmadiyah menitik beratkan aspek spiritual Islam yang bersifat mahdiistis  yaitu adanya suatu keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Al Mahdi atau juru selamat yang mengemban misi, melenyapkan kegelapan dan menciptakan perdamain di dunia. Di samping itu gerakan Ahmadiyah menempatkan diri sebagai gerakan pembaharuan yang bertujuan mengembalikan umat Islam kepada pangkal kebenaran Islam, berdasarkan al-Qur’an dan Hadits serta menyebarkan, menurut ajaran Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan wahyu yang diterimanya. Ia berkeyakinan bahwa untuk mempersatukan umat beragama dan menjauhkan dari sikap permusuhan diantara mereka dengan jalan membawa mereka ke dalam Islam dengan menunjukan bukti-bukti kekeliruan mereka.
            Salah satu perdebatan yang selalu muncul di kalangan umat Islam adalah seputar pemahaman dan gerakan pembaharuan. Bagi Ahmadiyah, pembaharunya tidak dapat dipisahkan dangan al-Qur’an surat Annur 24:55. menurut tafsir Ahmadiyah, ayat ini bukan saja meramalkan berdirinya kerajaan Islam, melainkan juga kelangsungannya, sehingga perlu dibangkitkan para khalifah yang akan menggantikan nabi Muhammad s.a.w. sebagai pembaharu agama, selain al-Khulafa’ al-Rasyidin. Menurut Ahmadiyah, pembaharu tersebut berdasarkan pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sendiri yang kedatangannya sudah diramalkan sebelumnya.
Disamping membawa ajaran kemahdian, yang membedakan Ahmadiyah dari gerakan keagamaan lain, pemikiran-pemikiran Ahmadiyah bercorak rasional, khususnya dalam menafsirkan ayat al-Qur’an yang menyangkut aqidah, seperti persoalan kenabian, wahyu, dan penjelmaan al-Masih ibn Maryam.
            Sedang persamaan dengan gerakan kegaamaan lain, misalnya dengan Muhammadiyah, NU, Persis, PSII  dalam perjuangannya sama-sama ingin menyebarkan Islam berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits, namun dengan penekanan dan pendekatan yang berbeda. Sebagai contoh, Muhammadiyah dalam dakwahnya lebih menekankan bidang sosial dan pendidikan, NU bidang Ibadah, PSII bidang politik, Persis bidang pendidikan dan penerbitan  dan Ahmadiyah bidang tabligh, penerbitan dan pendidikan.
            Dari segi perkembangan selama 32 tahun (1948-1980).  Di Bandung telah banyak berkembang dari kota hingga kabupaten di Bandung, dengan jumlah anggota semakin bertambah namun tidak sepesat dengan organisasi lainnya. Dari segi jumlah anggota Ahmadiyah merupakan organisasi keagamaan yang kurang mendapat pendukung dan merupakan organisasi yang kurang  begitu pesat dalam perkembangannya. Hal itu terjadi karena antara lain kehadiran Ahmadiyah di Indonesia sejak awal sudah merupakan tantangan bagi mayoritas umat Islam. Terutama para ulama dan organisasi keagamaan. Tantangan itu terjadi kerena Ahmadiyah menyebarkan doktrin teologi  yang dipandang kontroversial oleh kaum sunni, khususnya masalah teologi  kenabian, yakni masih adanya nabi setelah nabi Muhammad s.a.w. disamping itu, khususnya Ahmadiyah Qadian merupakan gerakan keagamaan yang bersifat sektarian, pemikiran-pemikiran keagamaan yang menimbulkan reaksi sesama Muslim, selain kafir mengkafirkan satu sama lain. Tema-tema keagamaan seperti penerimaan wahyu, pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, sebagai Imam mahdi dan penjelmaan al-Masih ibn Maryam, mengundang reaksi yang beragam dari kalangan umat Islam.
           
            Dalam menyebarkan paham keagamaan, Ahmadiyah melakukan kegiatan tabligh di kalangan anggota dan simpatisannya, di samping penerbitan. Bagi Ahmadiyah Qadian metode penyebarannya ditambah lagi dengan bentuk perdebatan.
            Terlepas dari setuju atau tidak setuju, secara empiris dan objektif kehadiran Ahmadiyah banyak mendapat tantangan dari para ulama dan organisasi-organisasi keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah, NU dan Persatuan Islam. Ternyata masih dapat bertahan hingga saat ini.
            Disamping itu, Ahmadiyah dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi terhadap umat Islam, sebagi berikut:
1.      Dalam kegiatan dakwah, Ahmadiyah (Qadian) telah memiliki jaringan internasional melalui Muslim Television Ahmadiyah (MTA) yang berpusat di London, sehingga para jemaatnya bisa mengetahui kegiatan Ahmadiyah di seluruh dunia (195 negara). Dengan demikian, Ahmadiyah telah memperkenalkan model dakwah dengan pemanfaatan teknologi, media TV dengan jangkauan luas, sehingga dakwah Ahmadiyah tidak hanya dilihat dan didengar oleh pengikut Ahmadiyah saja, melainkan juga dari kalangan luar Ahmadiyah.
2.      Dalam berdakwah, pemakain cara “debat terbuka” menunjukkan sikap berani dan percaya diri dalam mempertahankan kayakinannya, disamping seberapa jauh kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian Ahmadiyah telah menciptakan “tradisi dialog” bukan hanya untuk kalangan Ahmadiyah saja, melainkan juga untuk kalangan intelektual secara umum.
3.      Ahmadiyah telah memberikan pengalaman berharga dalam berdakwah, yakni sikap santun, ramah, tidak suka menempuh jalan kekerasan dalam menghadapi lawan, ulet, gigih, sabar dan sikap percaya diri, sehingga mengundang simpatik terhadap masyarakat.
4.      Literatur-literaturnya menggunakan pendekatan rasional, sehingga kalangan intelektual tertarik untuk mempelajarinya.
5.      Literatur-literatunya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, sehingga jangkaunnya sampai pada tingkat dunia (internasional). Seperti tafsir The Holy Qur’an, Arabic text, English Translation and Comentary  karangan khalifah II jemaat Ahmadiyah Mirza Bashirudan Mahmud Ahmad.
Dalam bidang pendidikan, sekarang ini Ahmadiyah (Qadian) memiliki Jami’ah Ahmadiyah Indonesia yang berpusat di kampus Mubarak, Bogor Jawa Barat. Jami’ah tersebut khusus untuk pendidikan kader mubaligh dari seluruh Indonesia. Selama pendidikan (3 sampai 5 tahu), mereka tinggal di asrama tanpa dipungut biaya termasuk makan.
Dengan demikian, terlebih semakin diterimanya pluralisme, agama dan paham keagamaan, gerakan Ahmadiyah tidaklah dapat dikesampingkan begitu saja dan Ahmadiyah tetap memiliki ruang lingkup untuk berkembang. Namun, karena Ahmadiyah memiliki doktrin teologi  yang  tidak paralel dengan paham sunni, padahal ia hidup ditengah-tengah masyarakat sunni, penulis memprediksi bahwa Ahmadiyah perkembangannya masih perlu  berjuang dan bersabar.
Mengenai posisinya dalam keputusan dan rekomendasinya organisasi-organisasi Islam se-Dunia di Mekkah 14 sampai dengan 18 Rabi’ul Awwal 1394 H. Dinyatakan sebagai golongan kafir dan keluar dari Islam. Begitu pula Almarhum Hamka, ketua MUI waktu itu, juga almarhum K.H hasan Basri, Ketua MUI, dan Quraish Shihab, ketua Majlis Fatwa MUI, memberikan fatwa yang sama dengan keputusan Rabitah Alam Islami dan pemerintah Pakistan. Meskipun sudah ada Fatwa MUI, sampai saat ini Ahmadiyah masih tetap ada walaupun kurang berkembang.
Kondisi seperti itu penulis memberikan tiga solusi dalam menghadapi kondisi kehidupan bermasyarakat dan beragamasolusi tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Harus ditetapkan bahwa undang-undang pengikut suatu agama boleh memaparkan keindahan-keindahan agamanya, tetapi dilarang untuk menyerang agama lain. Peraturan ini tidak akan mengganggu kemerdekaan beragama dan tidak akan membantu suatu agama tertentu dengan berat sebelah. Hendaknya tiap-tiap agama pun menyetujui peratuan yang adil ini, yakni tidak boleh menyerang agama lain.
  2. Jika peraturan no 1 tidak disetujui, sekurang-kurangnya ditetapkan bahwa suatu agama tidak dibenarkan menyerang atau mencela perkara-perkara tertentu dalam agama lain yang mana perkara-perkara tersebut ditemukan juga dalam agama itu sendiri. Yakni tidak boleh mencela agama lain, dimana cela itu pun terdapat di dalam agamanya sendiri.
  3. Sekiranya peraturan no 2 pun tidak diterima, sebaiknya pemerintah meminta dari pihak masing-masing agama mendaftar kitab-kitabnya yang sah dan resmi, untuk menetapkan sebuah peraturan bahwa agama itu tidak boleh dicela tentang hal-hal yang tidak terkandung di dalam kitab-kitabnya tersebut. (surat dari Mirza Ghulam Ahmad kepada Lord Eligen September 1897

I.                   Sumber-sumber  Primer
  1. Arsip



























Dokumen sebagaipegawai bantuan pada pemerintahan sementara di Yogyakarta
































































  1. Buku Cetakan

Ahmad,  Mirza Bashirudin Mahmud. (2004). Apakah Ahmadiyah Itu. Bandung Tengah


Ahmad, Mirza Ghulam. (2005).  filsafat Ajaran Islam. Jemaat Ahmadiyah Bandung.

____________________  (2003). Penampakkan Kebesaran Tuhan. Terj. R. Ahmad Anwar. Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

____________________(1978). Memperbaiki Suatu Kesalahan. Ter. H. Sadarudin Yahya pontoh. Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

_____________________(1997). Bahtera Nuh. Terj. R. Ahmad Anwar dan Sayyid shah Muhammad. Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

________________(2004). Perlunya Seorang Imam Zaman. Terj. R. Ahmad Anwar. Bandung: Yayasan Al-Abror.

Ahmad, Mirza Nasir. (2002). Mahzarnamah (Petisi). Terj. PB. JAI.

Anwar, R. Ahmad (2006). Hakikat Ilham Dan Wahyu. Majlis Ansharullah Bandung Tengah.

Ahmad, Rafiq dan Dr. Ir. Sudaryanto (1999). Mengapa Orang Muslim Ahmadi Tidak Boleh Bersholat Di Belakang Imam Yang Bukan Ahmadi


Batuah, R Syafi (2007). Nabi Isa dari Palestina ke Kahsmir. Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Burhan, Asep (2005). Ghulam Ahmad Jihad Tanpa Kekerasan. Yogyakarta:  PT LKIS Pelangi Aksara.

Cheema, Ahmad (2007). Khilafat Telah Berdiri. Jemaat Ahmadiyah Bandung Tengah

Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1993). officieel Verslag debat. Jakarta: PB JAI

____________________(2000). Riwayat Hidup Tiga serangkai. Bogor:  PB. JAI

_________________________(2005).  Imbauan hati Nurani.  Jakarta: PB JAI

Nurudin, Muneer (1988). Ahmadi muslim Bogor. JAI

MJ, Khan (1978). Ahmadiyyat The Renaisn Of Islam. Rabwah Tabshir Public

_________(1988). Islam And Human Right. Islambad,Sheephatch Lane, Tilford, Surrey,      
         U.K

Saif, Ghulam Bari. (1982). Menjawab tuduhan Inilah Qadiani. Terj. Mian Abdul Hayyee.  
         H.P. Jakarta: Sianr Islam.

Sham, J.D. (1978).  Where Did Jesus Die. London:Hackford Road.



  1. Majalah

  1. Sinar Islam no 7/8 Juli 1964 M
  2. Sinar Islam no 13 SI ThXV/1965 M
  3. Sinar Islam no fazl Umar I / 1966 M
  4. Majalah Liputan Jalsah Salana XXIV 30/11/73 M, Bandung
  5. Suara Lajnah no 9 Suluh 1353HS/Januari 1974 M
  6. Sinar Islam no11-12  25 Juli 1975
  7. Sinar Islam no 4  1 Shahadat 1361 HS/1 April 1982 M
  8. Sinar Islam no 7 Wafa 1361 HS/ Juli 1982
  9. Sinar Islam no 9 tabuk 1361 HS/ September 1982
  10. Sinar Islam no 10 Ikha 1362 HS/  10 Oktober 1983
  11. Sinar Islam no 11 Nubuwwah 1363 HS/ 1 Nopember 1984
  12. Sinar Islam no 5 Hijrat 1361 HS/ Mei 1985
  13. Sinar Islam no 8 1 Zuhur 1365 HS/ 1 Agustus 1986
  14. Majalah Info MKAI 1366 HS/ April 1987
  15. Majalah Nur Islam Hijrah 1380 HS/Mei 2001

Disertasi dan  Karya Tulis Ilmiah Lainnya

Adamson, Ian. (1989). Mirza Ghulam Ahmad of Qadian. British Library.

Abdurahman, ramil kabi Ahmad Shidiq. (1993). BAI’AT satu prinsip gerakan islam        Tela’ah Baiah dalam Khilafat dan Jamaah. Terj, Bambang Saiful Ma’arif Aunur Rafiq Saleh Tamhid. Jakarta: el Fawaz Press.


Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah (Penerjemah Nugroho Notosusanto). Jakarta : UI Press.

Isaacs, Harold R. (1993).  Pemujaan Terhadap kelompok Etnis identitas Kelompok dan Perubahan Politik.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.

Shihab, D.r M. Quraish. (1993).  Membumikan  Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Zulkarnai, Iskandar. (2000). Gerakan Ahmadiyah Di Indonesia 1920-1942. Jakarta:
            IAIN Syarif hidayatullah.